DPRD Sumsel dan Pemprov Sumsel Berikan Perhatian Terkait Sengketa Pondok Mesudji, Yogyakarta

H Budiarto Marsul
Palembang, BP
Tim bantuan hukum pondok Mesudji Yogyakarta mendatangi kantor gubernur Sumatera Selatan (Sumsel), Rabu (20/1).
Kedatangan mereka untuk mengadu kepada orang nomor 1 Sumsel yaitu Gubernur Sumsel H Herman Deru untuk penyelesaian sengketa Pondok Mesudji yang terletak di Kalurahan Wirobrajan, Yogyakarta yang kini telah masuk gugatan perdata di Pengadilan Negeri Yogya.
Turut hadir mendampingi Gubernur Sumsel Asisten I Pemprov Sumsel , Kakankesbangpol Sumsel, Biro Hukum Pemprov Sumsel, Kepala Dinas Pendidikan Sumsel, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel, BPKAD.
Anggota Komisi I DPRD Sumsel H Budiarto Marsul mengatakan, yang dibicarakan adalah masalah asrama pondok Mesudji dimana Gubernur Sumsel akan ikut membantu mencari penyelesaian.
“ Diharapkan nanti tim bantuan hukum pondok Mesudji bisa berkoordinasi dengan Pemprov Sumsel di Biro Hukum dan Asisten yang membidangi,” kata politisi partai Gerindra ini usai melakukan pertemuan dengan Gubernur Sumsel.
Selain itu menurutnya, mahasiswa Sumsel yang bersekolah di Yogyakarta menyampaikan usul agar Balai Sriwijaya yang merupakan Balai Pertemuan untuk masyarakat dan mahasiswa Sumsel yang kondisinya sangat memprihatinkan , atap sudah rusak, plapon sudah rusak agar diperbaiki dan menurutnya Gubernur membantu memperbaikinya.
“Gubernur memberikan perhatian kepada mahasiswa Sumsel yang jumlahnya banyak sekali di Yogya, Gubernur sangat well come kehadiran mahasiswa tadi dan juga mengharapkan mahasiswa Sumsel itu menjadi sales budaya Sumsel untuk memasarkan budaya-budaya Sumatera Selatan ke masyarakat di Yogya,” katanya.
Untuk status Pondok Mesudji dan Balai Sriwijaya menurutnya masih di telusuri kepemilikannya apakah masih milik Sumsel.
“ Kita lihat sajalah nanti penelusuran Pemprov dan kuasa hukum pondok Mesudji,” katanya.
Hal senada dikemukakan Tim bantuan hukum pondok Mesudji Yogyakarta Ramdlon Naning usai audiensi dengan Gubernur Sumsel.
“Alhamdulillah pak gubernur support dan akan membantu penyelesaian sengketa ini, bahkan pemerintah provinsi siap kapanpun perlu menjadi penggugat intervensi dalam perkara ini,” katanya.
Menurutnya telah terjadi Insiden upaya pengambilalihan Pondok Mesudji yang ditempati Mahasiswa dan Pelajar asal Sumsel melalui sejumlah orang mengatasnamakan yayasan Batang Hari Sembilan Sumatera Selatan dengan cara memutus aliran listrik asrama, bahkan mencoba melakukan upaya paksa pengusiran penghuni asrama 4 Desember 2020 lalu.
“Kita berharap dan berjuang agar peruntukan dan keberadaan Pondok Mesudji untuk dan dikelolah Mahasiswa dan pelajar sebagaimana semula,” katanya..
Ramdlon menceritakan, bahwa pada 1952 di Palembang Sumatera Selatan didirikan Yayasan batang Hari Sembilan, berdasarkan Akta Notaris Christian Maathius, Nomor 9 tanggal 8 Mei 1952 (08-05-1952). Yayasan ini mendirikan beberapa asrama untuk kepentingan pendidikan pelajar dan mahasiswa, diantaranya Asrama ”Pondok Mesudji” di atas tanah 1.941 M2, di Ketanggungan Wetan 138 atau (sekarang) Jl. Puntodewo 9 Wirobrajan, Kota Yogyakarta.
Sejak dulu dihuni oleh pelajar dan mahasiswa asal Sumatera Bagian Selatan (Sumsel, Jambi, Bangka Belitung dan Lampung) tanpa menyewa dan dikelola secara gotong royong.
“Tercatat berdasarkan Register Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta pada Blok VIII No.756 atas nama Yayasan Batang Hari Sembilan, yang berasal dari Jual Beli Wartam tahun 1959 yang didaftar menurut Lajang Kakantjingane Papatih Dalem Ing Karaton Ngajogjokarto tanggal 9 Desember 1941 No.191/Y/KS. Gambar Oekoeran tanggal 16 September 1941 No.395,” katanya.
Kemudian, eksistensi Yayasan Batang Hari Sembilan tahun 1952 tersebut tidak termonitor sejak tahun 1960-an sd.tahun 2000-an. Termasuk para pengurus dan pendirinya di Palembang. Meski demikian aktivias asrama mahasiswa terus berlanjut hingga sekarang dikelola gotong royong oleh IKPM Sumsel.
Tapi tiba-tiba berdiri suatu Yayasan (baru) pada tanggal 17 Juni 2015 (17-06-2015) yang menyebut dirinya sebagai “Yayasan Batang Hari Sembilan Sumatera Selatan” berdasarkan Akta Notaris Eti Mulyati SH Mkn No. 97 oleh penghadap HA Syarkowi Sirod SH kelahiran 10-11-1935 dan Dr H Burlian Abdullah, kelahiran 01-02-1944.
“Ini sudah menjadi perhatian serius oleh pemerintah Sumsel, baik gubernur maupun DPRD Sumsel,” katanya.#osk
Poto: