Surat Terbuka Untuk Pemimpin Sumsel dan Palembang

6

 

# Selamatkan Sejarah dan Budaya Sumsel dan Palembang

Oleh: Dudy Oskandar, Jurnalis

Selamat atas terpilihnya  Gubernur, bupati dan wali kota di Sumatera Selatan (Sumsel). Sebelumnya, mantan Presiden Amerika Serikat,  Abraham Lincoln yang secara revolusioner menegaskan, bahwa dalam perjalanan sejarah politik modern, setelah masa kampanye dan pemilu usai, maka berlangsunglah perbudakan massal secara struktural.

Tentu kita menghendaki bahwa apa-apa yang diprediksi Lincoln itu tidak terjadi di  Sumsel dan Palembang . Karena pada hakikatnya, anugerah kepemimpinan adalah amanat yang diberikan Tuhan agar dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, dicari ilmunya, dan diraih keberkahannya.

Saat ini, ucapan selamat sudah disampaikan dari para elite politik di Sumsel dan Palembang, mengingat selama beberapa bulan lalu para kandidat  telah menguras tenaga, pikiran, serta kekayaan yang mereka miliki. Mereka telah melewati masa-masa berat, serta membiarkan diri mereka menjadi bahan sorotan utama, baik bagi yang mendukung dan menyanjung, juga bagi yang menentang dan mencaci-maki.

Bahwa hakikat kekuasaan itu hanya milik Tuhan Yang Maha Perkasa.  Tuhan memberikan kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, tetapi juga berhak mencabut kembali bagi siapa yang dikehendaki-Nya.

Sejarah telah mencatat dalam perjalanan kepemimpinan kita, jika Tuhan menghendaki kepemimpinan itu selesai, maka tidak memerlukan waktu bulan atau tahun lagi, hanya mengatakan sesuatu itu terjadi maka terjadilah (kun fayakun).

Karena itu, berhati-hatilah dengan amanah kepemimpinan ini. Masyarakat  sudah menyempurnakan ikhtiar untuk memilih pemimpin terbaik di antara yang baik. Meskipun mereka hanya mengenal sepotong-sepotong tentang track records  maupun perjalanan sejarah hidup pemimpinnya.

Tapi satu suara dari pilihan masyarakat Sumsel dan Palembang merupakan representasi harapan masyarakat Indonesia, baik yang disinari dengan sikap optimistis maupun yang merasa cemas dicekam ketakutan dan kegelisahan.

Jangan lupa bahwa masyarakat memilih dikarenakan percaya bahwa kepala daerah ini akan sanggup mengemban tanggung jawab bagi perubahan  daerahnya ke depan, dengan penuh kecerdasan dan kedewasaan, bukan dengan mengumbar kebencian dan ketakutan.  Masyarakat menghendaki bahwa sanjungan dan pujian yang dilekatkan untuk daerah , akan terwujud secara nyata di bawah kepemimpinan  kepala daerah saat ini.  Masyarakat tidak menghendaki pemujaan yang kamuflase belaka, atau pencitraan yang dibikin-bikin menurut catatan-catatan statistik palsu yang bersifat menipu dan mengelabui masyarakat.

Baca Juga:  Kepahlawanan Pangeran Sido ing Rejek Perlu Diangkat Kepermukaan

Masyarakat memilih pemimpinnya karena percaya bahwa pemimpinnya akan mampu mengenyahkan rasa cemas dan takut dalam hati dan sanubari masyarakat.

Pada saat  pemimpinnya  bertugas memegang kendali kepemimpinan, mulailah berangkat dengan niat  penuh keberanian menegakkan keadilan, menata perubahan dan transformasi Indonesia sesuai dengan tuntutan zaman, dengan penuh ketegasan dan kearifan.

Di belakang  pemimpin daerah akan menyambut jutaan masyarakat yang mendukung kebijakan pemimpinnya. Jika Pemimpin memutuskan pilihan untuk memihak kaum elit, niscaya pemimpin akan dimusuhi oleh jutaan masyarakatnya. Tetapi jika memihak kepentingan masyarakat, niscaya kaum elit itu akan hanyut oleh arus keteladanan dan kebijakan yang pemimpin torehkan.

Jadikan diri pemimpin  daerah itu sebagai cermin dan teladan di hadapan  masyarakat, tampakkan sikap dan prilaku yang jujur, adil dan manusiawi di hadapan mereka. Jangan merasa takut dibilang pamer ataupun riya, karena hakikat keteladanan pemimpin ibarat kualitas dari sedekah dan sikap dermawannya. Tidak jarang Nabi Muhammad Saw memperlihatkan sikap dan teladannya di hadapan para sahabat, beliau pernah mengatakan bahwa hakikat sedekah tetap akan mendapat imbalan dari pahala kebaikannya, baik yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan.

Jutaan masyarakat akan terimbas oleh pengaruh keputusan dan pilihan politik pemimpin daerahnya. Bahkan oleh prioritas terpenting ataukah keperluan sekadarnya yang harus  kesampingkan dengan penuh keberanian. Pemimpin pasti akan dihadapkan oleh berbagai kegusaran dan kebingungan menentukan prioritas itu. Di sekeliling  pemimpin banyak pembisik-pembisik yang berbuat dengan tulus, tapi tidak jarang yang kasak-kusuk berbasa-basi dengan dalih kearifan lokal demi untuk memuluskan hasrat, keinginan dan hawa nafsunya pribadi.

Kalaupun  pemimpin itu merasa gusar karena kepentingan anak, menantu, mertua, ipar, suami, istri yang menuntut keistimewaan dalam kedudukan jabatan maupun proyek, maka menolehlah ke belakang. Ingatlah pada jutaan  masyarakat marjinal yang pernah memilih dan mendukung pemimpinnya. Mereka turut serta berdoa atas kemenangan  pemimpinnya, serta menaruh harapan akan perubahan  daerahya hanya di pundak  pemimpin.

