Pilgub Sumsel Di Palembang Dan Muaraenim Cacat Hukum Dan Batal Demi Hukum, PSU Harus Dilakukan
Palembang, BP
Ketidakjelasan terkait persoalan salinan Daftar Pemilik Tetap (DPT) dan pengangkatan PPK dan PPS di kota Palembang dan Muaraenim yang muncul saat pengajukan keberatan paslon nomor 4 Dodi-Giri pada saat rekapitulasi penghitungan suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (Pilgub) tingkat provinsi Sumatera selatan (Sumsel) di KPU Sumsel , Minggu (8/7), tak di respon pihak KPU Sumsel.Sehingga hasil hasil dari proses itu yaitu Pilgub Sumsel tentu menjadi tidak sah.
Akibatnya Pilgub Sumsel menjadi cacat dan batal demi hukum , baik pemungutan dan hasil perolehan suaranya sehingga pemilihan suara ulang (PSU) untuk Palembang dan Muaraenim, khusus untuk Pilgub Sumsel harus dilakukan KPU Sumsel atas rekomendasi Bawaslu Sumsel.
Akhirnya tim advokasi pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumsel Nomor Urut 4 HM Dodi Reza Alex-HM Giri Ramandha N Kiemas resmi mengajukan gugatan sengketa Pilkada Sumsel ke Bawaslu Sumsel, Selasa (10/7) sore.
Tim Advokasi Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumsel Nomor Urut 4 HM Dodi Reza Alex-HM Giri Ramandha N Kiemas , Mualimim SH mengaku, hari ini pihaknya resmi mengajukan gugatan sengketa pilkada ke Bawaslu Sumsel sehubungan dengan ketidakjelasan terkait persoalan salinan DPT dan pengangkatan PPK dan PPS di kota Palembang dan Muaraenim yang muncul saat pengajukan keberatan paslon nomor 4 Dodi-Giri pada saat rekapitulasi penghitungan suara Pilgub Sumsel tingkat provinsi Sumsel di KPU Sumsel , Minggu (8/7).
“ Kenapa kami tidak mengambil objek sengketa ini kepada keputusannya , karena itu menurut kami wewenangan Mahkamah Konstitusi, karena sudah berhubungan dengan perolehan suara, sehingga kami fokuskan kepada ada ketidakjelasan tentang masalah salinan DPT dan pengangkatan PPK dan PPS pada saat acara tersebut yang disampaikan saksi paslon dan itu tidak dan itu tidak mendapatkan tanggapan maupun penjelasan dari pihak KPU, “ katanya.
Dalam sengketa ini menurutnya yang pihaknya gugat yang diajukan sebagai pihak termohon tentu KPU Sumsel, “ Kami berharap sejak hari ini kami daftarkan Bawaslu Sumsel segera meregistrasi karena memang kita ada batasan waktu tidak lebih dari 12 hari sengketa ini harus segera selesai,” katanya.
Tentang materi gugatan menurutnya , pertama pihaknya ingin meyakinkan kepada semua baik penyelenggara dan seluruh penserta paslon dan kepada masyarakat Sumsel bahwa ada satu peristiwa yang kami anggap cacat yang itu mencederai asas asas pemilu yaitu asas jujur dan adil dalam proses Pialgub 2018 ini.
“Itu yang ingin kami yakinkan kepada semua pihak , dan ini bukan soal menerima atau tidak terkait dengan hasil kemarin diplenokan di KPU tapi sekali lagi ada proses yang kami anggap cacat dan itu persoalan sangat prinsip karena berkaitan dengan asas jujur dan adil dalam proses penyelenggraan ,”katanya.
Dan yang menjadi sorotan, terkait tidak diberikan salinan DPT yang dianggap hal sangat prisnip karena itu berpemngaruh kepada saksi paslon nomor 4 tidak bisa memeriksa dan meneliti pada hari pemungutan suara, tidak bisa meneliti apakah pemilih yang hadir itu betul terdaftar atau tidak terdaftar dalam DPT, itu berpengaruh kepada siapa yang bisa menguju kemudian ketika saksi tidak bisa memeriksa itu bisa jadi muncul satu kejadian satu orang memilih lebih dari satu kali .
