Suara Gempar- Rempang dari Bukit Seguntang, Palembang

85
Puluhan orang dalam komunitas Gerakan Melayu Palembang Darussalam Untuk Rempang (Gempar Rempang) menggelar aksi solidaritas di bukit Seguntang Kamis  (22/9).  (BP/IST)

Palembang, BP- Puluhan orang dalam komunitas Gerakan Melayu Palembang Darussalam Untuk Rempang (Gempar Rempang) menggelar aksi solidaritas di bukit Seguntang Kamis  (22/9).

“Sengaja kita menggelar aksi di Bukit Seguntang ini untuk saudara serumpun kita di Rempang. Bukit Seguntang ini mengingatkan kita dengan kisah sang Sapurba yang diceritakan dalam kitab Sulalatus Salatin. Selain itu, Seguntang merupakan situs penting di masa Sriwijaya. Di sini juga, banyak makam-makam yang dikaitkan dengan cerita raja-raja Melayu,” kata kata Sultan Palembang Darussalam, SMB IV Jayo Wikramo RM Fauwaz Diradja dalam orasinya.

 

Semula aksi yang dikoordinir oleh Ali Goik ini di gelar di kaki Seguntang dengan acara pembacaan puisi, orasi secara bergantian dari peserta aksi dan atraksi lukis oleh Koko (Sadariyanto).

 

Lalu, mereka naik ke puncak. Tepat di depan makam Segentar Alam, mereka membacakan pernyataan sikap.

 

“Sekarang, kita berada tepat di depan makam Segentar Alam, makam tokoh legendaris di Melayu, khususnya di uluan Batanghari Sembilan. Oleh karena itu, kita akan bacakan pernyataan sikap sebagai rasa solidaritas terhadap saudara-saudara kita di Rempang. Pernyataan sikap ini akan dibacakan oleh Sultan Palembang YM SMB IV, dan kerabat kesultanan Vebri Al Lintani selaku budayawan dan Ketua Bung Baja, Iskandar Syahbeni,” kata Ali Goik.

 

Pernyataan sikap dibuka oleh Vebri Al Lintani dengan kisah perjanjian setia atau wa’ada sebelum Sang Sapurba meminang Wan Sundaria, puteri dari  Demang Lebar Daun.

 

Inti cerita ini adalah menceritakan kesetiaan rakyat dan raja. Namun apabila raja mengubah janji, maka jangan disesali apabila rakyat juga akan mengubah janji.

Baca Juga:  Delapan Putra Daerah Ring 1 Pertamina EP Dapat Beasiswa

 

“Raja adil raja disembah, raja dhalim raja disanggah”, kata Vebri.

 

Lalu, dibacakan pula latar belakang  oleh YM Sultan dan dilanjutkan dengan tuntutan  oleh Ketua Umum Bung Baja , Iskandar Sabani SE SH.

 

“Masyarakat Melayu di pulau Rempang adalah bagian dari NKRI, bukan musuh yang harus diancam dengan moncong senjata, apalagi “dipiting”. Oleh karena itu, duhai saudara-saudara Rampang dengarkanlah keberpihakan  kami”, kata Beni.

 

Tuntutan Gempar Rempang terdiri dari 5 poin yaitu, mendukung  perjuangan mayarakat Rempang untuk memertahankan marwah kampung-kampung tua yang telah ada sejak tahun 1834, tidak setuju dengan relokasi 16 kampung adat tanpa keadilan demi kepentingan investasi, menyerukan untuk menarik ribuan pasukan TNI dan Polisi  dari pulau Rempang, mengembalikan fungsi alat negara itu sebegai pelindung segenap rakyat, mendersak  pengesahan undang-undang Masyarakat Adat dan seruan untuk memertahankan dan melestarikan marwah bangsa di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Setelah pembacaan pernyataan sikap yang diakhiri dengan pantun yang dibacakan oleh Vebri dengan langgam selendang delima, aksi Gempar ditutup dengan doa oleh Korlap Wahyudi.

 

Aksi Gempar yang diikuti oleh  para seniman rupa seperti Koko (Sadariyanto) yang menggambarkan kondisi Rempang, Martha Astra Winata, Edi Fahyuni, Izhar, Ismail, Pangeran Rasyid dari Kesultanan Palembang dan puluhan anggota Bung Baja.

