Parkir di Palembang- Antara Teknologi dan Mentalitas

57

Oleh: M Yasin (Pemerhati sosial budaya)

Palembang, kota yang dijuluki “Bumi Sriwijaya” ini kini menghadapi masalah klasik yang mengganggu kenyamanan warganya: sistem parkir yang kacau. Persoalan ini bukan sekadar soal kurangnya lahan, tetapi lebih pada tumpang tindih regulasi, infrastruktur yang tertinggal, dan mentalitas pengguna jalan yang abai. Jika tidak segera diatasi, dampaknya akan semakin merusak tata kota dan kualitas hidup masyarakat.

Pemerintah Kota Palembang sebenarnya telah memiliki  sejumlah aturan tentang parkir diantaranya Peraturan daerah Kota Palembang tentang parkir diatur dalam beberapa Perda dan Perwali. Perda yang mengatur pengelolaan dan retribusi parkir adalah Perda Kota Palembang No. 4 Tahun 2008. Peraturan Walikota Palembang No. 60 Tahun 2015 mengatur penyelenggaraan parkir dengan sistem progresif. Selain itu, ada Perda Kota Palembang No. 16 Tahun 2011 yang mengatur retribusi jasa umum, termasuk retribusi parkir. 

Baca Juga:  Ekonomi Sumsel Harus Ada Gebrakan Pemerintah

Tetapi implementasinya lemah. Contoh nyata terlihat di Pasar 16 Ilir, di mana parkir liar dibiarkan karena tidak jelas siapa yang bertanggung jawab—apakah  Dishub, Satpol PP, atau kelurahan. Koordinasi antarinstansi yang buruk membuat penertiban hanya bersifat  reaktif , bukan preventif.

 

Selain itu, tarif parkir tidak standar. Di kawasan wisata seperti  Benteng Kuto Besak, petugas liar (sering tanpa seragam) seenaknya mematok tarif Rp 5.000–Rp 20.000 tanpa karcis resmi. Yang lebih memprihatinkan, pendapatan retribusi parkir tidak transparan. Ke mana larinya uang parkir yang seharusnya menjadi pendapatan daerah?

Baca Juga:  Lomba Cover Lagu Daerah Sumatera Selatan Membludak

Palembang, sebagai kota metropolitan, masih mengandalkan sistem parkir manual dengan karcis kertas yang rawan manipulasi. Bandingkan dengan Jakarta yang sudah menggunakan JakParking atau Surabaya dengan e-parkir berbasis QRIS. Teknologi bukan sekadar gimmick, tetapi solusi untuk meminimalkan pungli dan meningkatkan akuntabilitas.

Tidak bisa dimungkiri, kurangnya kedisiplinan pengendara memperburuk situasi. Ini menunjukkan bahwa masalah parkir juga berkaitan dengan kesadaran hukum masyarakat.

Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan langkah-langkah konkret:

  1. Hukum yang Konsisten:
  • Satpol PP dan Dishub  harus melakukan razia rutin dengan sanksi tegas, bukan sekadar teguran.

  • Sosialisasi Perda Parkir ke masyarakat dan pelaku usaha.

  • Bangun gedung parkir bertingkat di kawasan perkantoran dan wisata.

  • Implementasi  sensor kepadatan parkir  dan  pembayaran digital untuk mengurangi pungli.

  • Libatkan  karang taruna atau komunitas lokal dalam pengawasan parkir liar.

  • Buat  sistem pelaporan online untuk melaporkan pelanggaran parkir.

Baca Juga:  Anak dan Ayah Dikeroyok

Masalah parkir di Palembang adalah cerminan dari  lemahnya tata kelola kota. Namun, dengan integrasi teknologi, regulasi yang jelas, dan partisipasi masyarakat, bukan tidak mungkin kota ini bisa menata ulang sistem parkirnya. Jangan biarkan parkir liar dan ketidaktertiban merusak wajah Palembang sebagai kota budaya dan destinasi wisata.#udi

 

 

Komentar Anda
Loading...