RA Anita Noeringhati Terkejut, DPRD Sumsel Tidak Dapat Informasi Rencana Pembuatan Jalan Khusus Batubara PT MBJ
Palembang, BP
Ketua DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) Hj RA Anita Noeringhati mengaku terkejut lantaran tidak ada informasi yang masuk ke DPRD Sumsel terkait PT Marga Bara Jaya (MBJ) yang berencana membangun jalan khusus angkutan batubara melewati kawasan Hutan Harapan, Desa Sako Suban kecamatan Batanghari Leko kabupaten Musi Banyuasin (Muba) yang merupakan hutan tropis dataran rendah tersisa di Sumatera.
Sedangkan jalan khusus angkutan batubara tersebut panjangnya 30,7 km nantinya akan menghubungkan Musi Rawas (Mura) hingga Bayung Lencir, Muba dan juga melewati Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi sekitar Jambi 8,2 Km.
“ Kenapa tidak ada informasi masuk ke DPRD, kalau ini sudah masuk ke DPRD Sumsel, tentunya sedikit saya sudah bicara karena jika ada beberapa hal yang masuk di Komisi IV langsung kita tindaklanjuti, waktu saya menjadi Ketua Komisi IV saya tidak pernah menunda permasalahan yang ada, apalagi saya sudah Ketua DPRD Sumsel setiap hari surat-surat segera saya disposisikan sesuai dengan Komisi-Komisinya,” kata Anita saat menerima pihak kunjungan pihak Koalisi LSM Dan Mapala Se-Sumatera Selatan yang terdiri dari Ali Goik , Direktur Yayasan Depati, Coni dari Bumi Institut, Chandra Anugrah dari Forum Hijau Indonesia, Abdul Haris, Ketua Sumsel Bugjet Center (SBC), Arlan dari Fosil, Andreas dari Federasi Buruh, Beni Mulyadi dari Aliansi Masyarakat Adat Sumsel, Ismail dan Farizal dari Hutan Kita Institut , Sudarto Marelo dari Sarikat Hijau Indonesia, Senin (25/11) di DPRD Sumsel.
Turut hadir anggota Komisi IV DPRD Sumsel H Nopianto dan Efran Effendi.
Menurut koordinator Komisi IV ini, pihaknya merasa senang rekan-rekan ini bersama –sama DPRD Sumsel sebagai refresentasi dari masyarakat telah mendapatkan informasi ini dan informasi ini akan ditindaklanjuti dengan Komisi IV DPRD Sumsel.
“ Saya mohon pemahaman semuanya, bukan tidak kami mau membahas sekarang , kami selesaikan dulu APBD 2020 dan akan kami agendakan diawal tahun karena waktu sangat mepet ini dan ini akan menjadi agenda awal kita, dan mengundang OPD yang menjadi mitra kami di provinsi seperti Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perhubungan, Dinas ESDM, Dinas Kehutanan,” katanya.
Terkait adanya penerbitan Permen LHK Nomor P.7/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2019 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang mulai berlaku 24 April 2019, diterbitkan untuk memudahkan PT Marga Bara Jaya (MBJ) mendapatan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), menurut politisi Partai Golkar ini jika bertentangan dengan aturan diatasnya bisa diajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk di tinjau ulang.
Sedangkan anggota Komisi IV DPRD Sumsel H Nopianto mengatakan, saat mereka menggelar rapat dengan OPD mitra Komisi IV DPRD Sumsel permasalahan ini tidak muncul.
“ Nanti seizin ibu ketua tentunya permasalahan ini akan kita bahas secara detil di Komisi IV dan tidak menutup kemungkinan kita mengundang teman-teman terkait permasalahan ini termasuk dinas terkait, yakinlah ini menjadi prioritas kami di Komisi IV untuk coba bahas,” katanya.
Sedangkan Direktur Yayasan depati, Ali Goik mengatakan, kedatangan mereka ke DPRD Sumsel terkait PT Marga Bara Jaya (MBJ) yang berencana membangun jalan khusus angkutan batubara melewati kawasan Hutan Harapan, Desa Sako Suban kecamatan Batanghari Leko kabupaten Musi Banyuasin (Muba) yang merupakan hutan tropis dataran rendah tersisa di Sumatera.
Sedangkan jalan khusus angkutan batubara tersebut panjangnya 30,7 km nantinya akan menghubungkan Musi Rawas (Mura) hingga Bayung Lencir, Muba dan juga melewati Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi sekitar Jambi 8,2 Km.
“ Kami tidak menolak investasi tetapi kenapa kita menolak jalan khusus tambang tersebut , karena hutan dataran rendah tersisa di Sumsel akan dijadikan jalur khusus , akan dibelah sementara kawan itu merupakan hutan satu-satunya dataran rendah di Sumsel, kenapa kami menolak pembangunan jalan tersebut karena hutan alam tersebut menjadi lokasi penghidupan suku kubu untuk di Sumsel dan daerah tersebut menjadi koridor dan habitat satwa liar dilindungi ada gajah ada rimau , dan hewan khas Sumsel di hutan tersebut,” katanya.Selain itu adanya flora endemik khas Sumsel di hutan tersebut.
