Mempersatukan Bangsa Lewat Sekolah Sepakbola
Ada misi yang khusus yang diemban Erol saat membangun SSB Batik. Melalui sekolah sepakbola ini, dia ingin mencari bakat terpendam plus mengusung semboyan Bhineka Tunggal Ika.
Kecintaan Erol Iba terhadap dunia sepakbola makin tidak terbantahkan. Terbukti, dia mampu mendirikan Sekolah Sepakbola (SSB) dengan kantung sendiri plus biaya pendidikan yang sangat terjangkau. SSB itu bernama Batik, singkatan dari Bhinneka Tunggal Ika.
Sesuai namanya, SSB ini tidak hanya diperuntukkan untuk masyarakat Papua, meski lokasinya berada di Bumi Cenderawasih. Berbagai macam suku bangsa seperti Jawa, Batak, Kalimantan dan Sumatera boleh bergabung dengan SSB yang berdiri sejak tahun 2013.
“SSB ini biaya pendidikannya sangat murah. Biaya pendaftaran hanya Rp350 ribu dan biaya per bulan Rp50 ribu sudah termasuk jersey klub satu pasang. SSB Batik bisa dibilang paling murah di Papua. Namun, soal kualitas dan prestasi dapat dikatakan nomor satu atau terbaik,” ucap Erol Iba saat dibincangi BeritaPagi, Selasa (31/3).
Kapten Sriwijaya FC (SFC) musim lalu itu menambahkan, SSB Batik dikhususkan untuk anak usia 8 hingga 21 tahun. Untuk jumlah siswa dibatasi maksimal 150 siswa agar materi latihan bisa berjalan maksimal.
“Kalau pelatih semua dari pihak keluarga, ada adik ipar, adik kandung dan keponakan. Mereka semua adalah pemain sepakbola tapi bukan pemain profesional seperti saya. Karier mereka hanya sebatas liga kampung, tapi mereka punya komitmen kuat untuk mengembangkan sepakbola di Papua,’ jelas mantan pemain Semen Padang tersebut.
Lantas apa tujuan utama mendirikan SSS ini? Kata Erol, dari namanya saja sudah diketahui jika tujuan hakiki mempersatukan bangsa dan negara dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika. Artinya, tidak ada lagi perbedaan suku, rasa dan agama. Semua menjadi satu dan disatukan dalam sepakbola. Tujuan selanjutnya adalah mencari bakat terpendam di Papua, terutama melakukan hal-hal positif buat anak-anak di Papua. Serta mencari penerus pemain berbakat Papua semisal, Erol Iba, Elie Aiboy, Titus Bonai, Rocky Putirai hingga Boaz Solossa.
“Alhamdulillah banyak bakat yang berhasil kami tampung dan bisa menjadi cikal bakal pesepakbola masa depan Indonesia. Satu pemain SSB Batik bernama Dani Asmuruf sudah masuk Timnas Indonesia U-19. Kemudian, dua anak didik kami juga masuk program Pertamina di Sentul. Tahun kemarin kami yang mewakili Papua untk tingkat nasional Danone Cup di Jakarta,” beber Erol.
“Hanya saja prasarana dan sarana saja yang sangat kurang karena belum ada perhatian pemerintah daerah. Untuk latihan satu Minggu tiga kali, latihan juga di lapangan sepakbola dekat rumah. Lapangan itu punya umum untuk warga sekitar komplek. Jadi SSB Batik dapat jatah pakai lapangan siang hari, sementara klub senior di kampung pagi hari,” tegasnya.
Soal biaya dan pengeluaran, jangan ditanya lagi. Kata pemain kelahiran Jayapura, 6 Agustus 1979 ini, membangun sebuah sepakbola sudah pasti rugi alias menguras kantung pribadi. Jangankan SSB, klub ISL dengan sokongan sponsor saja masih saja kekurangan biaya. Tapi toh, semua itu bukan alasan untuk tidak melanjutkan karya di dunia sepakbola.
“Uang habis atau rugi tidak sebanding dengan kepuasan membangun sebuah SSB. Terpenting kita bisa temukan bakat-bakat yang bisa mengharumkan nama bangsa dan negara. Untuk sementara kita pakai biaya pribadi dan patungan, ada juga beberapa pengurus yang ikut membantu. Makanya ke depan kami berharap besar dengan bantuan pemerintah daerah ataupun pihak luar,” ucap pemain berusia 35 tahun ini.
“Sebetulnya, banyaksekali undangan yang kita terima untuk ikut turnamen bahkan sampai ke Singapura. Tapi kembali lagi terbentur masalah klasik yaitu dana,” sesalnya.
Lantas bagaimana kelanjutan karier Erol setelah dilepas SFC dan tidak jadi memperkuat Persepam Madura United (MU). Menurut Erol, dia akan tetap berusaha bermain di Liga Indonesia namun tergantung kondisi fisik.
“Untuk tahun ini lihat kondisi badan, kalau fit 100 persen akan main. Jika tidak, saya akan pensiun dan menekuni dunia kepelatihan dengan mengambil lisensi pelatih. Mohon doanya saja,” pungkasnya.
Ya, apa yang ditunjukkan Erol harusnya bisa menjadi panutan semua pihak. Tidak perlu menunggu kaya untuk membantu pemerintah dalam mengembangkan sepakbola, atau hanya mampu melontarkan kritik kepada PSSI. Ayo bersikap dan berikan kontribusi terbaik untuk bangsa. Sukses kawan!
ferly marison