Netralitas Jelang Pemilu 2024
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan proses awal dalam demokrasi, yang mana produk yang dihasilkan dari pemilu merupakan perwujudan dari kehendak masyarakat umum, untuk menentukan pilihannya dalam memilih seorang pemimpin.
Karena secara teori pemilu merupakan salah satu langkah awal dalam rangkaian ketata negaraan yang menganut sistem Demokratis. Selain itu, pemilu juga sebagai ajang kontestasi yang memberi wadah kepada rakyat untuk memenuhi hak demokrasi yang dimilikinya baik untuk dipilih maupun untuk memilih.
Namun dalam pelaksanaan pemilu sendiri ada beberapa pihak yang diatur tidak boleh terlibat dalam politik praktis, yang dalam hal ini pihak-pihak tersebut diwajibkan untuk bersifat Netral dalam pelaksanaan pemilu.
Dalam pasal 200 undang-undang nomor 07 tahun 2017 tentang pemilu disebutkan, bahwa dalam pemilu, anggota tentara nasional Indonesia dan anggota kepolisian Negara Republik Indonesia tidak menggunakan haknya dalam Memilih.
Selain larangan keterlibatan anggota TNI dan Polri dalam memberikan hak suaranya dalam pemilu, undang-undang pemilu juga mengatur netralitas pihak-pihak tertentu , serta melarang beberapa pihak tersebut untuk tidak terlibat dalam pelaksanaan kampanye pada saat pelaksanaan pemilu.
Di dalam pasal 280 ayat (2) Undang-Undang Nomor 07 tahun 2017 tentang pemilu, setidaknya ada 11 (sebelas) pihak yang dilarang terlibat berkampanye yakni;
- Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, Hakim Agung pada Mahkamah Agung, dan Hakim pada semua badan Peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi.
-
Ketua, Wakil Ketua dan Anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
-Gubernur, Deputi Gubernur senior, dang Gubernur Bank Indonesia - Direksi, Komisaris, dewan Pengawas dan Karyawan badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah.
- Pejabat Negara bukan Aggota Partai Politik yang Menjabat sebagai Pimpinan di Lembaga Nonstruktural.
- Aparatur Sipil Negara.
- Anggota Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara Indonesia
- Kepala Desa
- Perangkat Desa
- Anggota Badan permusyawaratan Desa dan
- Warga Negara Indonesia yang Tidak Memiliki Hak Memilih
Dan dalam ketentuan selanjutnya pasal 280 ayat (3) menyebutkan bahwa pihak-pihak yang ada dalam pasa 280 ayat (2) tersebut dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye pemilu.
Dalam hal ini penulis tertarik membahas lebih dalam terhadap pihak-pihak yang dilarang tersebut yang berkaitan dengan kepala desa, perangkat desa dan anggota badan permusyawaratan desa.
Berkenaan dengan hal tersebut, melihat bagaimana ketentuan yang diatur dalam undang-undang nomor 06 tahun 2014 tentang desa, pada undang-undang tersebut khususnya pasal 29 undang-undang desa, menyebutkan aturan bagi kepala desa/lurah dan perangkat desa/kelurahan, anggota badan permusyawaratan desa dilarang menjadi pengurus partai politik.
Adapun yang dimaksud dengan perangkat desa dalam undang-undang tersebut ialah sekretaris desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis.
Selain kepala desa atau perangkat desa (atau sebutan/nama lainnya) yang disebutkan di dalam undang-undang, lembaga kemasyarakatan desa juga dilarang terlibat dalam politik praktis.
Hal ini dimuat di dalam pasal 3 permendagri nomor 18 tahun 2018 tentang lembaga kemasyarakatan desa dan lembaga adat desa, yang pada isinya menjelaskan mengenai persyaratan pembentukan lembaga permasyarakatan desa, bahwa salah satu syarat dari pembentukannya yaitu lembaga pemasyarakatan desa tidak berafiliasi dengan partai politik.
Adapun yang menjadi bagian dari lembaga kemasyarakatan desa yang disebutkan di dalam peraturan ini berupa rukun tetangga (RT), rukun warga (RW), pemberdaya kesejahteraan keluarga, karang taruna, pos pelayaan terpadu dan lembaga pemberdayaan masyarakat.
Bahkan selain itu, pegawai non ASN juga wajib menjaga netralitas dalam pemilu, hal ini dimuat dalam surat edaran kementrian pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi (PANRB) nomor 01 tahun 2023, yang mana pada pokoknya mendorong instansi pemerintah membina dan mengawasi netralitas pegawai non ASN atau pegawai pemerintah non pegawai negeri (PPNPN) diseluruh instansi pemerintah baik dipusat hingga daerah.
Dalam edaran tertuang aturan bahwa setiap PPNPN wajib bersikap netral, bebas dari pengaruh dan intervensi dari semua golongan ataupun partai politik dalam penyelenggaraan pemilu dan pemilihan, yang mana ketika ditemukan pelanggaran netralitas yang dilakukan PPNPN, baik berupa terlibat aktif dalam kegiatan kampanye, penyalahgunaan media sosial pribadi untuk kepentingan politik tertentu, dapat dikenakan sanksi bertingkat sesuai dengan peraturan dan perjanjian kerja masing-masing instansi pemerintah PPNPN tersebut.
Maka daripada itu hendaknya pihak-pihak yang diatur, tidak boleh terlibat aktif dalam melakukan politik praktis tersebut agar dapat menjaga netralitas sebaik mungkin.
Karena netralitas merupakan harga mati yang harus dipertanggung jawabkan dalam menjaga profesionalitas dan integritas suatu pekerjaan, agar segala bentuk kecurangn dan pelanggaran dalam pemilu dapat kita cegah sehingga menciptakan sistem demokrasi yang baik, serta dapat menghasilkan pemimpin-pemimpin bangsa yang baik sebagaimana yang diharapkan segenap masyarakat Indonesia.
Mari sama-sama kita kawal demokrasi Indonesia agar tercapainya kedaulatan rakyat yang menjadi cita-cita kita bersama.*
Oleh: Kasisnawati, S.H (Alumni Mahasiswa IAIN Raden Fatah Palembang)