
Tanjak dan Tifa Warnai Perhelatan AGSI di Malaysia

Palembang, BP–Dalam rangka memperkuat hubungan antar saudara serumpun, beberapa waktu lalu Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) melakukan kunjungan ke Malaysia. Rombongan yang dipimpin oleh Presiden AGSI Sumardiansyah Perdana Kusuma diterima oleh Ketua Persatuan Guru Sejarah Malaysia (PGSM) Bakhtiar Sukhor dan Ketua Persatuan Sejarah Melayu (PSM) Tan Sri Omar Moh. Hashim. Kegiatan tersebut berlangsung dari tanggal 22-23 Maret 2018 bertempat di Wisma Sejarah Kuala Lumpur, Malaysia , antara AGSI, PGSM, dan PSM berhasil mengadakan Seminar Antar Bangsa Kesejarahan Guru Sejarah Indonesia-Malaysia yang diikuti oleh 100 orang Guru-Guru Sejarah dari berbagai negeri bagian di Malaysia dan 30 orang Guru-Guru Sejarah sekaligus Pengurus Pusat AGSI dari Sabang sampai Merauke.
Provinsi Sumatera Selatan sendiri diwakili oleh 5 orang Guru Sejarah. Merry Hamraeny yang juga Koordinator AGSI Provinsi Sumatera Selatan, Selasa (10/4) menganggap kegiatan ini sangat positif dalam rangka pengembangan profesionalisme Guru Sejarah, dan keikutsertaan Sumatera Selatan adalah bentuk dukungan daerah terhadap gerakan AGSI.
“Seminar ini membicarakan beberapa tema seperti model pembelajaran, kemahiran berpikir sejarah, kurikulum, dan kesejarahan. Antara Guru Sejarah Indonesia dan Malaysia secara bergantian saling memaparkan makalahnya. Seminar juga menghadirkan pihak perguruan tinggi yang diwakili oleh Prof. Dr. Sivachandralingam Sundara Raja dari Universitas Malaya dan Moh. Izwan Shahril, Ph.D dari Universitas Pendidikan Sultan Idris,” katanya.
Sedangkan Presiden AGSI Sumardiansyah Perdana Kusuma mengemukakan beberapa gagasan antara lain: (1) perlunya membangun kebanggaan dan mempertegas kembali identitas kita sebagai Melayu; (2) mengangkat peran Pendidikan Sejarah yang berorientasi pada nilai-nilai positif (penguatan karakter bangsa); (3) mempertemukan antara pemerintah, sejarawan, dan guru sejarah dalam menghadirkan narasi-narasi sejarah yang berbasis riset dan pedagogical content knowledge; (4) memerangi hoax yang bisa memicu kerenggangan antara Indonesia-Malaysia dengan memperkuat literasi dan diskusi; (5) Guru sejarah adalah ujung tombak peradaban, menjadi Guru Sejarah adalah sebuah kebanggaan dan kemuliaan. Tampak para audience dari kedua negara sangat antusias dan memberikan applause atas apa yang disampaikan oleh Presiden AGSI.
Bakhtiar Sukhor selaku Ketua PGSM mengungkapkan bahwa seminar Antara Bangsa Indonesia-Malaysia dapat menjadi sarana bagi Guru-Guru Sejarah untuk berbagi ilmu, pengalaman, dan pemikiran dalam memantapkan pendidikan sejarah.

Hasil dari seminar diharapkan akan berdampak positif bagi institusi pendidikan masing-masing. Sedangkan Tan Sri Omar Moh. Hashim Ketua PSM menerangkan bahwa kerja sama antara Indonesia-malaysia telah berperan mendokumentasikan pengalaman sejarah dalam berbagai bidang di alam Melayu ini. Rasa cinta terhadap sejarah dan warisan bangsa perlu dipupuk, dirangsang, dan digalakan, terutama terhadap generasi muda.
Tan Sri Omar Moh. Hashim, didampingi Bakhtiar dan Sumardiansyah kemudian mendapatkan kehormatan untuk meresmikan seminar antara bangsa Indonesia-Malaysia. Pada momen ini diperkenalkan juga tanjak, ikat kepala khas Sumatera Selatan dan tifa, alat music khas Papua sebagai warisan budaya Indonesia. Kedua benda itu diserahkan secara simbolik sebagai bentuk kenangan dari Indonesia untuk Malaysia.
Mereka berharap kegiatan semacam ini bisa terus berlanjut, selain mendapat ilmu pengetahuan, juga menambah jaringan persaudaraan, ungkap Herni Henry, Guru Sejarah SMK Bandar Sri Damansara 1 Malaysia.

Selain seminar, rombongan AGSI juga berkesempatan audiensi dengan Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Indonesia di Malaysia, Prof. Dr. Ari Purbayanto, agar AGSI dapat berkontribusi lebih jauh dalam dunia Pendidikan dan Kesejarahan dalam konteks Indonesia-Malaysia. Pada tanggal 24 Maret 2018 rombongan AGSI dijamu oleh perwakilan Ketua Menteri Malaka Ibu Azlin Nurain Adnan, makan siang di restoran Melayu Malaka serta diajak mengunjungi situs-situs sejarah seperti Stadthuys, museum, dan benteng St. Paul’s Hills (Afamosa). Melihat sepak terjang AGSI tentu semua berharap agar keberadaan organisasi ini dapat mengangkat harkat dan martabat Guru serta mata pelajaran Sejarah di Indonesia. #osk