Baca Juga:  Hampir Terlupakan, Sejarah Sumsel Harus Banyak Diungkapkan

Jikapun arus kepentingan politik secara eksternal menyeret  pemimpin agar terperosok pada kubangan lumpur duniawi yang memabukkan, maka sekali lagi, tengoklah ke belakang. Jutaan rakyat telah mempercayakan  pemimpin sebagai satu-satunya kandidat yang memiliki imunitas agar mampu menahan diri dari segala godaan dan rayuan duniawi.

Pada saat kampanye lalu,  para pemimpin telah berkali-kali menegaskan bahwa jabatan kepala daerah hanyalah ladang pengabdian, yang harus memberikan teladan pada nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Jika  pemimpin mengkhianati apa-apa yang telah  pemimpin sampaikan, dan telah direkam dalam memori jutaan  masyarakatnya,  maka dikhawatirkan bahwa doa-doa yang telah dipanjatkan akan berubah seketika, serta berbalik menjadi bumerang dan kutukan yang dapat mencelakakan hidup pemimpin.

Tulisan ini adalah pesan yang disampaikan sebagai representasi dari  masyarakat Sumsel dan Palembang  yang memilih dan memberi kepercayaan kepada  pemimpin daerahnya  sebagai figur yang layak menjadi kepala daerah .

Selama ini  pemimpin ini telah menunjukkan idealisme yang cukup tinggi, menyuarakan citra kemandirian, menjanjikan transformasi dan perubahan, hingga  masyarakat percaya dan memilihnya  sebagai juru bicara untuk membela kepentingan dan cita-cita rakyat.

Tidak banyak tuntutan yang diajukan.  Masyarakat hanya menginginkan pemimpinnya harus belajar dari sejarah.  Masyarakat tidak menghendaki  pemimpinnya terjatuh ke lubang galian yang sama, oleh karena pemimpinnya sendirilah yang menggali lubang tersebut.  Masyarakat hanya mengharapkan pemimpinnya memiliki kepekaan dan kepedulian kepada realitas masyarakat yang harus dicintai dan dilayani dengan sebaik-baiknya.

Seperti di ketahui kota Palembang dan Sumsel pada umumnya memiliki cerita sejarah yang panjang, banyak tinggalan sejarah bersejarah yang di tinggalkan dari sejak Kerajaan Sriwijaya hingga kini yang bangunanya dan situs dan benda-benda sejarahnya masih ada.

Sayang tidak banyak kepala daerah di Sumsel dan Palembang yang peduli dengan bidang sejarah termasuk budaya, akibatnya sejarahnya lama –lama hilang, bangunan bersejarah kita hancur akibat kepentingan ekonomi sesaat dan kebijakan pemimpin daerah terdahulu, semuanya tutup mata dan tutup telinga.

Baca Juga:  Kisah Meledaknya Granat Tanjung Enim di Tangan Kanan Kolonel Bambang Utoyo

Sekarang terkesan kepala daerah di Sumsel lebih sibuk membangun infrastruktur dan kesejahteraan masyarakat dan mengabaikan sejarah dan budaya Sumsel dan Palembang, padahal rohnya pembangunan itu ada di sejarah dan budaya, oleh karena pendahulu kita dan sejarah dan budaya masa lalulah yang membuat kita semua ada dan hidup sejahtera dan aman hingga kini.

Masyarakat tidak bangga  ketika pemimpinnya telah mengaspal jalan,  masyarakat tidak bangga, ketika  pemimpinnya membangun bangunan  namun masyarakat lebih bangga kalau anda semua menyelamatkan sejarah dan budaya Sumsel dan Palembang dengan  sekuat tenaga, anda, karena jika sejarah dan budaya  anda jadikan program pembangunan utama, maka ini berdampak sangat besar bagi Sumsel dan Palembang.

Kita tidak ingin sejarah  Sumsel dan Palembang di klaim oleh Belanda, oleh Malaysia, oleh Singapura dan oleh negara lain lantaran kita tidak sanggup dan tidak mampu menjaga dan sejarah dan kebudayaan kita sendiri, karena selama ini kita lebih banyak diam dan mengabaikan sejarah dan budaya kita sendiri.

Ajak bicara para sejarawan, tokoh masyarakat, tokoh agama, budayawan, pelaku seni, komunitas terkait bagaimana membangun Palembang kedepan, bagaimana membangun Sumsel kedepan dengan sejarah dan budayanya dan direalisasikan dan jangan hanya janji –janji manis tanpa realisasi seperti selama ini terjadi , jangan sibuk dengan aktivitas rutin selaku kepala daerah.

Selama beberapa bulan   masyarakat telah menikmati keakraban dengan  pemimpinnya sebagai salah seorang kandidat. Masyarakat belum sepenuhnya mengetahui kemampuan  pemimpinnya dalam menyelaraskan ucapan, sikap, dan tindakan yang akan ditunjukkan kepada masyarakat.

Maka  pemimpin daerah  harus membuktikan kejujuran dari sikap  serta komitmennya kepada masyarakat, sedangkan kesuksesan dan kemuliaan sudah pasti diraih dalam kehidupan pemimpin. Tetapi jika pemimpin  mengecewakan dan membohongi masyarakat, maka masyarakat sendirilah yang menggugurkan kepercayaannya , hingga  pemimpin seperti ini akan berhadapan dengan tudingan masyarakat bahwa pemimpin mereka telah gagal menjadi pemimpin yang baik.  Masyarakat tidak menghendaki adanya penguasa daerah yang mengulang sejarah kegagalan itu.#

 

 

Komentar Anda
Loading...