Sumsel Butuh Pusat Kajian Sriwijaya

3
BP/DUDY OSKANDAR
Suasana acara diskusi terbatas Bung FK di Roca Cafe Palembang, Kamis (5/9).

Palembang, BP

Sumatera Selatan (Sumsel) butuh sebuah Pusat Studi Sriwijaya agar sejarah dan nilai peradaban Sriwijaya bisa ditumbuhkembangkan.

” Ya malu , jadi kita ini kalau saya ibaratkan , kita ini ahli waris tapi ahli waris yang tidak paham dengan ahli waris, pertama kita tidak punya pusat studi soal Sriwijaya termasuk soal peradabannya,” kata Taufik Wijaya, penggiat literasi Sejarah Lingkungan di Sumsel, Kamis (5/9) di acara diskusi terbatas Bung FK di Roca Cafe Palembang, Kamis (5/9).

Dia mempertanyakan apakah ada hingga kini regulasi yang turun kebawah secara sistimatis menjadikan Sriwijaya ini menjadi akar filosopis, cara pandang.

“ Rekonstruksi pak Ridwan Saidi keren, dia coba merekonstruksi bahwa sejarah Sumsel dari kelompok kolonial, tapi dia terjebak ketika dia ngomong perompak, diksi perompak bukan diksi dalam, diksi kaum asing menyebutkan orang Indonesia yang suka, orang kita khan enggak mau ada kapal ujuk-ujuk ambil barang, diksi perompak bukan diksi kita, diksi pihak asing, “ katanya.Selain itu menurutnya jika Sriwijaya itu fiktip , maka dia melihat Sriwijaya tidak mandiri di dunia kemaritiman

Menurutnya, regenerasi literasi soal Sriwijaya stagnan bahkan cenderung menurun. “Ini yang harus dijawab bukan soal Sriwijaya fiktif atau tidak,” katanya.

Sedangkan, Maspril Aries yang juga seorang penggiat literasi dan mantan jurnalis menilai memang sudah saatnya Sumsel memiliki pusat kajian Sriwijaya guna mempertahankan eksistensi Sriwijaya di Sumsel.

Baca Juga:  TMMD Kodim 0418/Palembang meraih Prestasi Nasional

Menurut Maspril Aries, “Jika perguruan tinggi tersebut tidak mampu merealisasikannya, kita tawarkan kepada UIN Raden Fatah untuk mendirikan Pusat Studi Sriwijaya. Di sini ada Bung Yenrizal dari UIN Raden Fatah untuk mengelaborasinya kepada para koleganya.” katanya.

Selain itu dia melihat, saat ini generasi muda sudah kehilangan mata pelajaran sejarah dan sekarang pelajaran itu digabung dengan muatan lokal.

“Kalau itu memang ada di muatan lokal kenapa tidak dimasukkan tentang sejarah yang ada di Palembang difokuskan dengan membesarkan Sriwijaya,” katanya.

Menurutnya, Itu bukan hanya dalam kelas, tapi bisa juga bisa diluar kelas seperti mengunjungi museum Taman Purbakala Kerjaan Sriwijaya (TPKS). “Jadi harus didorong seperti itu,” ujarnya.
Kemudian soal Pusat Studi Sriwijaya, hal ini harus didorong untuk dikembangkan ke level kebijakan politik. Misalkan level Perda Khusus yang menyangkut Pusat Studi Sriwijaya.

“Studi ini untuk mengembangkan fisik Sriwijaya sehingga menjadi nyata di Sumsel seperti apa sih? Milenial yang suka wisata kan butuh ini. Majapahit jelas kerajaannya, Sriwijaya bagaimana,” katanya.

Sementara, anggota DPRD Sumsel terpilih Hj RA Anita Noeringhati melihat dalam visi dan misi Gubernur Sumsel saat ini jelas kebangkitan semangat Sriwijaya.
“ Itu yang harus kita tagih, untuk mewujudkan apa yang kita diskusikan hari ini, ini adalah tanggungjawab kepala daerah saat visi dan misi, jangan pandang kami dari Partai Golkar itu bisa dikatakan oposisi tapi bukan oposisi dalam arti negatip, kita ingin membangun bersama-sama Sumatera Selatan,” kata Ketua Komisi IV DPRD Sumsel ini.

Baca Juga:  19 Prajurit Kodam II Sriwijaya Dipecat Tidak Hormat

Anita memastikan besok, Jumat (6/9) saat pihaknya mengikuti rapat pemadangan umum DPRD Sumsel akan menyampaikan menagih Gubernur Sumsel tentang visi dan misi Gubernur Sumsel.

“ Agar beliau (Gubernur Sumsel) berpikir, oh ternyata janji kita itu di catat loh oleh masyarakat dan sekarang ternyata ditagih,” katanya.
Anita setuju terkait Sriwijaya perlu ada FGD lanjutan dilakukan secara simultan, terus menerus agar permasalahan Sriwijaya jangan hanya dibahas saat sedang booming tapi ada agenda untuk memang untuk kemajuan Sumsel.

“Polemik Sriwijaya fiktif dan nyata bisa diambil hikmah agar kita berbenah. Apalagi Sumsel ikonnya Sriwijaya, ” katanya.
Pengamat Komunikasi Lingkungan UIN Raden Fattah, Dr Yenrizal pernyataan Ridwan Saidi itu menimbulkan kembali gairah untuk mengenal kembali dan memahami kembali Sriwijaya bagi Sumatera Selatan. Terutama kota Palembang yang diidentikan dan ditetapkan sebagai pusat Kedatuan Sriwijaya.
Catatan tiga prasasti yakni Prasasti Kedukan Bukit, Prasasti Talang Tuo dan Prasasti Telaga Batu, punya nilai historis tinggi bagi Kota Palembang.

Baca Juga:  DPRD Sumsel Umumkan Penetapan Gubernur Sumsel Terpilih

“Sebenarnya kalau dilihat dari tinggalan-tinggalan Kedatuan Sriwijaya terutama yang bicara tentang lingkungan hidup dari Prasasti Talang Tuwo ada beberapa hal yang ditemukan tentang nilai-nilai penting tentang keserasian hidup masa itu untuk pelajaran masa kini,” katanya.

Prasasti itu bicara tentang penataan ruang, tata kelola air semuanya sudah ada di Talang Tuwo, dan itu sudah ada di zaman dulu.
Kemudian soal keragaman tanaman, soal komitmen kepemimpinan, tentang kepedulian terhadap semua mahluk hidup sudah ada di prasasti itu.
“Artinya Sriwijaya sudah membahas itu sudah sejak lama tentang keseimbangan pembangunan dan kepedulian terhadap seluruh ekosistem di Sriwijaya pada masa itu,” terangnya.
Sebaliknya, kejadian sekarang di Sumsel justru sering terjadi seperti kebakaran hutan, kalau dikatakan adakah hubungannya dengan masa lalu? “Saya jawab iya,” katanya.

“Saya beranggapan dengan melihat bahwa Prasasti Talang Tuwo itu warisan dari leluhur kita maka kalau kita sekarang berperilaku tidak seperti kata leluhur berarti. Kita telah mengingkari pendapat leluhur kita dalam bahasa lainnya kualat lah kita,” katanya.

Yenrizal berharap polemik soal Kedatuan Sriwijaya ini bisa memicu pemerintah dan warga untuk membuat program-program pembangunan yang ramah lingkungan terutama pada daerah-daerah yang rawan terbakar.#osk

Komentar Anda
Loading...