Forwida Sumsel Ajukan Dua Rekomendasi Terkait Pulau Kemaro dan BOT Gedung Walikota Palembang

57
Dua Rekomendasi terkait pembangunan di Pulau Kemaro  dan BOT Gedung Ledeng atau Gedung Walikota Palembang  resmi diserahkan langsung ol eh Ketua Umum Forwida Sumsel ,Dr. Ir. Diah Kusuma Pratiwi, MT didampingi Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R.M.Fauwaz Diradja,S.H.M.Kn serta sejumlah pengurus Forwida Sumsel  kepada  Wakil Ketua Komisi I DPRD kota Palembang yang juga anggota  Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD kota Palembang,  Muhammad  Ridwan Saiman SH MH di Sekretariat Forwida  di kawasan Bukit Seguntang Palembang, Sabtu (10/4) (BP/DUDY OSKANDAR)

Palembang, BP-Forum Pariwisata dan Kebudayaan (Forwida) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel)  yang merupakan  kolaborasi pentahelix di Sumsel  yang didalamnya terdapat unsur pemerintah, masyarakat atau komunitas, akademisi, pengusaha, dan media bersatu membangun kebersamaan dalam pembangunan termasuk didalamnya terdapat Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R.M.Fauwaz Diradja,S.H.M.Kn, resmi mengajukan dua rekomendasi kepada Pemerintah kota (Pemkot) Palembang, DPRD kota Palembang dan DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) terkait pembangunan di Pulau Kemaro  harus berdasarkan fakta sejarah  dan rencana Build Operate Transfer (BOT) Gedung Ledeng atau Gedung Walikota Palembang .

Rekomendasi juga ditujukan kepada Gubernur Sumsel dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel.

Dua Rekomendasi tersebut resmi diserahkan langsung ol eh Ketua Umum Forwida Sumsel ,Dr. Ir. Diah Kusuma Pratiwi, MT didampingi Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R.M.Fauwaz Diradja,S.H.M.Kn serta sejumlah pengurus Forwida Sumsel  kepada  Wakil Ketua Komisi I DPRD kota Palembang yang juga anggota  Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD kota Palembang,  Muhammad  Ridwan Saiman SH MH di Sekretariat Forwida  di kawasan Bukit Seguntang Palembang, Sabtu (10/4).

Menurut Muhammad  Ridwan Saiman SH MH , mengenai Pulau Kemaro berdasarkan hasil  Focus Group Discussion (FGD) yang  dilaksanakan Forwida beberapa waktu yang lalu dimana dirinya mengikuti FGD secara daring tersebut dimana temuan-temuan dan fakta sejarah yang ada di Pulau Kemaro itu adalah sejarah mengenai Kesultanan Palembang Darussalam.

“ Inilah yang diinginkan pihak Forwida  sebagai pemerhati budaya, sejarah sesungguhnya untuk menjadikan  suatu aset pariwisata itu tidak keberatan tetapi jangan berpijak  kepada kerajaan Sriwijaya,  kami sebagai anggota DPRD kota Palembang  yang kebetulan sedang membahas  raperda tentang  kepariwisataan  dalam waktu dekat selasa atau rabu ini akan bertemu dengan Dinas Pariwisata kota Palembang dalam agenda rapat Bapemperda, itu akan kami sampaikan ,” katanya.

Baca Juga:  Griya Pintar Fasilitasi Anak-Anak Belajar Di Rumah Sesuai Konsep Homeschooling

Dan sudah kewajiban pihaknya sebagai anggota DPRD Palembang  untuk menerima dan menyalurkan aspirasi warga termasuk dari Forwida Sumsel.

Mengenai BOT Gedung Walikota Palembang menurut Ketua bidang Polhukam dan Kebijakan Publik DPW PKS Sumsel ini, dalam pandangan Fraksi PKS DPRD Palembang sudah disampaikan dalam rapat paripurna agar  meminta ditinjau ulang, karena terkait dua hal yaitu  asas kemanfaatan dari Gedung Walikota Palembang tersebut.

“ Kalau diserahkan pihak swasta kita khawatir rakyat tidak akan menikmati , kedua masalah budaya, gedung ledeng ini khan cagar budaya dimana usianya lebih dari 50 tahun , sudah selayaknya menjadi cagar budaya dan kewajiban pemerintah dan masyarakat untuk menjaganya  sehingga kalau mau di BOT kan menurut Fraksi PKS  dalam pemandangan umumnya beberapa waktu yang lalu itu harus ditinjau ulang ,” ujarnya.

Sedangkan Ketua Umum Forwida Sumsel, Dr. Ir. Diah Kusuma Pratiwi, MT menilai Pulau Kemaro itu ada benteng pertahanan milik Kesultanan Palembang Darussalam dan tidak ditemukan sejarah Sriwijaya di Pulau Kemaro.

“ Kalau ada keinginan untuk membuatnya menjadi  destinasi wisata Sriwijaya  itu salah,” tandasnya.

Selain itu dengan adanya artefak yang berada di baba Azim Amin  berupa uang logam kuno yang diperlukan kajian lagi bersama Balai Arkeologi  Sumsel .

“ Di Pulau Kemaro ada makam Panglima Bongsu dan prajuritnya yang dulunya bernuansa Islami, kita lihat disana beberapa yang bernuansa Islami  seperti ada huruf Arab Melayu  yang bertuliskan dilarang berzina, berjudi dan membawa Babi sekarang sudah hilang , jadi banyak nuansa islami disana hilang , kami dari Forwida  Sumsel menyatakan sikap Forwida Sumsel meminta kepada pemerintah  agar itu dikembalikan seperti sediakala,” katanya.