 

Selain itu, aksi ini juga didukung oleh Kerabat Kesultanan Palembang Darussalam, Bung Baja, Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB), Komunitas Budaya Batanghari 9 (Kobar 9), Yayasan Depati, Masyarakat Sejarawan Indonseia (Msi) Kota Palembang, Balarupa, Mang Dayat Chanel.#udi

 

 

PENYATAAN SIKAP GEMPAR

Baca Juga:  PNS Tidak Boleh Terima Parcel

 

SUARA GEMPAR DARI BUKIT SEGUNTANG UNTUK SAUDARA REMPANG

 

Setelah Sang Sapurba menyatakan akan melamar Wan Sundaria, Puteri Demang Lebar Daun, maka dibuatlah satu perjanjian atau wa’ad.

“Adapun Tuanku segala anak cucu patik sedia akan jadi hamba ke bawah Duli Yang Dipertuan; hendaklah ia diperbaiki oleh anak cucu duli Tuanku. Dan jika ia berdosa, sebesar-besar dosanya pun, jangan difadhihatkan, dinista dengan kata-kata yang jahat; jikalau besar dosanya dibunuh, itupun jikalau berlaku pada hukum Syarak”, kata Demang Lebar Daun.’ 

Dijawab oleh Sang Sapurba, “Akan pinta bapa itu hamba kabulkanlah, tetapi hamba minta satu janji pada bapa hamba.Hendaklah pada akhir zaman kelak anak cucu bapa hamba jangan durhaka pada anak cucu kita, jikalau ia zalim dan jahat pekerti sekalipun.

            “Baiklah Tuanku. Tetapi jikalau anak buah Tuanku dahulu mengubahkan dia, maka anak cucu patik pun mengubahkanlah’” balas Demang, penguasa Palembang itu. 

Maka titah Sang Sapurba pun menyetuujinya.

Ini adalah waadat atau janji Sang Sapurba dengan Demang Lebar Daun yang menjadi asas taat setia orang Melayu kepada raja mereka. Namun, apabila raja yang mengubah janji maka rakyatpun akan mengubahkan janji.  (Cupilkan dari kitab Sulalatus Salatin, Tun Sri Lanang)

“Raja adil raja disembah, raja dhalim raja disanggah”, begitu kata pepatah Melayu.

 

 

Di bukit Seguntang ini, tempat dimana “Sang Sapurba”  berasal, yang secara peradaban disebut sebagai “Ulu Melayu” kami dari Gerakan Melayu Palembang Darussalam (GEMPAR) menyatukan suara, menyampaikan rasa prihatin kami kepada saudara-saudara kami di Pulau Rempang.

 

Kami mendengar jeritan-jeritan perjuangan saudara Melayu kami yang begitu mengharu-biru itu. Niat penguasa yang akan menghapus 16 Kampung Adat dengan pengerahan kekuatan militer dan polisi adalah tindakan yang kejam.

Baca Juga:  Belajar Jarak Jauh Bagi Warga Binaan

 

Kejam,  karena apabila tindakan tersebut dijalankan, maka tidak sekadar merelokasi masyarakat, namun menghapus sejarah dan kebudayaannya.  Dalam persepktif Hak Asasi Manusia, tindakan penggusuran tanpa keadilan akan melanggar hak hidup, hak ekonomi, sosial, budaya dan politik.

 

Masyarakat Melayu di pulau Rempang adalah bagian dari NKRI, bukan musuh yang harus diancam dengan moncong senjata, apalagi “dipiting”. Oleh karena itu, duhai saudara-saudara Rampang dengarkanlah keberpihakan  kami:

  1. Kami mendukung perjuangan suadara-saudara kami di Rempang untuk memertahankan marwah kampung-kampung tua yang telah ada sejak tahun 1834.
  2. Jangan relokasi 16 kampung adat tanpa keadilan demi kepentingan investasi yang belum tentu menyejahterahkan rakyat.
  3. Tarik ribuan pasukan TNI dan Polisi dari pulau Rempang. Kembalikan fungsi alat negara itu untuk melindungi segenap rakyat dari ancaman pihak luar dan pengacau keamanan, bukan malah menerbitkan rasa ketakutan.
  4. Segera sahkan undang-undang Masyarakat Adat yang telah lama diproses di DPR-RI.
  5. Pertahankan dan lestarikan pusaka leluhur demi marwah bangsa di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

 

Demikian suara ini kami kumandangkan agar diindahkan oleh presiden Republik Indonesia sebagai pemegang mandat rakyat dalam membangun negara.

 

 

Tajam pedang tajam belati

Tuah sakti si anak negeri

Patah tumbuh hilang berganti

Takkan Melayu hilang di bumi

 

(Lirik lagu Seguntang Ulu Melayu, cipt.: Fir Azwar)

 

 

Palembang, 21 September 2023

 

 

 

 

Komentar Anda
Loading...