Konten Kreator Sumsel Harap Pileg 2024 Tetap Sistem Proporsional Terbuka
Yadi mengatakan, di senayan kecuali fraksi PDI-Perjuangan ada delapan fraksi semua beberapa kali menolak pemilu kembali ke sistem proporsional tertutup seperti tahun 2004 dan sebelumnya dan memilih seperti tiga pemilu sebelumnya yakni sistem proporsional terbuka, sedangkan PDI-Perjuangan sangat antusias dan konsisten memperjuangkan model proporsional tertutup.
Kedua sistem ini diakui memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, salah satu yang menjadi dasar dari penolakan sistem terbuka, karena banyak anggota legislatif yang terpilih tidak patuh dengan partai politik dan bukan dari kader inti partai politik, sehingga kandidat yang populer lebih banyak yang terpilih dibandingkan kader militan di partai itu sendiri.
Ia menuturkan, partai politik sebagai peserta pemilu diamanatkan undang-undang memberikan pendidikan politik maksimal kepada anggotanya, dan faktanya ini belum maksimal dilakukan partai politik, terbukti jelang pemilu hampir semua parpol kekurangan anggota untuk dicalonkan, pada akhirnya rekrutmen terbuka dan banyak ditemukan parpol mencalonkan calegnya yang tidak kompeten dan hanya untuk melengkapi kuota saja.
“Parpol seharusnya sebagai peserta pemilu punya peranan penting dalam memperbaiki kualitas demokrasi kita dan mencalonkan kader-kader terbaiknya untuk di legislatif, maupun calon kepala daerah dan lainnya. Gagalnya parpol dalam menggembleng kadernya membuat biaya mahal yang dibiayai APBN menjadi kurang optimal,” ucap Ketua Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Kota Palembang ini.
Lebih lanjut ia menyarankan, pemerintah dan pihak terkait sebaiknya tetap mempertahankan sistem pemilihan proporsional terbuka, karena ini memungkinkan semua masyarakat punya kesempatan sama mencalonkan diri dan dipilih oleh rakyat saat pemilu.
Namun dengan catatan, partai politik harus lebih optimal dan serius memberikan pendidikan politik pada kader-kadernya, memanfaatkan biaya besar yang didapatkan dari APBN. Karena jangan sampai partai politik hanya sebagai stempel untuk masuk ke parlemen dan tanpa jiwa yang menggelora untuk berbakti pada Republik Indonesia.
“Semua publik figur dan konten kreator sebaiknya bersama-sama mengedukasi masyarakat untuk hati-hati dengan hoax dan politik uang pada pemilu yang akan datang, demi menjaga pemilu yang bermartabat dan berkeadilan,” Yadi memungkasi.#gus