Sumbagsel Jadi Lokasi Peradaban Timah Sebelum Abad 17

8
BP/DUDY OSKANDAR
Sosialisasi hasil peneitian arkeologi “ Identitas Aksara dan Bahasa Sumatera Bagian Selatan “ yang di selenggarakan oleh Balar Sumsel,  di Kafe Dipo Jalan Diponegoro Kecamatan IB II Palembang, Senin (19/11).
Sumbagsel Jadi Lokasi Peradaban Timah Sebelum Abad 17

Palembang, BP

Balai Arkeologi Sumatera Selatan (Balar Sumsel) menemukan puluhan prasasti logam yang tersebar di Jambi, Bangka, dan Sumsel. Temuan ini menguatkan catatan jika peradaban mengelola logam timah sudah terjadi sebelum abad ke-17.

Peneliti Pratama Balar Sumsel, Wahyu Rizky Adhifani, mengatakan jika dibandingkan catatan penjajah Belanda yang menyatakan peradaban timah baru dimulai di abad 17, sementara temuan puluhan prasasti ternyata lebih kuno, yakni abad 10-14, atau di massa kekuasaan raja Adityawarman di Pulau Sumatera.

“Sekitar 80-100 prasasti logam berhasil ditemukan di tiga lokasi berbeda, yakni Bangka, pesisir pantai timur Ogan Komering Ilir Sumsel, daerah Cengal, dan Selapan hingga Jambi. Dominan prasasti berupa timah tapi ada juga tembaga dan emas,” ujar Wahyu ketika sosialisasi hasil peneitian arkeologi “ Identitas Aksara dan Bahasa Sumatera Bagian Selatan “ yang di selenggarakan oleh Balar Sumsel,  di Kafe Dipo Jalan Diponegoro Kecamatan IB II Palembang, Senin (19/11).

Meski belum bisa dibaca lengkap, Wahyu memastikan sebagian besar prasasti berisikan matra, doa atau perlindungan diri dari mereka yang memperlajari atau menuliskannya lebih banyak. Sebagian lagi, berisikan pujian kepada dewa sehingga diperkirakan prasasti tersebut berasal pada perkembangan agama Hindu-Budha di Sumbagsel.

Baca Juga:  Wajah Lama Borong Ketua Komisi

Puluhan prasasti itu menggunakan bahasa Melayu kono dengan menggunakan aksara Sumatera kuno, Proto Ulu, dan Arab. “Balai masih berusaha membaca dan menguatkan identitas aksara dan bahasa di Sumbagsel atas temuan tersebut,” ujarnya.

Temuan prasasti logam di Sumbagsel ini merupakan yang pertama di wilayah tersebut. Sebelumnya, banyak prasasti malah ditemukan pada media batu, gading hewan atau bahan lain yang awet.

“Sementara ini kita analisis tulisannya yang ada pada prasasti timah ini berupa tulisan mantra. Kemungkinan bisa jadi mantra untuk perjalanan atau hal lainnya. Tapi kita belum ketahui secara pasti, siapa yang menulis dan dibuat siapa serta diperuntukkan siapa,” ujar Wahyu.

Selain mendapatkan 11 prasasti berbahan logam dari kolektor di Bangka, Wahyu mengatakan, didapatkan juga prasasti yang sama dari kolektor di Cengal Pantai Timur Kabupaten OKI.

Baca Juga:  Banyuasin Siapkan Bumi Perkemahan 1,3 Hektar

Bukan hanya berbahan logam, ada juga yang berbahan perak, perunggu, dan emas.

Tulisan prasasti juga sama yakni aksara Sumatera Kuno, Proto Melayu atas Aksara Ulu dan  ada tulisan huruf Arab.

“Kolektor banyak mendapatkan prasasti itu dari penambang pasir. Prasasti ditemukan di dasar sungai dan muara-muara sungai. Untuk dikalangan kolektor, prasasti ini tentunya memiliki nilai yang sangat tinggi,” ujarnya.

Sedangkan DR Ninny Susanti Tedjowasono, guru besar arkeolog dari Universitas Indonesia yang menjadi pembicara mengatakan, ditemukan prasasti berbahan logam di wilayah Sumatera, merupakan prasasti pertama kalinya untuk wilayah Sumbagsel.

Lokasi ditemukannya di dasar sungai,Ninny mengatakan, hal ini membuktikan bahwa jalur sungai merupakan akses bagi pedagang dulunya yang mayoritasnya menjual rempah-rempah.

Bisa jadi juga prasasti itu terbawa arus air yang mengalir ke muara sungai.

Baca Juga:  Program Palembang Cerdas Mulai Dirasakan Masyarakat

“Secara umumnya tulisan yang ada prasasti itu adalah aksara Sumatera Kuno atau Melayu Kuno. Tulisannya tidak jauh beda dengan Jawa Kuno, karena semuanya perkembangan dari aksara Pallawa yang digunakan hampir seluruh Asia tenggara,”  katanya.

Sedangkan peneliti utama pada pusat penelitian kemasyarakatan dan kebudayaan LIPI, Obing Katubi menjelaskan kebudayaan material tidak hanya produk pasif kisah kehidupan, tetapi justru sebagai sebuah produk aktip kisah kehidupan dimana bahasa dan aksara dalam teks adalah contohnya.

“ Di Indonesia akhir-akhir ini gempar dengan politik identitas , contoh mudah memahami identitas adalah melalui bahasa,” katanya.

        Selain itu menurutnya, aksara dalam teks merupakan representative  bunyi bahasa atau representative dari peristiwa dimana penggunaan bahasa dan aksara pada kurun waktu tertentu merepresentasikan kebudayaan dari masyarakat pada waktu itu.

        “ Bahasa dan aksara yang digunakan dalam teks prasasti dapat merepresentasikan pernedanaan komunitas bahasa, kelas social, keterpisahan geografis dan sebagainya.#osk

Komentar Anda
Loading...