DPR Dorong Penguatan Kelembagaan KPPU
Jakarta, BP
Anggota Komisi VI DPR RI Eka Sastra menegaskan, pihaknya mendorong penguatan kelembagaan, kewenangan dan penambahan anggaran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melalui RUU Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dengan demikian akan terjadi harmoni harga barang kebutuhan pokok dan tidak membebani masyarakat.
“Ketidakseimbangan harga selama ini karena ada kartel serta mafia, sehingga terjadi monopoli. Mereka sesuka hati menentukan harga, yang sangat membertkan masyarakat. Misalkan, daging sapi dijual sampai Rp120.000 per kilogram yang mestinya hanya Rp70.000 per kilogram.
Minyak dijual Rp12.000 per kilogram seharusnya Rp6.000, dan gula dijual Rp9.000 padahal bisa dijual Rp6.000,” ujar Eka Sastra dalam forum legislasi ‘RUU Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat’ d ruangan wartawan DPR RI, Jakarta, Selasa (31/8).
Menurut Eka, dalam UU tersebut juga dikenakan denda cukup besar bilsa terbukti melakukan perdagangan tidak sehat. Selama ini jumlah denda hanya Rp25 milar, padahal keuntungan pelaku kartel triliunan rupiah.
Kalau KPPU kuat, kata Eka, pihak pengusaha bisa menjadi inovatif, kreatif dan masyarakat akan menikmati harga murah. Apalagi sekitar 80% pendapatan masyarakat habis untuk kebutuhan pangan.
Komisioner KPPU Saidah Sakwan menandaskan, UU ini lahir pasca-reformasi 1998 dengan mandat mewujudkan demokrasi politik dan demokrasi ekonomi.
“Demokrasi politik sudah kita nikmati dengan adanya Pemilu secara langsung, tapi untuk menciptakan ekonomi masih angan-angan atau mimpi,” tutur Saidah.
Karena itu lanjut Saidah, UU Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha harus mereformasi dan konsentrasi pada semua basis industri yang terstruktur, oligopoli dan terintegrasi.
“Untung dari ayam potong saja bisa mencapai Rp450 triliun per tahun. Kartel besar hanya dua, yaitu Thailand dan Singapura. Sementara di Indonesia ada 20 market dan direbut 60 pengusaha lokal,” jelas Saidah.
Yang jelas kata Saidah, hingga sekarang dari hulu ke hilir masih dikuasai kartel tersebut. Celakanya di akhir tahun 2009 terdapat amandemen UU Peternakan dan Kesehatan Hewan yang memperbolehkan kartel bermain di hilir.
Akibatnya 20 % kompetitor lokal habis, gulung tikar dan 80 % intiplasma terintegrasi dengan integrator yang menentukan harga di pasar.
Saidah menambahkan, struktur pasar harus diubah karena pelaku kartel sudah termasuk kejahatan luar biasa. Sama dengan pasar sepeda motor matic. Honda menguasai 70 % dan Yamaha 20 %. “Jadi, Honda dan Yamaha lah menentukan harga sepeda motor di Indonesia,” tuturnya.
Harga kartel selalu mahal. Honda yang seharusnya Rp9,5 juta dijual Rp14 juta. Kondisi ini menunjukkan bahwa struktur dan strategi pasar kita belum selesai.
“Bahkan banyak kebijakan kita justru memfasilitasi suburnya kartel. Untuk itu, KPPU dan DPR terkait masalah daging ini sepakat tidak menggunakan istilah kuota, tapi tariff, karena kartel ini medistorsi pasar rakyat,” tegas Saidah.
Sementara itu, pengamat ekonomi dari INDEF Sugiono minta DPR hari-hati membahas RUU tersebut dengan langkah-langkah cerdas, karena sering kalah di pengadilan. ‘Basisnya harus kuat mengingat banyak perusahaan besar tidak menginginkan KPPU kuat. Sebab, kalau KPPU kuat, untung mereka akan kecil,” papar Sugiono. #duk