
Rukun dalam Perbedaan

BP/IST
Arifin duduk belakang nomor 4 dari kanan dalam Lombok Youth Camp for peace leaders 2018 delegasi UIN Raden Fatah Palembang
Palembang, BP
Perbedaan dijadikan alasan untuk melakukan kekerasan, deskriminasi. Agama dikenal sebagai alat sebuah kehancuran, perperangan, dan permusuhan. Benarkah demikian?
Menurut Arifin (Alumni Lombok Youth Camp for peace leaders 2018 delegasi UIN Raden Fatah Palembang perbedaan merupakan suatu anugerah indah yang diberikan oleh Tuhan, sebuah taman akan indah karena terdiri dari komponen beberapa macam bunga dan warna. Indonesia tidak terdiri dari satu suku, suku pun tidak dipisah antar pulau, antar provinsi, bahkan antar kabupaten atau kota.
“Lantas apakah karena alasan itu kita saling membenci saling menindas, saling mencurigai. Tidak sadarkah kita perbedaan membuat dinamika kehidupan menjadi berirama tidak kaku, membuat dinamis bukan malah statis. Dalam agama Islam sendiri dikatakan bahwa Allah SWT tidak memandang seseorang itu karena hartanya, etnisnya, warna kulitnya, bahasanya, namun memandang seseorang itu karena ketakwaannya,” katanya, Rabu (31/1).
Menurutnya , semua agama mengajarkan kebaikan, dan kasih sayang. Penganut suatu agama meyakini bahwa agama yang dianutnya adalah agama yang terbaik, oleh karena itu toleransi dan rasa saling menghargai seharusnya dihadirkan dalam beragama.
“Agamalah yang menjadi pemersatu bukan malah pemecah. Berbeda agama lantas menjadi alasan untuk saling membenci dan membunuh? Hal itu kekeliruan yang sangat berbahaya. Sungguh mudah bagi Tuhan untuk menjadikan kita satu, namun ternyata kenapa saat ini kita malah beragam suku, beragam agama atau keyakinan, beragam warna kulit? Apakah karena Tuhan tidak bisa melakukan itu, jelas bukan karena itu, tapi kalau kita lihat bagaimana Tuhan menginginkan kehiduupan kita berdinamika,” katanya.
Dalam sebuah realita kehidupan yang terjadi menurutnya, bagaimana Agama bukanlah sebuah alasan untuk melakukan ekstrimisme dan tindak kekerasan di Plaju contohnya, Madrasah Aliyah Patra Mandiri Plaju bisa berjalan berdampingan dengan sekolah Xaverius, dalam lingkungan Komplek pertamina terdapat masjid dan gereja yang bisa berdiri secara harmonis, kalau melihat contoh di luar Sumatera, yakni Lombok begitu kuatnya toleransi di sana antar umat beragama ( belajar dalam pengalaman sebuah program Lombok Youth Camp for Peace Leaders 2018 ).
“Indonesia merdeka bukan karena orang Sumatera, orang Jawa, orang Madura tapi karena masyarakat nusantara yang bersatu. Kita mudah ditaklukkan karena kita terpecah belah. Sikap egaliter dan moderatlah yang mampu membakar sikap egois antar kelompok etnis maupun kelompok agama. Kita beruntung di Indonesia tidak krisis sikap kemanusiaan, yang memandang manusia bukan manusia, tidak kekeringan mengenai kerukunan beragama,” katanya.
Ibadah kepada Tuhan tetap dilakukan namun hubungan sesama manusia juga tetap dijaga secara hormoni.
Selain daripada sikap egaliter dan moderat, maka sikap Inklusiv juga penting dalam kehidupan beragama dan bernegara yakni pandangan yang menganggap semua orang sebagai bagian dari dirinya sendiri sekalipun di antara mereka terdapat banyak perbedaan sosiologis, bersikap terbuka menerima saran dari orang lain baik dari laki-laki maupun perempuan, satu agama maupun beda agama yang dalam agama Islam dikenal istilah.” Unzur ma qola wa la tanzhur man qola ” maknanya lihatlah apa yang disampaikannya dan jangan melihat siapa yang menyampaikannya.
“Terkadang kita sadar bahwa banyak kekerasan, banyak sikap yang tidak manusiawi yang terjadi di lingkungan sekitar kita, lalu apakah kita terpanggil untuk membawa misi perdamaian? Tentunya banyak cara untuk menjaga perdamaian menjaga kerukunan di atas perbedaan, dengan memulai dari kita sendiri dan dimulai dari sekarang. Cintailah cinta itu sendiri dan musuhilah permusuhan itu sendiri,” katanya.
Ketika ingin mengajak pada kebaikan tentunya, memiliki etika dan cara yang baik bukan dengan kasar dan kekerasan, dan ketika teroris dianggap jihad maka ubahlah pola piker.
“Mari kita berjihad dalam porsi kita masing-masing, jika sebagai pelajar marilah kita berjihad dengan belajar bersungguh-sungguh, jika kita sebagai pemimpin maka marilah kita berjihad dengan melaksanakan amanah sebaik-baiknya, melaksanakan tugas dengan adil. JIka kita memahami arti perbedaan dan memahami perdamaian dengan baik maka saya yakin Indonesia yang kita cintai bisa mempertahankan kerukunannya bahkan lebih baik lagi, atau bisa saja menjadi contoh dari negara lain mengenai kerukunan beragama dan saling menghargai antar suku atau etnis,” katanya.#osk