Kedua ada soal PPK dan PPS yang diangkat hanya untuk kepentingan Pilwako dan Pilbupati setempat, sehingga tidak disebut bertugas dan berwenang untuk tugas pilgub , sehingga muncul kasusnya di Palembang dan di Muaraenim.
“Kita periksa SK pengangkatannya itu, dia berwenang ngurusin Pilwako dan Pilbup untuk Pilgub mereka tidak berwenang, kami menganggap ini suatu keadaan yang dia tidak berwenang sehingga hasil hasil dari proses itu yaitu Pilgub tentu menjadi tidak sah, “ katanya.
Sehingga dalam gugatan sengketa ini pihaknya melihat ada empat peraturan perundang-undangan yang dilanggar pihak penyelenggara yaitu KPU sehingga terhadap Palembang dan Muaraenim, pihaknya minta Bawaslu Sumsel untuk dinyatakan cacat dan batal demi hukum , pemungutan dan hasil perolehan suaranya.
“Kita minta minta untuk dilakukan pemilihan suara ulang untuk Palembang dan Muaraenim, khusus untuk Pilgub Sumsel,” katanya.
Bukti –bukti yang dibawa ke Bawaslu Sumsel menurut berkaitan dengan dalil-dalil dalam permohonan pihaknya sehingg aitu berkiatan salinan DPT dan pengangkatan PPK dan PPS.
Hal senada dikemukakan Sulastriana SH mengatakan, jika permasalahan SK PPK dan PPS di beberapa daerah yang ada di Sumatera Selatan (Sumsel) patut dipertanyakan keabsahannya.
Karena berdasarkan temuan pihaknya, ada beberapa daerah yang tidak secara jelas menyebutkan tugas PPK dan PPS dalam pelaksanaan Pilkada serentak.
“Sejauh ini ada dua KPU yang tidak secara jelas menyebutkan tugas PPK dan PPS dalam SK yang mereka keluarkan yakni KPU Palembang dan KPU Muara Enim” tutur wanita yang akrab disapa Lastri ini.
Ditambahkan Lastri, dengan tidak disebutkan objek pekerjaan yang dilakukan oleh PPK dan PPS tersebut maka diduga jika legalitas mereka dalam menjalankan tugas sebagai penyelenggara pemilu patut dipertanyakan.
“Kalau dari SK saja mereka sudah tidak jelas, maka otomatis apa yang mereka kerjakan tentunya patut dipertanyakan karena ini menyangkut pertanggungjawaban penggunaan anggaran negara” jelas Lastri.
Untuk itu, lanjut Lastri, pihaknya mendesak kepada Bawaslu Sumsel untuk menggelar pemilihan suara ulang (PSU) di beberapa wilayah yang SK dari KPU tidak jelas alias ilegal. “Bawaslu harus merekomendasikan PSU karena dengan SK abal-abal ini, produk yang mereka keluarkan juga tidak sah” katanya.
Permasalahan keabsahan para penyelenggara pemilu di Kota Palembang, terkait tidak tercantumnya tugas PPK yang dikeluarkan oleh KPU Kota Palembang untuk pelaksanaan Pilgub dibenarkan oleh salah seorang anggota PPK.
“Dalam SK yang dikeluarkan KPU Kota Palembang, tidak disebutkan untuk pelaksanaan Pilgub” ujar Arsyad, salah seorang anggota PPK di Kecamatan Jakabaring saat ditemui di kantor Bawaslu Selasa (10/7).
Dikatakan Arsyad, Dalam SK KPU Kota Palembang Nomor 080/PP.05.3-Kpt/1671/KPU-Kot/XI/2017 yang ditanda tangani oleh Ketua KPU Kota Palembang Syarifudin menyebutkan jika tugas PPK hanya membantu KPU menyelenggarakan Pemilihan Kepala Daerah Serentak.
