Restorative Justice Sudah Ada di Kearifan Lokal

91

Oleh : Albar S Subari SH SU (Ketua
Pembina Adat Sumatera Selatan)

Restorative justice atau juga disebut community justice adalah konsep yang bertujuan untuk memulihkan sesuatu kondisi sosial yang telah terganggu oleh seseorang atau sekelompok orang lain terhadap seseorang atau kelompok orang (Iman Sudiyat). Dan yang bersangkutan diberi sanksi adat berupa perbuatan atau tindakan untuk kembali kesedia kala sebelum terjadi peristiwa. Dalam bahasa lain untuk mengembalikan keseimbangan yang terganggu.

Di Indonesia, hukum adat atau juga disebut kearifan lokal pada mempunyai karakteristik yang berbeda beda, namun secara umum pada dasarnya memiliki nilai nilai yang universal yang terdapat disemua hukum yang hidup dalam masyarakat hukum adat yaitu mendukung rasa keadilan pada Warga/kaula masyarakat yang dewasa ini baru dikenal kan dalam dunia ilmu hukum, terutama ilmu hukum pidana dengan sebutan restorative justice atau community justice.

Baca Juga:  Belum Adanya Usulan Pembahasan APBD P Tahun 2020 Dipertanyakan  DPRD Sumsel

Selaras dengan pikiran Marc Levin yang mengatakan bahwa pendekatan keadilan yang berbasis masyarakat yang dulu dianggap usang, kuno, tradisional, ketinggalan jaman kini justru dinyatakan sebagai pendekatan progresif.

Prinsip dasar penyelesaian pelanggaran adat dengan menggunakan konsep keadilan restoratif dengan konsep keadilan masyarakat pemecahan nya dengan menggunakan arus utama yang sama. Keadilan restoratif terfokus pada mentranformasikan kesalahan yang dilakukan pelaku dengan upaya perbaikan, termasuklah didalamnya upaya perbaikan hubungan antara para pihak terkait dengan peristiwa hukum yang tergambar dari perubahan sikap para pihak dalam upaya mencari tujuan bersama baik berupa restitusi, reparasi maupun community services.

Dengan kata lain, dalam hukum adat/kearifan lokal” manusia,lingkungan,seluruh makhluk hidup dan masyarakat merupakan satu kesatuan pendukung kelangsungan alam kosmis, sehingga perbuatan jahat/pelanggaran adat tidak hanya berdampak buruk pada pelaku saja, melainkan juga dapat berdampak pada anggota masyarakat lainnya dan juga sifat alam sebagai ujud tanggung jawab bersama karena mengganggu keseimbangan alam.

Baca Juga:  Mapolres OKI Diserang , Pelaku Tewas Ditembak

Dalam pandangan masyarakat hukum adat, tidak ada ketentuan yang keberlakuannya disertai dengan syarat yang menjamin ketaatan nya dengan cara menggunakan paksaan. Sanksi adat tidak sama dengan pengertian pemidanaan sebagai bentuk sanksi pidana sebagaimana diajarkan pada teori teori pemidanaan klassik karena hakekatnya tujuannya berbeda. Penerapan sanksi adat adalah suatu untuk mengembalikan langkah yang berada diluar garis kosmos demi tidak terganggu nya ketertiban kosmos. Jadi sanksi adat merupakan usaha kembali ke ujud idealnya, karena pembentukan hukum pada perkembangannya tidak dipungkiri mendapatkan pengaruh dari paham religi, kebudayaan, kebiasaan dan sosial politik saat pembentukan nya. Pijakan nilai yang diusung oleh keadilan restoratif berakar dari nilai nilai tradisional.

Baca Juga:  Nasihat C. Van Vollenhoven (Penemuan Hukum Adat)

Hukuman yang bersifat fisik menjadi pilihan terakhir yang disepakati Pemuka adat/jurai tuwe, dengan tetap mempertimbangkan kondisi, waktu dan luasnya dampak akibat pelanggaran adat tersebut. Dengan kata lain sifat sanksi sosial yang melibatkan masyarakat untuk bermufakat menentukan jenis sanksi sebagai mana dalam kearifan lokal atau lebih populer istilah sekarang CBR-program (community-based correction programs.

Simpulnya bahwa konsep keadilan restoratif yang populer saat ini bukan merupakan suatu konsep yang orisinil baru keberadaannya bahkan mungkin jauh lebih tua dari hukum pidana (baca WvS) itu sendiri, satu konsep yang tumbuh dan berkembang mengikuti peradaban manusia hingga saat ini.#

Komentar Anda
Loading...