Selain itu hutan tersebut merupakan daerah resapan air bagi masyarakat terutama di daerah di kawasan Batang Hari Leko dan Semanggus dan sekitarnya dan sumber perikanan bagi masyarakat yang ada sekitar hutan tersebut.
“ Kami sudah dua tahun ini melakukan advokasi, untuk Kementrian LHK agar tidak memberikan izin pinjam pakai kawasan hutan untuk jalur khusus tambang,, pergunakanlah jalan tambang yang selama ini mereka pakai, tapi harus membelah hutan dataran rendah yang tersisa tersebut kami menolak “ katanya.
Ali mencurigai adanya penerbitan Permen LHK Nomor P.7/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2019 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang mulai berlaku 24 April 2019, diterbitkan untuk memudahkan PT Marga Bara Jaya (MBJ) mendapatan izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), untuk membangun jalan khusus angkutan batubara melewati kawasan Hutan Harapan, yang merupakan hutan tropis dataran rendah tersisa di Sumatera.
Menurut Ali Goik, Permen LHK Nomor P.7 itu diterbitkan untuk mengganti Permen LHK Nomor P. 27/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2018. Padahal, Permen LHK nomor P.27 itu diterbitkan 13 Juli 2018, atau baru 8 bulan berlaku.
“Penerbitan Permen LHK itu janggal karena belum setahun berlaku tapi sudah diganti. Kami curiga, kehadiran Permen yang baru adalah untuk mengakomodasi PT MBJ agar bisa membangun jalan khusus angkutan batubara melewati Hutan Harapan,” kata Ali Goik.
Menurutnya pada Permen LHK yang lama, Pasal 12 Ayat (1) huruf a menyebutkan bahwa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk kegiatan pertambangan mineral dan batubara tidak diberikan pada kawasan hutan produksi yang dibebani Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Restorasi Ekosistem (IUPHHK-RE) dalam Hutan Alam atau pencadangan Hutan Tanaman Rakyat, Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa. Hutan Harapan dikelola oleh PT Restorasi Ekosistem Indonesia (Reki) berdasarkan IUPHHK-RE yang diterbitkan KLHK.
Pada Permen LHK yang baru, sebetulnya tidak ada yang diubah, tapi ada penambahkan pada Pasal 12 Ayat 1 huruf c, yang sebelumnya tidak ada. Bunyi Pasal 12 Ayat 1 huruf c adalah, bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan terhadap permohonan untuk kegiatan jalan angkut produksi pertambangan.
Ali Goik meminta PT MBJ tidak perlu membangun jalan baru, karena dampak yang akan ditimbulkan. Sebab, jalan yang ada dan sudah digunakan selama ini untuk mengangkut batubara, dari lokasi tambang menuju stocpile, masih layak digunakan. Jalan yang disebut warga sebagai jalan Conoco Philip ini, sudah lama dimanfaatkan perusahaan tambang batubara.
Selain itu, menurut Ali Goik, masih ada jalan alternatif lain, yakni melewati jalan yang selama ini dimanfaatkan dan berada dalam kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) milik PT Sejahtera Bahagia Bersama (SBB). Namun, dikabarkan, PT SBB keberatan jika jalan yang berada di lahan konsesi mereka dimanfaatkan untuk dilewati angkutan batubara. Menurut Ali Goik, baik PT MBJ maupun KLHK, tidak berani memanfaatkan jalan yang berada di kawasan HTI milik PT SBB. Padahal, jalan HTI ini jauh lebih aman dan tidak menimbulkan dampak berarti jika dilewati oleh angkutan batubara.
Sedangkan Abdul Haris, Ketua Sumsel Bugjet Center (SBC) menyoroti frasa, ‘dikecualikan terhadap permohonan untuk kegiatan jalan angkut produksi pertambangan’.
“Kalimat ini yang kami curigai. KLHK dengan sengaja mengubah Permen yang lama dengan Permen yang baru, agar PT MBJ bisa membangun jalan khusus angkutan batubara dalam kawasan Hutan Harapan, tanpa menabrak aturan yang sudah ada,” kata Abdul Haris
Padahal menurutnya kawasan yang dilewati jalan khusus angkutan batubara itu merupakan hutan dataran rendah tersisa di perbatasan Sumatera Selatan dan Jambi.
“Kami menduga, kejanggalan sudah tercium saat pembahasan Dokumen Analisa Dampak Lingkungan (Andal) Rencana Kegiatan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) PT MBJ. Rapat yang digelar,” katanya.
Menurutnya, Komisi Penilai Amdal Pusat, berlangsung tiga kali pertama di Kantor KLHK Jakarta 20 Februari 2019, Palembang, 27 Maret 2019, dan di kantor KLHK Jakarta lagi, 1 Juli 2019.