“Dalam SK tersebut tugas PPK hanya membantu KPU menyelenggarakan Pilkada serentak, tidak menyebutkan untuk pemilihan Gubernur, padahal selain pemilihan Walikota, pada Pilkada serentak ini, Sumsel juga melakukan pemilihan Gubernur” kata Arsyad.
Sedangkan Bawaslu Sumsel mengaku hingga kini sedang memproses laporan dari saksi paslon nomor 4 Dodi dan Giri terkait pelanggaran penyelenggaraan Pilgub Sumsel 2018. Keputusan ada tidaknya pelanggaran akan diumumkan pada Jumat mendatang.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Bawaslu Sumsel Junaidi diruang kerjanya, Selasa (10/7).
Junaidi mengatakan, saksi paslon nomor 4 dalam Pilgub ini memberikan laporan ditemukannya PPK yang tidak ada SK tugasnya sebagai penyelenggara dalam Pilgub Sumsel di Muara Enim dan Palembang.
“Mereka mamberikan laporan pelanggaran. Ini sedang diproses dengan memanggil pelapor dan pihak terkait yakni KPU Muara Enim dan Palembang,” katanya.
Junaidi menuturkan, pihaknya hari ini telah memanggil KPU Muara Enim dan Rabu besok akan memanggil pihak dari KPU Palembang. Kemudian Kamis akan dikonsultasikan dengan Bawaslu RI. “Hasilnya akan diumumkan empat hari dari hari ini yakni Jumat,” kata, Selasa (10/7).
Ketika disinggung mengenai tuntutan PSU di Palembang, Junaidi mengungkapkan, untuk persoalan DPT itu hanya pelanggaran administrasi. Itu tidak bisa mengubah substansi. “Enggak bisa PSU dengan landasan jumlah DPT. Karena ada batasan waktu dan hari atas rekomendasi PTPS, PPL atau Panwascam, itu 2 hari setelah pencoblosan jika memang ada kesalahan jumlah DPT. Yang terkait dengan DPT sudah disimpulkan tidak bisa menjadi landasan untuk PSU, ” katanya.
Sedangkan untuk laporan pelanggaran lainnya, lanjut Junaidi, masih diproses tidak bisa bicara sekarang. Karena masih proses. “Paling lama 4 hari sejak hari ini sudah ada keputusannya. Tuntutan PSU akan diproses sesui aturan berlaku, ” katanya.
Sebelumnya Ketua KPU Sumatera Selatan (Sumsel) Aspahani mengaku pihaknya sudah membuat SK rekapitulasi hasil Pilgub Sumsel 2018 dan sudah diberikan masing-masing pasangan calon Gubernur Sumsel, Bawaslu Sumsel, ke KPU RI dalam bentuk soft copi (menggunakan situng) saat usai rapat pleno rekapitulasi Pilgub Sumsel, Minggu (8/7).
“Persoalan penetapan calon terpilih, kita masih menunggu terkait apakah ada sengketa di MK , “ katanya ketika ditemui di KPU Sumsel, Senin (9/7).
Menyikapi masih ada ada pihak belum menerima, hasil rekapitulasi pilgub Sumsel menurutnya, jika mereka ada tuntutan terhadap proses ini ditingkat kabupaten kota dan proses itu harus ditindaklanjuti jika ada rekomendasi Bawaslu.
“Setelah kita rekapitulasi itu selesai perolehan masing-masing paslon itu sudah tahu nanti paslon bisa saja menganggap hasilnya tidak sesuai, kalau tidak sesuai kita bisa koreksi pada pleno kemarin, tetapi dalam kenyataan ini tidak, semua hasil itu sesuai, cuma belum ada yang menerima , beda ya kalau tidak sesuai harus kita koreksi, kalaupun ada persengketaan lebih lanjut, itu ranahnya Mahkamah Konstitusi,” katanya.