Baca Juga:  Adu Kambing Satu Pengendara Tewas

Pihaknya meminta kepada pemerintah  untuk membuat  fasilitas yang cukup untuk pariwisata di Pulau Kemaro seperti toilet , mushola atau masjid serta kantin-kantin yang layak untuk wisata.

 

Dua Rekomendasi terkait pembangunan di Pulau Kemaro  dan BOT Gedung Ledeng atau Gedung Walikota Palembang  resmi diserahkan langsung ol eh Ketua Umum Forwida Sumsel ,Dr. Ir. Diah Kusuma Pratiwi, MT didampingi Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) IV Jaya Wikrama R.M.Fauwaz Diradja,S.H.M.Kn serta sejumlah pengurus Forwida Sumsel  kepada  Wakil Ketua Komisi I DPRD kota Palembang yang juga anggota  Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD kota Palembang,  Muhammad  Ridwan Saiman SH MH di Sekretariat Forwida  di kawasan Bukit Seguntang Palembang, Sabtu (11/4) (BP/DUDY OSKANDAR)

“ Kami juga menginginkan destinasi Pulau Kemaro itu dilakukan berdasarkan fakta sejarah dalam pembangunannya, kami menyarankan dibuat miniatur benteng Tamengratu di pinggir Pulau Kemaro dan kami sangat menyarankan untuk segera di daftarkan sebagai cagar budaya ,” ujarnya.

Selain itu , pihaknya tidak setuju jika pembangunan yang dilakukan Pemkot Palembang di Pulau Kemaro dalam kondisi  masih ada masalah seperti soal lahan yang semestinya harus diselesaikan dulu permasalahan status lahannya oleh Pemkot Palembang.

Dia berharap apa yang disampaikan ini bisa menjadi masukan bagi DPRD Palembang dan DPRD Sumsel serta Pemkot Palembang, Gubernur Sumsel dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel.

Untuk BOT Gedung Walikota Palembang ,  Diah menilai Gedung Walikota Palembang yang bernilai sejarah tersebut harus diselamatkan  dan tidak boleh dilakukan pengrusakan  atau diambil alih oleh pihak investor.

“ Jadi kami tidak setuju kalau Gedung Walikota Palembang dibuat hotel, kalau terjadi kesulitan dalam pengelolaannya , kalau sudah jadi cagar budaya tidak ada masalah apalagi kalau sudah  dikelola oleh Dinas Pariwisata dan budaya,” katanya.

Pihaknya menyarankan agar Gedung Walikota Palembang tetap ditempati Walikota Palembang   dan dijadikan sebagai destinasi wisata.

“ Kami menyarankan agar bangunan-bangunan yang mengganggu proses cagar budaya  dibongkar seperti dilantai atas Gedung Walikota Palembang seperti ada topi, itu dibongkar  dikembalikan  seperti bangunan  asli,” katanya.

Baca Juga:  Pelaksanaan Festival Seguntang  Sebagai Hulu Melayu Kedua Tahun 2021 Ikut Terdampak Covid-19

Pihaknya menyarankan Tim Ahli Cagar Budaya (TACB)   provinsi Sumsel  turun tangan membantu TACB kota Palembang agar proses  cagar budaya  Gedung Walikota Palembang itu  segera dilaksanakan.

“ Kami menginginkan agar DPRD Sumsel dan DPRD kota Palembang juga mengangkat masalah ini  untuk dilindungi, jadi tidak ada disana pengrusakan  karena disana sebagai kawasan cagar budaya,” katanya.

Sedangkan sejarawan kota Palembang, Kemas Ari Panji menyayangkan kalau Pulau Kemaro dilakukan revitalisasi, dibangun ulang atau apapun namanya dengan cara menghilangkan sejarahnya.

“ Tetapi kita tetap mendukung  kalau Pemerintah Kota mau membangun kawasan wisata tanpa menghilangkan data-data sejarah, “ katanya.

Dosen UIN Raden Fatah , Palembang ini mencontohkan  dalam data-data tertulis yang terdapat di beberapa catatan disebutkan di Pulau Kemaro terdapat  Benteng Kesultanan Palembang Darussalam.

“Kemarin kami baru dari lapangan melihat ada beberapa penemuan misalnya  sisa kamp bekas penahanan  PKI , ada struktur bangunan dalam bentuk coran beton yang masih silang pendapat ada mengatakan bungker Jepang dan ada yang mengatakan bukan bungker, semuanya harus diperhatikan,” katanya.

Sehingga yang diharapkan menurutnya Pemerintah Kota Palembang membangun pusat pariwisata itu berbasis sejarah.

“Silahkan saja membangun kawasan itu menjadi kawasan pariwisata tapi tidak merubah unsur-unsur sejarah, kalau ada tetap kita pertahankan kalaupun tidak ada dikasih penanda misalnya Kesultanan Palembang Darussalam pernah mendirikan BentengTamengratu, minimal di kasih penanda disitu bahwa disini pernah dibangun Benteng Tamengratu sehingga yang dijual dalam konsep pariwisata itu selain bentang alam, kondisi alam panorama juga wisata sejarahnya , jangan sampai anak cucu kita kedepan  salah penapsiran  dan salah kaprah,” dia mengingatkan.#osk

Komentar Anda
Loading...