Ruang Gagasan-JPPR Gelar Dialog Paradoks Sumsel Lumbung Energi Nasional

- SDA Melimpah Rakyat Miskin, Produksi Energi Harus Libatkan Warga Sumsel

543

PALEMBANG, BP – Ruang Gagasan dan JPPR (Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat) Kota Palembang, menggelar dialog kebangsaan bertema “Paradoks Sumsel Lumbung Energi Nasional”, di Hotel Princess komplek Ramayana, Kamis (6/4/2023). Acara juga dibalut dengan buka bersama bulan Ramadhan 1444 H/2023 M.

 

Dialog dihadiri keynote speaker Hernoe Roesprijadji SIP MH MSi, Direktur PT CNG Hilir Raya, Dr Abul Latif Mahfuz MKn Dosen Universitas UMP, Herman Effendi Astrada (Asosiasi Tambang Rakyat Sumsel). Turut hadir pengurus JPPR dan Ruang Gagasan lainnya, Andi Wiranata, Eko Wahyudi, Syaid Falaq dan Efran Martahan, serta para mahasiswa dan undangan penting lain.

 

Dalam sambutannya Ketua Pelaksana Eko Wahyudi SE menyampaikan, pihaknya mengambil tema  Paradoks Sumsel Lumbung Energi Nasional karena   secara teori Sumsel kaya akan SDA (sumber daya alam)  dan bermanfaat untuk masyarakatnya, namun pada praktek di lapangan, manfaat SDA hanya untuk orang tertentu.

“Tambang rakyat itu jelas  manfaatnya untuk masyarakat, tapi hari ini pemerintah belum  berani  melegalkannya, padahal itu bermanfaat untuk masyarakat sekitar dan warga lokal,” kata Eko.

Untuk itulah menurutnya, diskusi ini bertujuan mencari solusi tentang lumbung energi, bukan hanya acara seremonial, melainkan  ada implementasi yang  harus diberikan.

Baca Juga:  Pengenalan Manfaat Industri Hulu Migas pada Siswa SMA di Sumsel

 

Founder Ruang Gagasan dan JPPR, Yadi Pebri. (BP/Agustian Pratama).

 

SDA Melimpah Rakyat Miskin

Sementara itu, Founder Ruang Gagasan dan JPPR, Yadi Pebri mengatakan,dialog kali ini mengambil isu strategis  Paradoks Sumsel Lumbung Energi Nasional, karena SDA Sumsel banyak namun  rakyat masih miskin.

“Berdasarkan data BPS tahun 2021, Sumsel masuk 10 besar provinsi termiskin di Indonesia padahal SDA kita luar biasa kaya,” kata Wakil Ketua Pemuda Muhammadiyah Kota Palembang ini.

Yadi mengungkapkan, Sumsel memiliki potensi SDA melimpah dan energi tak terbatas mulai dari batubara,  minyak, gas seperti di Muratara ada emas dan uranium,  Sumsel juga kaya SDA perkebunan dan lainnya. Namun, hal menyedihkan dibalik kekayaan SDA itu  masih banyak masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan.

Ia berharap, diskusi yang menghadirkan pembicara berkompeten ini dapat   menghasilkan hal  menggembirakan, mencerahkan dan  diharapkan memberikan masukan  objektif kepada pemerintah  serta bisa diterima pemerintah.

“Jangan sampai potensi alam melimpah tapi tidak dimanfaatkan, sebagaimana termaktub dalam UUD  45 bahwa kekayaan SDA  harus digunakan  untuk kepentingan rakyat Indonesia,” ucap Yadi.

 

 

Menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum digelar dialog kebangsaan. (BP/Agustian Pratama).

 

Baca Juga:  SKK Migas dan Mubadala Energy Umumkan Penemuan Gas Kedua yang Signifikan secara Berurutan di Blok South Andaman, Indonesia

 Produksi Energi Harus Libatkan Warga Sumsel

 

Sedangkan, keynote speaker Direktur PT CNG Hilir Raya,  Hernoe Roesprijadji SIP MH MSi turut prihatin dengan kenyataan Sumsel lumbung pangan dan energi yang terkenal sejak 2005, namun masyarakatnya masih ada yang di bawah garis kemiskinan.

“Pada tahun 2006, saya selaku staf bisnis development perusahaan gas,  perusahaan kami  survei di Sumsel dan saya terkejut Sumsel lumbung energi itu ternyata benar. Kami telusuri pipa dari Sumatera mengalir ke Riau, Dumai, Batam hingga Singapura, jadi yang menikmati orang Singapura. Pipa  gas Sumsel mengalir hingga ke Cikarang dan dinikmati industri di Cikarang,” Hernoe mengungkapkan.

Untuk itulah ia memiliki ide agar gas alam Sumsel dapat dinikmati masyarakat Sumsel itu sendiri,  salah satunya dijual ke  angkot (angkutan kota) taksi menggantikan bensin. “Untuk itu perlu kerjasama dengan pemerintah, artinya  kenapa lumbung energi tapi masyarakatnya  miskin? karena belum memperoleh manfaat dari sumber energi itu sendiri,” ia menuturkan.

 

Selain gas, Sumsel ada minyak, namun sayang masyarakat Sumsel secara lokal tidak mampu memproduksi sehingga yang masuk ke Sumsel adalah investor asing, dalam proses produksi itu masyarakat Sumsel tidak terlibat karena untuk menjadi pegawai eksplorasi butuh keahlian khusus. Baru belakangan ini Pertamina bisa mengeksplore sendiri.

Baca Juga:  PHE Jambi Merang Salurkan Bantuan Paket Sembako Kepada Masyarakat Terdampak Bencana Banjir

“Ini paradoks, sumber besar tapi masyarakat miskin karena tidak mendapatkan dampak langsung. Maka saran dan masukan saya, dalam setiap proses produksi energi di Sumsel harusnya melibatkan warga Sumsel baik di hulu  sampai ke hilir. Agar warga Sumsel terlibat maka warga Sumsel sendiri harus meningkatkan kualitasnya,  SDM di Sumsel kualitasnya harus meningkat,” ia menegaskan.

Hernoe mengatakan, masyarakat Sumsel juga harus bisa menginstropeksi diri terkait hal ini  dan kepada pemerintah   daerah dan pusat,  disarankannya melanjutkan pembangunan kawasan industri.

“Kita harus punya (kawasan industri -red), karena dengan kawasan itu ada, maka gas dari Sumsel akan dinikmati  di Sumsel oleh wong Sumsel dan tidak akan keluar. Contohnya gas dikirim  ke Cikarang, itu digunakan untuk kawasan industri Cikarang, nah kalau kawasan industri ada di Sumsel  maka gas dari Palembang dinikmati orang Sumsel sendiri, lalu akan ada perekrutan karyawan,” ujarnya.

Terakhir ia mengatakan, untuk  sumur-sumur minyak tua yang tidak   produksi lagi namun masih memiliki kandungan  agar bisa dikelola masyarakat untuk membantu rakyat itu sendiri.

“Untuk batubara, pelabuhan  sudah ada di sini, tinggal aturan main dagangnya  harus ada payung hukum jelas, maka semua akan berjalan lebih teratur dan tepat sasaran,” Hernoe memungkasi.#gus

Komentar Anda
Loading...