Palembang, BP- Terkait sengketa aset tanah seluas 2, 67 juta persegi antara pihak PT Angkasa Pura (AP) II Palembang dan Kemhan lewat Lanud Sri Mulyono Herlambang (SMH) yang di tingkat Peninjauan Kembali (PK) di menangkan pihak AP II Palembang tinggal menunggu eksekusi.
“ Tingkat I dimenangkan AP II, Tingkat II kita kalah, Kasasi kita kalah, terakhir PK kita menang, saat ini sudah kami laporkan ke pak Gubernur lalu ke pak Walikota melaporkan semua dokumen terkait putusan PK tersebut,” kata Executive General Manager (EGM) Angkasa Pura II, R. Iwan Winaya Mahdar dalam reses anggota DPRD Sumsel Dapil II kota Palembang di kantor PT AP II Palembang, Senin (23/10).
Putusan PK menurutnya sudah diajukan pengacara PT AP II Palembang untuk di eksekusi di BPN Kota Palembang namun sepertinya belum dieksekusi hingga kini.
“ Karena kita tahu Menteri ATR/BPN barangkali disana juga perlu tingkat langitan semua, kalau kami disini hanya berkerja agar kondusif untuk pelayanan, kami sedang menunggu itu,” katanya.
Pihaknya juga masih menunggu semuanya dari kantor pusat maupun yang berwenang agar segera dapat diselesaikan,” katanya.
Selain itu pihaknya juga mengapresiasi kunjungan anggota DPRD Sumsel Dapil II tersebut.
“ Tentunya arahan , masukan dari pak Budiarto dan seluruh anggota DPRD Sumsel menjadikan perhatian buat kami dan kami sangat di support penuh dari DPRD Sumsel , seperti traffic penerbangan yang tadinya yang memang historicalnya sebelum pandemi ada , setelah pandemic tidak ada sekarang ada lagi itu disuport DPRD Sumsel seperti Palembang – Jakarta, Palembang –Kualanamu, Palembang-Bandung karena memang kita bersama-sama DPRD Sumsel untuk meminta kepada maskapai untuk menambah lagi penerbangan berdasarkan historical data yang ada,” katanya.
Pihaknya terus meningkatkan pelayanan jasa bandara agar bandara SMB II bisa menjadi bandara yang terbaik .
“ Dan kita ditahun 2022 mendapatkan penghargaan kemarin di Korea Selatan terkait The Best Airport Kapasitas 5 Juta Se Asia Pasifik,” katanya.
Sedangkan Ketua Komisi I DPRD Sumsel Antoni Yuzar berharap jika eksekusi sudah di jalanan maka bandara SMB II dapat dikelola secara penuh oleh PT AP II Palembang.
“ Kami berharap nanti sudah di kelola bandara, kami jangan dikenakan parkir, karena ini keluhan masyarakat semoga eksekusinya tidak begitu lama tinggal lobi-lobi dengan pengadilan, karena pihak pengadilan punya kewenangan, keberanian pengadilan sampai di mana karena yang dihadapi beda bukan masyarakat biasa,” kata politisi PKB ini.
Koordinator reses anggota DPRD Sumsel Dapil II Kota Palembang H Budiarto Marsul mengakui walaupun saat ini terjadi penurunan penumpang di bandara SMB II sekitar 6 ribu/perhari hingga 8 ribu/ hari dimana sebelum pandemic Covid-19 penumpang bandara SMB II bisa mencapai 13 ribu .
“Mudah-mudahan makin banyaknya usaha , investasi masuk di Sumsel , makin baiknya ekonomi, penumpang kita makin banyak ke depannya,” katanya.
Namun politisi Partai Gerindra ini menilai jajaran PT Angkasa Pura II sudah memberikan pelayanan yang sangat baik bagi masyarakat dan para penumpang.
“ Karena ini merupakan bandara internasional tiap tahun harus kita perbaiki bagaimana agar betul-betul semakin baik dan pernah juga PT Angkasa Pura ini mendapatkan penghargaan internasional , kita mengharapkan tidak hanya sekali dapat penghargaan internasional tapi bisa berkali-kali dengan penambahan fasilitas yang memungkinkan untuk dicapai,” katanya.