“Pada dua kali rapat awal, sebagian besar peserta menolak rencana pembangunan jalan khusus angkutan batubara melewati kawasan Hutan Harapan. Penolakan itu terkait dengan Permen LHK Nomor P. 27/Menlhk/Setjen/Kum.1/7/2018, sehingga tidak memungkinkan PT MBJ mendapatkan izin membangun jalan di kawasan yang sudah dibebani IUPHHK-RE,” katanya.
Namun, menjelang rapat ketiga, tiba-tiba KLHK menerbitkan Permen Nomor P.7/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2019.
“Pihak kementerian sudah terang-terangan memihak PT MBJ. Permen LHK yang semula melarang pemberian IPPKH di kawasan yang sudah dibebani izin, dengan mudah bisa diubah, demi memuluskan langkah PT MBJ,” katanya.
Melalui dokumen yang sudah direvisi, PT MBJ mengusulkan dua trase jalan khusus angkutan batubara, yakni di dalam kawasan Hutan Harapan, dan di luar kawasan Hutan Harapan. Saat rapat Komisi Penilai Amdal Pusat, 1 Juli 2019, sebagian besar peserta tetap keberatan jika jalan dimaksud melewati Hutan Harapan. Meski demikian, dalam berita acara, tidak ada ketegasan menyangkut trase jalan yang akan dilewati PT MBJ.
“Yang menarik, meski belum ada keputusan terkait trase jalan khusus angkutan batubara yang akan dilewati PT MBJ, dikabarkan Ditjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) KLHK sudah memberikan rekomendasi,” katanya.
Isinya menurutnya menyetujui trase jalan yang akan dilewati PT MBJ, yakni melewati kawasan Hutan Harapan. PT MBJ saat ini tengah menunggu persertujuan Menteri LHK.
“Kemungkinan besar PT MBJ akan mendapat izin pinjam pakai kawasan hutan, karena tidak ada pertaturan yang dilanggar,” kata seorang sumber di KLHK, yang dikutik Koalisi Anti Perusakan Hutan,” katanya.
Jika KLHK menerbitkan IPPKH kepada PT MBJ, dan Hutan Harapan akan dilewati jalan khusus angkutan batubara, dikhawatir kawasan hutan tropis dataran rendah tersisa di Sumatera terancam akan habis, mengingat akses masuk ke dalam kawasan makin terbuka.
Sedangkan Sudarto Marelo dari Sarikat Hijau Indonesia menambahkan kalau kasus ini sudah terjadi sejak tahun 2017 dan Maret 2018 di Hotel Santika, Palembang ada pembahasan Amdal jalan khusus tersebut namun DPRD Sumsel tidak diundang.
“ Dalam pertemuan itu kita dari Palembang menolak untuk pelaksanaan kegiatan itu sehingga kegiatan itu ditunda setelah itu ada pertemuan di Jakarta di KLHK pembahasan Amdal , disitu di PT MBJ mengusulkan jalan khusus tersebut di Muba disitu mereka menawarkan tiga opsi dan kita menolak , kalau itu dibuka sekarang saja ditempat itu musim hujan banjir, apalagi nantinya kalau akan dibuka jalan khusus akan menuai banjir dan itu menganggu kehidupan masyarakat suku anak dalam, dan itu juga menyebabkan ilegal loging dan sebagainya dan hutan itu akan semakin rusak ,” katanya.
Beni Mulyadi dari Aliansi Masyarakat Marga Adat Sriwijaya (AMMAS) menjelaskan sejak adanya undang-undang desa dan SK Gubernur Sumsel No 142 /III/KPTS 1983 yang menghapus marga dan perangkatnya merupakan awal petaka di Sumsel.
“ Kami berharap di cabut SK Gubernur Sumsel No 142 /III/KPTS 1983 dan kembalikan ke sistim marga apalagi di era Gubernur Sumsel H Rosihan Arsyad sudah ada Keputusan Gubernur No 483 tahun 2003 panitia persiapan kembali ke sistim marga, ini untuk mengeliminir kerusakan hutan kedepan, jadi orang Sumsel ditampar mukanya , malu kita ini , alih-alih di era reformasi UUD 1945 marga hilang,” katanya.
Dia juga menilai sangat luar biasa kalau pihak perusahaan melobi Kementrian LHK dan menerbitkan satu pasal dan ini sangat mengherankan.
“Ini sambil berseloroh di Sumsel baru ada dua ratu, Ratu Sima yang dilahirkan di Musi Banyuasin yang menjadi raja kalingga, Ratu Sinuhun dari Kerajaan Palembang yang mengkodifikasi undang-undang simbur cahaya dan ketiga rasanya Ratu Anita, Ratu Bukit Siguntang yang akan mewarnai Sumsel kedepan, “ katanya.#osk