Ikadin Palembang dan FH UMP Gelar FGD Putusan MK No 90, Praktisi Hukum Sumsel Sebut Hukum Kini Ditunggangi Kepentingan Politik

106

DPC Ikadin Palembang dengan Fakultas Hukum FH Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) menggelar FGD “Membedah  Putusan MK No : 90 /PPU-XXI/2023, Mengenai Batas Usia  Capres dan Cawapres, Kamis (9/11) di aula FH UMP Palembang. Dengan moderator adalah Aina Rumiyati Aziz.(BP/udi)

Palembang, BP-DPC Ikadin Palembang dengan Fakultas Hukum FH Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) menggelar FGD “Membedah  Putusan MK No : 90 /PPU-XXI/2023, Mengenai Batas Usia  Capres dan Cawapres, Kamis (9/11) di aula FH UMP Palembang. Dengan moderator adalah Aina Rumiyati Aziz.

Hadir diantaranya pimpinan dan dosen FH UMP, pakar dan praktisi hukum di Sumsel , pengacara  di Sumsel dan perwakilan BEM di Sumsel, mahasiswa Fakultas hukum di Sumsel, perwakilan timses capres, jurnalis, pengamat politik.

Praktisi hukum Dr. Bahrul Ilmi Yakup, SH.,MH melihat soal timing putusan MK No 90 /PPU-XXI/2023 dibacakan dan diputuskan padahal permohonannya sudah cukup lama tapi kenapa timing pembacaan putusan menjelang penetapan capres dan cawapres.

Lalu masalah adminstrasi, dimana terhadap putusan MK tersebut permohonan memang sudah di cabut oleh pemohon tapi kenapa tiba-tiba masuk lagi disini yang menjadi masalah.

“ Masak Ketua MK masuk hari sabtu  untuk mengawal  masuknya lagi permohonan , ini dosa yang enggak di buka di public  oleh MKMK,” katanya.

Baca Juga:  Karyawati Swasta Jadi Korban Jambret

Selain itu dari jurabilitas putusan , dimana hukum itu norma yang mengatur sesuatu hal interaksi subjek hukum.

“ Selain itu ada alasan rill untuk merubah norma , prinsipnya suatu norma tidak bisa di rubah sebelum di implementasikan, baru tahu kita ini cacat sehingga harus di ubah, persoalannya masak norma itu diubah dalam waktu jam , sebelum putusan MK No 90 itu  dibacakan  ada putusan nomor 55 , 51 dan 29 semua itu menyatakan soal umur merupakan kewenangan pembentuk undang-undang, artinya bukan kewenangan Mahkamah Konstitusi, itu persoalan  tapi dua jam kemudian muncul dibacakan putusan 90 yang menganulir putusan 29, 51 dan 55 , gilanya disitu,” katanya.

Lalu putusan berikutnya putusan 91 dan 92 menyatakan permohonan tidak dapat diterima karena objeknya sudah hilang.

“ Mereka (MK) tidak punya nalar hukum disitu,” katanya.

Sedangkan pengacara/advokat Darmadi Djufri SH MH menilai Mahkamah Konstitusi saat ini sudah menjadi Mahkamah Keluarga .

“ Kalau saya menilai ini bukan Mahkamah  Keluarga  tapi sudah lebih kepada mahkamah kehancuran , kehancuran dari peradaban hukum kita , kehancuran dari sistim politik kita dan kehancuran nasib anak bangsa kedepan dari sisi politik ya begitu, artinya hukum sekarang tidak berdaya  oleh kekuasaan yang oligarki yang dikuasai satu kelompok saja dan infastruktur politik saat ini semuanya sudah tersandera karena kasus kasus hukum, “katanya.

Baca Juga:  Prihatin Masalah Kebersihan di Area Permukiman, Renny Astuti dan Akbar Alfaro Bagikan Alat Pengelolaan Sampah kepada Masyarakat

Mantan ketua LBH Palembang Suharyono SH menilai putusan MK tersebut  seharusnya  harus membangkitkan kita sebagai bangsa Indonesia bahwa  kita harus berdaulat .

“ Dalam perkembangan terakhir ini ada pergeseran  dari  negara hukum menjadi negara kekuasaan ,” katanya.

Praktisi hukum lainnya  H.M Antoni Toha SH MH menilai  kedaulatan ada ditangan rakyat.

“ Saya setuju dengan pendapat tokoh kita kemarin  , jangan pilih dia selesai, itu saja kongkrit karena ini full konflik kalau ini di anulir dan bolanya di KPU, ini masih bakal calon belum calon tetap,” katanya.

Sedangkan wartawan senior Sumsel Maspriel Aries menilai putusan MK No 90 membuktikan hukum sudah di tunggangi kepentingan politik.

Baca Juga:  Proyek Perdana Dekomisioning Hulu Migas Direalisasikan

“Ini dalam beberapa hal bahwa begitu dominannya kepentingan atau aroma politik dalam putusan MK No 90 dan putusan  MK-MK ini juga ada aroma politik, saya yakin media mainsteam yang punya idialisme akan mau mengungkap ini , ini baru serpihan-serpihak yang diungkap media , “ katanya.

Wakil Dekan I  FH UMP M Soleh Idrus SH MS yang membuka acara mengatakan, diskusi ini makin menarik karena bagi kita kajian-kajian tentang putusan ini menjadi suatu analisis  bersama.

Ketua DPC Ikadin Palembang  Ketua Ikadin Palembang Andri Meiliansyah SH CHRM berharap dengan diskusi ini akan menjadi diskusi yang memang layak untuk dimintakkan pendapatnya sehingga diskusi ini dapat menambah wawasan  semua terutama masyarakat hukum.

“ Sehingga kita bisa mengembangkan apa yang didapat diskusi kali ini, mudah-mudahan ini menjadi bahan rekomendasi, karena kita ketahui putusan MK ini sudah ada juga putusan majelis kehormatan MK yang menyatakan pelanggaran 9 hakim MK, namun tidak diberhentikan permanen, “ katanya.#udi

Komentar Anda
Loading...