Sebelumnya Mahkamah Agung (MA) dalam putusan peninjauan kembali (PK) membalik keadaan. Sementara sebelumnya Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang menang, kini Angkasa Pura II (AP II) yang menang dalam pengelolaan lahan Bandara Palembang senilai nyaris Rp 4 triliun.
Dalam kawasan bandara itu dikelola oleh Kemhan lewat Lanud Sri Mulyono Herlambang (SMH), sedangkan AP II dengan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II. AP II mengelola bandara Palembang dan memperoleh tanah tersebut berdasarkan PP 10/1991 seluas 3,2 juta.
Dalam pelaksanaannya, kawasan itu beroperasi dua bandara yaitu bandara komersial yang dikelola AP II dan bandara militer yang dikelola Kemhan.
Permasalahan mulai terjadi pada 2019, saat Badan Pertanahan Nasional (BPN) menetapkan lahan seluas 2 juta meter persegi adalah milik Kemhan. Akibatnya, menurut Angkasa Pura II, hal itu mengakibatkan pengelolaan parkir kendaraan bermotor menjadi terhenti sehingga berakibat kepada pelayanan masyarakat menjadi terganggu.
AP II yang mengetahui hal itu tidak terima dan menggugat BPN ke PTUN Palembang dengan meminta Sertipikat Hak Pakai (SHP) yang dimiliki Kemhan dicabut. Mengetahui gugatan itu, Kemhan tidak tinggal diam dan masuk menjadi Tergugat II.
Atas gugatan itu, PTUN Palembang mengabulkan gugatan AP II.
“Menyatakan batal Sertipikat Hak Pakai Nomor 11/Kelurahan Talang Betutu, tanggal 09 – 09 – 2019, Surat Ukur Nomor 6417/Talang Betutu/2019 tanggal 06 September 2019, seluas 2.067.811 m2 (dua juta enam puluh tujuh ribu delapan ratus sebelas meter persegi) atas nama Pemerintah Republik Indonesia Cq. Kementerian Pertahanan Republik Indonesia,” demikian bunyi putusan majelis PTUN Palembang.
Kemhan dan BPN tidak terima dan sama-sama mengajukan permohonan banding. Gayung bersambut. Majelis banding membatalkan putusan PTUN Palembang.
“Menyatakan gugatan Penggugat/Terbanding tidak diterima,” ujar majelis tinggi.
Giliran AP II yang tidak terima dan mengajukan kasasi. Majelis kasasi yang diketuai hakim agung Supandi menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT Angkasa Pura II.
Akibat hal itu, AP II tidak terima dan mengajukan PK. Gayung bersambut. Permohonan PK dikabulkan seperti putusan PTUN Palembang.
“Menyatakan batal Sertipikat Hak Pakai Nomor 11/Kelurahan Talang Betutu, tanggal 09 – 09 – 2019, Surat Ukur Nomor 6417/Talang Betutu/2019 tanggal 06 September 2019, seluas 2.067.811 m2(dua juta enam puluh tujuh ribu delapan ratus sebelas meter persegi) atas nama Pemerintah Republik Indonesia Cq. Kementerian Pertahanan Republik Indonesia,” demikian bunyi putusan PK yang dilansir website MA, Selasa (10/1/2023).
Duduk sebagai ketua majelis Andi Samsan Nganro dengan anggota Yosran dan Irfan Fachruddin. Namun Andi Samsan Nganro menilai PTN tidak berwenang mengadili kasus itu.
“Sengketa a quo mempersoalkan mengenai penyertaan modal negara ke dalam modal perusahaan umum. Terkait persoalan hukum tersebut, maka harus ditentukan dahulu badan hukum yang paling berhak melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Persoalan hukum demikian yang bersifat privat (keperdataan), bukan merupakan kewenangan PTUN,” ujar Andi Samsan Nganro.
Namun suara Andi Samsan Nganro kalah dengan dua anggotanya.#udi