Untuk itu pihaknya menunggu masa berakhir mereka mengajukan gugatan di MK dan MK akan mengeluarkan register daerah mana saja melakukan sengketa.
“Bila sampai akhir, KPU Sumsel tidak termasuk atau termasuk maka disitulah kita melakukan tindakan,” katanya.
Sedangkan anggota KPU Sumsel Ahmad Naafi mengatakan,untuk mengajukan gugatan ke MK paska rekapitulasi pilgub Sumsel dilakukan selama tiga hari.
“Pengumuman hasil rekapitulasi hasil Pilgub Sumsel 7 hari setelah penghitungan di KPU Sumsel karena untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk mengakses proses hasil rekap yang kita lakukan semalam, selanjutnya bagi paslon yang tidak menerima dan melakukan upaya hukum ke MK harus ada waktu melengkapi persyaratan selama tiga hari kedepan sejak ditetapkan semalam pukul 22.00, 3 X 24 sudah harus didaftarkan ke MK oleh paslon, itu hak mereka mengadukan ke MK,” katanya.
MK menurutnya, tanggal 21 Juli mengumumkan secara serentak ada semacam kasus bisa dilanjutkan, sudah terdaftar di 170 daerah.
” Masih ada waktu panjang untuk kita mengecek itu, karena ditahapan tanggal 23, 24 dan 25 Juli itu paska keputusan MK kita harus menetapkan , tapi menyesuaikan jadwal di MK, jika kita mendapat surat register dari MK bahwa tidak ada gugatan terdaftar disitu, tidak ada persidangan maka bisa kita tetapkan, kalau ada gugatannya kita menyesuaikan sidang di MK,” katanya.
Soal pengaduan terkait Pilgub Sumsel di Bawaslu Sumsel , menurut Naafi, kalau menyangkut selisih hasil tidak bisa disampaikan ke Bawaslu, karena mengenai hasil Pilgub Sumsel tetap harus ke MK.
“Kalau pelanggaran seperti TSM segala macam termasuk mekanisme, prosedur khan lagi di proses di Bawaslu, termasuk termasuk katanya tidak memperoleh DPT untuk saksi , kita lihat dulu konteksnya apa, karena itu hak bagi saksi, kalau haknya tidak dituntut saat proses rekap, kita juga tidak juga bisa menyalahkan KPPS kita juga, karena mereka mungkin tidak meminta, itu tidak wajib kita berikan, saksi punya hak mendapatkan DPT tapi kalau hak mereka tidak ditanyakan dengan KPPS itu juga khan KPPS tidak bisa memberikan langsung kalau tidak di tanyakan tapi DPT sudah ditempel disitu, apabila mereka tidak dapat DPT bisa dilihat disitu, hak itu tidak wajib bagi KPPS, tapi kalau meminta pasti di kasih,” KPPS, karena ketentuannya tidak ditulis secara aturan, wajib memberikan DPT ke saksi,” katanya.
Selain itu, kalau ada penetapan Bawaslu Sumsel soal ditunda penetapan gubernur Sumsel terpilih menurutnya. akan dilihat konteks penundaan apa, karena kalau hasil tidak berubah , tidak bisa secara langsung menetapkan yang bersangkutan harus ditunda penetapannya.
“Kami sudah berkoordinasi dengan Bawaslu menyangkut kemungkinan PSU dan sebagainya, PSU itu ada ketentuan dan kreterianya , pertama gangguan keamanan, bencana alam, itu hal yang menjadi pegangan bagi Bawaslu,” katanya.
Soal permasalahan DPT, menurutnya sudah ada tahapan seperti pengumuman, perbaikan DPT sesuai rekomendasi Bawaslu, upaya-upaya tersebut sudah mengakomodir hak-hak masyarakat, dan tahapan itu sudah dilaksanakan.
“ Ketika kita permasalahkan diakhir , kita pertanyakan juga karena tahapan harus juga berjalan dan kita koordinasi dengan Bawaslu soal PSU,” katanya.#osk