Palembang, BP- Pasca berakhirnya batas waktu pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang Rencana Wilayah (Raperda RTRW) Tahun 2023-2024 Kota Palembang oleh Pansus I DPRD Kota Palembang dan beberapa kali di tundanya rapat paripurna RTRW Kota Palembang 2023-2043 lantaran terjadi tarik ulur antara DPRD kota Palembang dan Pemerintah Kota Palembang dalam hal beberapa point temuan di usulan raperda yang di inisiatif oleh Pemkot Palembang sehubungan dengan banyaknya temuan fakta lapangan yang tidak melibatkan DPRD kota Palembang sehubungan dengan beberapa isu krusial.
Komite Aksi Penyelamat Lingkungan (KAPL) mempertanyakan soal penolakan pembahasan raperda ini jika tanggal 18 April semua permasalahan tidak segera di selesaikan .
“ Ada yang menyampaikan ke Pansus I mengenai batas waktu tanggal 18 April , kalau tanggal 18 April raperda ini tidak terpenuhi otomatis raperda ini ditolak, kami hari ini datang menanyakan apakah surat yang disampaikan ke pemerintah pusat itu sudah ada jawabannya berkaitan dengan lisek, karena ada satu klausul hasil keputusan pansus I yang kami dapat dari kawan-kawan media itu menyebutkan hingga tanggal 18 April tidak terpenuhi raperda ini akan ditolak , itu yang menjadi perdebatan kami,” kata koordinator aksi Komite Aksi Penyelamat Lingkungan (KAPL) Andreas OP saat menggelar pertemuan dengan Ketua DPRD Kota Palembang Zainal Abidin didampingi jajaran Wakil Ketua DPRD Palembang dan pimpinan dan anggota Pansus I DPRD Kota Palembang di kantor DPRD kota Palembang, Jumat (28/4).
Penolakan raperda ini menurutnya hal yang wajar lantaran banyaknya permasalahan raperda ini ditambah kepemimpinan Walikota Palembang saat ini akan segera berakhir
“ Kalau raperda ini mau di paksakan di sahkan tentunya akan menjadi masalah kedepan , , apalagi pak Walikota habis jabatannya bulan September, kami berharap kalau kepemimpinan di kota Palembang kosong tentunya tidak serta merta semuanya berjalan dengan baik , kami berharap raperda ini benar-benar disusun dengan baik jangan dipaksakan untuk sahkan saat ini ,” katanya.
Dalam raperda ini dia mencontohkan soal cagar budaya namun pihaknya prihatin karena tidak semua kawasan diakui sebagai kawasan cagar budaya di Palembang dan umum sifatnya , tidak seperti raperda yang lama ada wilayahnya, ada jenis cagar budayanya .
Selain itu berkaitan dengan luas wilayah kota Palembang yang tiba-tiba berkurang hampir 4000 Ha juga menjadi permasalahan yang tidak terakomodir dalam raperda ini.
Lalu persoalan penetapan beberapa titik wilayah menjadi kawasan stategis yang sebelumnya tidak pernah dibahas di Bamperda DPRD kota Palembang tiba –tiba muncul.
Belum lagi soal penguasaan lahan salah satu pengusaha di Palembang di kawasan Kalidoni yang hingga kini dinilainya belum ada penyelesaiannya.
Hal ini menurutnya di perparah dengan kawasan sengketa Keramasan menjadi salah satu kawasan strategis yang di peruntukan untuk kantor Gubernur Sumsel yang telah menyalahi RTRW dan Perda Rawa atas aktivitas penimbunan 40 Ha lebih lahan rawa yang melanggar hukum dan illegal, tidak transparanya pemerintah kota Palembang dalam mengusulkan perubahan Kawasan dan terkesan ada unsur samar-samar /kabur (obscuur libel).
“Sebagai mana Ketentuan Pembentukan suatu Rancangan Peraturan Daerah secara limitative diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang PembentukanUndang-Undang jo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan jo. Perwako Palembang No. 11 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Daerah, sehingga menurut hukum Pembentukan Raperda Kota Palembang tentang RTRW Tahun 2023-2043 haruslah tunduk pada ketentuan yang diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Undang-Undang jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan jo. Perwako Palembang No. 11 Tahun 2017 tentang Tata Cara PembentukanPeraturan Daerah,” katanya.
Menurutnya, asas pokok dalam pembentukan Raperda adalah asas keterbukaan sehingga dalam setiap tahapan penyusunan Raperda haruslah diumumkan kepada publik agar masyarakat baik orang perseorangan atau kelompok orang yang terdampak langsung dan/atau mempunyai kepentingan atas materi muatan Rancangan Peraturan Perundang-undangan dapat menggunakan haknya untuk memberi masukan dalam setiap tahapan penyusunan Raperda Perubahan ketiga UUD 1945 yang termuat dalam Pasal 1 ayat (2) menentukan bahwa“kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945” oleh karenanya pemberian mandate dan kepercayaan dari rakyat terhadap anggota DPRD Kota Palembang tetap tidak menggeser kekuasaan rakyat sebagaithe supreme power (thsovereign) .
Untuk itu menurutnya hendaknya setiap anggota DPRD Kota Palembang dapat membuka akses secara luas bagi rakyat agar dapat menggunakan hak pengawasan dan pengujian pelaksanaan mandat penyusunan legislasi yang dilakukan oleh anggota DPRD Kota Palembang.
Menanggapi hal tersebut Ketua DPRD kota Palembang , Zainal Abidin memastikan soal raperda ini keputusannya berdasarkan keputusan bersama dan tidak ada mengambil keputusan sendiri.
“ Pansus I kemarin tidak bisa mengambil keputusan karena posisinya di 50-50 ada fraksi yang menolak dan ada fraksi yang menerima , jadi keputusannya di fraksi , mekanisme ini terus kami lakukan, “ katanya Zainal .
Atas permasalahan itu pihak akan melakukan rapat dengan pimpinan fraksi , pimpinan pansus dan pimpinan DPRD kota Palembang apa yang disampaikan terkait tanggal 18 tadi.
“ Apakah jawaban ATR /BPN ini untuk jadwal tanggal lisek ulang tersebut bisa kita terima atau tidak , atau pansus ini berakhir , dan Ketua DPRD tidak bisa mendesak , kami selalu terbuka dengan apa-apa yang kami putuskan, pihak Pemkot Palembang sudah kasih tanggal untuk lisek , tapi baru secara lisan disampaikan dan kami minta tertulis mana surat ATR/BPN itu bahwa tanggal sekian dilakukan lisek ulang karena lisek ulang itu balik kita ukur ulang tanah kita ,” katanya.
Selain itu masukan dan saran masyarakat terkait raperda ini diakuinya sangat di butuhkan supata raperda ini benar-benar maksimal.
“ Kita minta dengan Pemkot Palembang, mana titik koordinat luas wilayah kota Palembang ini , jangan mereka-reka, kami minta di libatkan ini, lalu mana titik koordinat dengan Banyuasin, dengan Muara Enim, dengan Ogan Ilir, pengukuran itu bener dak tidak , yang mana yang mau kita sepakati ukuran apo, karena berapa kali ukur berbeda-beda kami lihat , “ katanya.#udi