Dr Dora Dijerat Pidana Pencucian Uang
Palembang, BP–Setelah hampir lima bulan pasca penangkapan, perkara dugaan tindak pidana korupsi yang membelit mantan Plt Direktur RSUD OKU Timur, dr Dora Djunita Pohan (55) memasuki babak baru.
Dr Dora dihadapkan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Palembang sebagai terdakwa dengan agenda pembacaan dakwaan oleh Jaksa Penuntu t Umum (JPU), Senin (6/8).
Dakwaan yang dibacakan JPU Rosmaya disebutkan bahwa perbuatan terdakwa dianggap melanggar Pasal 2 Subsider Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Selain itu perbuatannya juga didakwa melanggar Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dalam dakwaan jaksa disebutkan, perkara tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan terdakwa bermula saat dirinya diangkat sebagai Direktur RSUD OKU Timur pada 6 Mei 2014 silam.
Menurut jaksa, meski ia baru menjabat Plt Direktur RSUD OKU Timur 6 Mei 2014, namun terdakwa telah menerbitkan surat tugas sebagai dasar pelaksanaan tugas dr Diana Sari, Sp.THT-KL, sebagai dokter spesialis THT di RSUD OKU Timur pada 1 Mei 2014. Meski saat itu dirinya masih menjabat sebagai Kabid Pelayanan di rumah sakit tersebut.
Untuk membayar honorarium dr Diana, terdakwa memerintahkan saksi Yulkasmir mengajukan permintaan uang pembayaran honorarium yang dilakukan empat tahap, masing-masing Rp19 juta setelah dipotong pajak.
Kemudian pada Oktober 2014 terdakwa memerintahkan saksi Adi Prasetya (Kabid Keuangan) dan saksi Yulkasmir (Bendahara Pengeluaran APBD) mengajukan permintaan pembayaran honorarium dr Agus Prawira Prapta, Sp.Rad untuk Januari-Oktober 2014 ke Kantor BPKAD OKU Timur.
Namun saksi Adi mengatakan, untuk honorarium dr Agus tidak bisa ditagihkan karena dokter nya tidak pernah hadir dan surat perjanjian kerja sama sebagai kelengkapan persyaratan belum ditandatangani yang bersangkutan.
Mendengar jawaban saksi Adi, terdakwa tetap memerintahkan saksi agar mengajukan pencairannya dan karena surat perjanjian belum ditandatangani dr Agus, maka terdakwa mengambil surat tersebut dan menandatanganinya sendiri.
Selanjutnya terdakwa menyerahkan surat perjanjian tersebut kepada saksi Yulkasmir dan memerintahkan mengajukan permintaan pembayaran honorarium dr Agus ke BPKAD Kabupaten OKU Timur.
Tetapi pengajuannya ditolak karena tidak dilengkapi dengan daftar hadir, kemudian terdakwa memanggil saksi Adi, saksi Susilo Budi Utomo (bendahara penerimaan BLUD) dan saksi Yulkasmir.
Kemudian terdakwa memerintahkan supaya uang honorarium dr Agus dibayar menggunakan anggaran BLUD RSUD OKU Timur, tetapi saksi Adi kembali menolak dengan alasan tidak sesuai prosedur dan tidak dianggarkan dalam BLUD.
Lalu pada 20 Oktober 2014 terdakwa memerintahkan saksi Susilo mengambil uang Rp100 juta dari anggaran BLUD RSUD Kabupaten OKU Timur untuk membayar honorarium dr Agus.
Setelah uang dicairkan, terdakwa meminta saksi Susilo menyerahkannya kepada saksi Zuraida (Kasubag Perbendaharaan) dan selanjutnya diserahkan serta disimpan terdakwa di laci meja kerjanya.
Tidak hanya itu di Januari 2015 terdakwa menandatangani sendiri tanda tangan dr Agus dan selanjutnya pada Mei 2015 meminta para saksi mengajukan permintaan pembayaran honorarium Januari- Mei Rp50 juta.
Setelah dicairkan uang tersebut disimpan terdakwa, begitu juga dengan Juni-Juli 2015 terdakwa menerima uang honorarium dokter. Serta terdakwa juga menandatangani kerja sama dengan dokter spesialis kejiwaan dr Farah Syafitri Karim, Sp.KJ.
Sehingga berdasarkan hasil audit, atas perbuatan terdakwa keuangan negara mengalami kerugian Rp540.562.923.
Usai jaksa membacakan surat dakwaan, majelis hakim yang diketuai Saiman memberikan kesempatan kepada terdakwa berkoordinasi dengan tim penasihat hukumnya.
Namun para pengacara terdakwa menanggapi bahwa tidak mengajukan keberatan, sehingga persidangan akan kembali dilanjutkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi serta terdakwa diperintahkan tetap kembali ke tahanan. #ris