Massa FPR Demo Dewan
Muarabeliti, BP
Pengerahan massa yang dilakukan Front Perlawanan Rakyat (FPR), untuk mengepung gedung DPRD Mura sebagai aksi solidaritas, atas meninggalnya petani Puji bin Tayat warga desa Bengku, Kecamatan Bajubang, Batanghari Jambi, yang diduga dilakukan TNI/Polri hanya gertak sambal saja. Buktinya, Selasa (18/3), warga yang melakukan aksi solidaritas cuma puluhan orang saja.
Untuk diketahui meninggal Puji ini diduga kuat dengan kondisi tangan diborgol, kaki diikat tali, kondisi wajah dalam keadaan rusak dan penuh luka, kejadian pada 5 Maret 2014. Tindakan tersebut diduga kuat dilakukan oleh aparat TNI dan securty PT Asiatic Persada.
Kedatangan massa, meminta pengusutan secara tuntas pembunuhan Puji bin Tayat, tarik pasukan TNI-Polri dari wilayah konflik agraria baik di Provinsi Jambi maupun daerah konflik lainnya, kembalikan hak atas Ulayat 3550 Ha kepada masyarakat suku Anak Dalam 113, sesuai dengan rekomendasi Gubernur Provinsi Jambi.
Bahkan masa meminta DPRD Mura, serta Pemkab Mura, untuk mengadakan rapat konsolidasi kepada pihak TNI-Polri mengenai pengawasan tugas pokok dan fungsi sebagai bentuk pencegahan aksi premanisme yang dilakukan aparat.
Dalam orasinya Ketua Forum Perlawanan Rakyat Oji menegaskan, dengan adanya pembunuhan tersebut dirinya meminta kepada anggota dewan dan pemerintah untuk menyurati Panglima TNI supaya menarik anggota TNI yang bekerja di perusahaan, bahkan pihaknya mempertanyakan fungsional TNI yang menjadi premanisme.
“Ini bentuk kebiadaban dan harus mengayomi bukan membunuh. TNI merupakan alat negara dan bukan membunuh massal.” Katanya sembari berteriak ‘Hidup Petani..!’
Menurutnya, pihaknya meminta kepada dewan dan Pemkab Mura, bagai mana caranya wilayah Mura, tidak dikuasai oleh perusahaan asing dan mengorbankan masyakat. “Seperti karyawan PT AKL yang meninggal terbunuh masalah sangketa lahan karena permasalahan yang terpendam dan belum diselesaikan,” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan mahasiswa Toni Black mengungkapkan jika adanya kesepakatan dalam aksi tersebut maka dewan harus menandatangani kain berwarna putih. “Penandatanganan diatas kain putih, meminta adanya kesepakatan diri untuk memenuhi tuntutan tadi,” Bebernya.
Ketua Komisi I DPRD Mura, Soni Rahmat Widodo, menanggapi aksi itu mengatakan, atas nama pribadi dan atas nama dewan sangat berduka atas meninggalnya petani di provinsi Jambi. Karena tindakan tersebut sangat di luar batas, saat ini penegakan hukum hanya tajam ke bawah. ” Kami sendiri tau bahwa hukum sekarang tajam ke bawah. Kami juga sering dizalimi seperti itu,” katanya.
Soni menjelaskan, pihaknya akan segera membuat surat dan meneruskan kepada pimpinannya, untuk diadakan agenda membahas enam tuntutan dalam aksi ini.
“Saya minta kalian juga memberikan surat di Pemkab Muratara dan termasuk konplik agraria tidak hanya terjadi di Provinsi Jambi dan Mura. Ini akibat Undang-undang tidak jelas,” urainya. #wan