Bedah Buku “Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur”

31

Ambon, BP

Buku “Pemikiran dan Sikap Politik Gus Dur” karya Ketua Umum PP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU) Ali Masykur Musa dibedah di American Corner Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Senin.

Bedah buku yang mengisahkan tentang sepak terjang mantan Presiden Indonesia periode 1999 – 2001 Abdurrahman Wahid atau lebih dikenal dengan Gus Dur tersebut dihadiri oleh dosen dan puluhan mahasiswa Unpatti, serta Pengurus Wilayah NU Maluku.

“Gus Dur adalah tokoh yang telah memberikan banyak sumbangsih besar dalam perjalanan pemerintahan di Indonesia,” kata Ali Masykur Musa.

Baca Juga:  Sepi Event, Sumsel Alami Penurunan Kunjungan Wisatawan

Ali yang juga Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan, dalam kekinian Indonesia, buku karyanya itu masih relevan untuk ditelaah oleh masyarakat.

“Buku ini masih relevan dengan kekinian Indonesia karena kalau dilihat dari survei yang ada tokoh seperti Gus Dur masih dibutuhkan oleh rakyat Indonesia,” katanya.

Ia mengatakan Gus Dur tidak pernah membeda-bedakan rakyat Indonesia berdasarkan etnis maupun agama, setiap orang memiliki posisi dan hak yang sama dalam bernegara, namun yang terjadi saat ini akses bagi tiap orang tidaklah sama.

Baca Juga:  Menuju Profesional, Korpri Bertransformasi ke Digital

“Gus Dur tidak pernah berbicara tentang minoritas dan mayoritas, semua sama dan ini yang seharusnya kita teruskan,” katanya.

Menurut dia, berbeda dengan yang diteladankan oleh Gus Dur, sistem perpolitikan di Indonesia saat ini lebih pragmatis dan oligarkis, hanya orang dengan akses terhadap modal dan memiliki uang yang bisa menjadi pemimpin di Indonesia.

Baca Juga:  Buang Sampah di Bali Art Festival? Denda Maksimal Rp50 Juta

“Saat ini perpolitikan kita lebih oligarkis, hanya orang yang memiliki modal yang bisa maju sebagai pemimpin di Indonesia,” ucapnya.

Lebih lanjut Ali mengatakan, Maluku punya andil besar dalam pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Yang patut kita syukuri, Maluku adalah salah satu dari delapan provinsi di Indonesia yang ikut memperjuangkan terbentuknya NKRI tidak pernah membicarakan tentang kemerdekaan secara hakiki,” ujarnya. (ant)

Komentar Anda
Loading...