Palembang, BP- Kepengurusan Dewan Kesenian Sumatera Selatan (DKSS) periode 2018-2023 segera berakhir , banyak harapan yang disampaikan seniman dan budayawan di Sumsel agar kedepan DKSS akan lebih baik.
“ Kita melihat dua periode kepemimpinan DKSS masih kelihatan berjalan ditempat, karena menganggap DKKSS ini mempunyai proyek tapi sebenarnya walaupun tidak terbantukan dari pemerintah tapi lembaga swasta bisa diambil untuk berkerjasama bidang berkesenian, tapi kalau kita lihat dua periode kepemimpinan DKSS dari pandangan kami sebagai seniman itu stagnan, jalan ditempat, belum ada kegiatan –kegiatan yang wah untuk seniman atau produk –produk yang wah yang dikeluarkan DKSS,” kata Ketua Forum Seniman Sriwijaya , Ali Goik DKSS, Senin (24/7)
Kedepan pihaknya mengharapkan pemilihan Ketua dan pengurus DKSS tidak ada intervensi dari pihak luar.
“ Karena kita lihat kemarin banyak intervensi diluar kesenian di dua periode kepemimpinan DKSS ini ,” kata Ali.
Akibatnya menurutnya DKSS tidak berjalan secara maksimal dan kedepan pemimpin DKSS tidak terkontaminasi dengan apapun karena ini adalah lembaga seni dan bukan lembaga politik.
“ Walaupun ada politik tapi politik kebudayaan yang dipakai DKSS untuk menggolkan aturan-aturan yang menyenangkan seniman dan DKSS sendiri, kalau ada regulasi yang dikeluarkan DKSS, Insya Allah kedepannya DKSS akan sukses ,” katanya.
Sedangkan salah satu penggagas DKSS, Tarech Rasyid menjelaskan awalnya Dewan Kesenian hanya ada satu yaitu Dewan Kesenian Palembang dan itu mencakup seluruh Sumsel.
“ Tetapi ditangan pak Johan Hanafiah (Alm) Dewan Kesenian dibuat persis organisasi massa, sehingga kita kehilangan orientasi kebudayaan sehingga ini menjadi organisasi politik bahkan menjadi suporting bagi partai-partai politik,”katanya.
Hal ini kedepan menurutnya ini harus menjadi pikiran bersama atau kalaupun polanya seperti sekarang ada Dewan Kesenian Sumatera Selatan, ada Dewan Kesenian Palembang sampai tingkat kabupaten hingga kecamatan ini dinilainya akan mempersulit.
“ Karena kalau kita melihat konsep di Jakarta , Dewan Kesenian itu satu, Dewan Kesenian Jakarta , didampingi Dewan Kesenian ini ada namanya akademi Jakarta, dulu ada konsepnya Akademi Palembang dimana Akademi Palembang ini terdiri dari orang-orang pemikir kebudayaan sehingga orang-orang inilah yang memberi arah proses kesenian dan kebudayaan itu sendiri,” katannya.
Baik Dewan Kesenian Sumsel dan Dewan Kesenian Palembang dia melihat tidak ada akademinya.
“ Ini yang perlu kita pikir bersama kedepan , kalau memang ada semacam apakah ada AD/ART harus berpijak kesana atau AD/ART harus kita evaluasi kembali untuk membangun ,” katanya.
Terpenting menurutnya mereka yang berada dalam Dewan Kesenian mampu memilah mana kesenian dan mana kebudayaan sehingga kita bisa membangun sebuah potret kebudayaan di Sumsel.
Atau struktur organisasi yang perlu di rekonstruksi kembali sehingga menjadi pas bagi kebutuhan organisasi.
“ Organisasi ini hendaknya dipimpin oleh seniman itu sendiri atau orang peduli dengan kebudayaan , jadi bukan orang yang punya uang yang menopang atau mengendalikan atau menunggangi organisasi ini, jika itu yang terjadi alamatlah kebudayaan kita menjadi hancur, “ katanya.
Lalu dibuat aturan main yang mampu menampung aspirasi seniman termasuk menampung seluruh aliran kesenian itu sendiri.
“ Keempat saya pikir perlu mereka yang duduk di Dewan Kesenian ini mendorong lahirnya peraturan daerah agar organisasi ini berhak mendapakan anggaran dan ditopang APBD karena itu hak seniman ,” katanya
Kelima, menurutnya pemerintah harus punya komitmen untuk mendorong dan melindungi seniman itu sendiri.#udi