Palembang, BP- Beredarnya hasil survei pasangan calon pilkada Kota Palembang yang di release salah satu lembaga survei di beberapa media online , Selasa (5/11) justru banyak dipertanyakan para pengguna media sosial (netizen). Dalam release lembaga survei tersebut yang dikirim media dan diberitakan di berbagai media online,
Selasa dengan jumlah sampel 1.000 responden melalui wawancara tatap muka. Responden merupakan warga yang punya hak pilih dan tersebar di 18 kecamatan di Kota Palembang.
Penelitian survei ini berpedoman pada kuisioner terstruktur dengan toleransi kesalahan ( marjin off error) sekitar 4,5 % dengan selang kepercayaan ( confidence level ) 95 %. Para netizen banyak yang mempertanyakan dasar lembaga survei tersebut yang mengatakan bahwa dengan 1.000 responden, tingkat kesalahan ( marjin off error) sekitar 4,5 %. Apakah benar angka tingkat kesalahan (marjin off error) tersebut sekitar 4,5 % dalam ilmu statistik dan apakah salah…? Tanya salah satu netizen di facebook.
Keributan para netizen ini mendapatkan tanggapan dari salah pelaku survei Arianto, ST, M.I.Kom, POL ketika dimintai tanggapannya mengenai hal tersebut, Rabu ( 6/11).
Menurut lelaki yang sudah dua puluh tujuh tahun menekuni survei opini publik ini, sangat wajar dan wajib masyarakat mengetahui semua data yang dikeluarkan oleh lembaga survei yang telah direlease ke publik.
Tidak bisa serta merta lembaga survei hanya merelease hasil survei tanpa mengindahkan pertanyaan dari masyarakat.Termasuk juga dari para netizen di media sosial.
Survei merupakan kegiatan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Secara ilmu statistik, survei pasti mudah sekali mengeceknya apabila terjadi kekeliruan atau kesalahan dalam angka sebelum dan sesudah survei.
Masyarakat juga berhak tahu dan mempertanyakan apabila ada semacam “kejanggalan” yang terdapat di dalam data survei di semua lembaga survei manapun yang merelease hasil survei.
“Ini berkaitan dengan metodologi survei yang sangat mendasar kalau bicara tingkat kesalahan ( marjin off error) artinya, ini sangat penting sekali. Sebab sebelum dilakukan survei, biasanya survei itu harus didesain terlebih dahulu berapa jumlah sampel responden yang digunakan. Kemudian berapa marjin off error (tingkat kesalahan) yang akan dipakai/diperkirakan serta tingkat kepercayaan ( level confidence). Secara ilmu statistik, kalau menggunakan sampel 1.000 responden, tingkat kesalahannya ( marjin off error) sekitar 3,1 % dengan selang kepercayaan 95 %. Kalau saya baca di semua media online yang membuat hasil survei pilkada kota Palembang lembaga survei tersebut mengatakan tingkat kesalahan (marjin off errornya) sekitar 4,5 % dengan jumlah 1.000 responden.
Sepengetahuan saya, tingkat kesalahan ( marjin off error) 4,5 % jumlah respondenya 474 responden, bukan 1.000 responden.
“Jadi akan mempengaruhi hasil penelitian survei tersebut pasti. Ini adalah ketentuan standar baku dalam dunia penelitian. Rumus standar dasar survei untuk menghitung tingkat kesalahan ( marjin off error) adalah satu di bagi akar jumlah responden dikali 100 persen. Ingat, desain survei awal itu sangat menentukan hasil dari sebuah penelitian termasuk juga hasil survei dan ini sangat penting,” ungkap mantan peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) ini dengan lugas.
Dalam melakukan survei, lanjut lulusan terbaik ilmu komunikasi politik ini, setiap lembaga survei harus memegang kaidah akademis. Terlebih lagi survei tersebut biasanya menjadi konsumsi bacaan untuk masyarakat. Namun demikian, masyarakat juga berhak tahu kalau terjadi hal-hal yang harus dipertanyakan dari lembaga survei.
“Sekarang ilmu pengetahuan itu sudah terbuka ( open science). Siapa saja boleh mempertanyakan termasuk hasil-hasil dari lembaga survei yang melakukan release di media.
Para netizen yang memakai saluran media sosial juga berhak untuk bertanya. Biasanya, lembaga survei berada di bawah naungan organisasi/perkumpulan lembaga survei sehingga bisa di kontrol secara akademis oleh perkumpulan tersebut. Jadi ada semacam ketaatan metodologi yang digunakan. Kalau melanggar kaidah metodologi, sanksinya juga jelas ada.
Misalnya dalam naungan organisasi Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia ( PERSEPI),” pungkas lelaki yang gemar memaka baju batik ini.#udi