DPRD Sumsel Minta Aturan Mengenai Pengeras Suara Harus Dikaji Ulang

17
BP/IST
Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) , Drs. H. Husni Thamrin. MM,

Palembang, BP
Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) , Drs. H. Husni Thamrin. MM, mengkritisi himbauan Kementrian Agama (Kemenang) untuk mensosialisasikan lagi aturan mengenai Pengeras Suara di Masjid.
Menurutnya, aturan tentang tuntutan penggunaan pengeras suara di masjid, langgar, dan mushala yang tertuang didalam Intruksi Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam Nomor : Kep/D/101/1978 perlu dilakukan penijauan kembali dikarenakan Pengeras Suara bukanlah domain Ibadah.
“ Himbauan yang dikeluarkan oleh Kemenag melalui Surat Edaran Dirjen Bimas Islam Nomor B.3940/DJ.00.07/08/2018 tertanggal 28 Agustus 2018 tentang meminta Kanwil Sosialisasikan lagi Aturan Pengeras Suara di Masjid, harusnya tidak perlu dilakukan karena Pengeras Suara di Masjid bukanlah domain ibadah, seperti sholat, haji, umroh dan lain sebagainya yang memang harus ada aturan secara nasional, akan tetapi untuk pengeras suara di masjid tentunya harus dilakukan pengkajian ulang, apakah setiap orang meras terganggu dengan pengeras suara tersebut” katanya, Selasa, (28/8).
Oleh sebab itu, menurut Mantan Sekda Kota Palembang ini, biarkanlah pemerintah daerah masing-masing yang menentukan aturan mengenai pengeras suara di masjid, apakah dianggap menggangu atau tidak.
“ Kan, yang lebih mengetahui pengeras suara di masjid, langgar, mushala, menggagu atau tidak masyarakat yang berada di sekitar itu sendiri, dan sebagai perpanjangan tangan pemerintah dilingkungan warga yakni Ketua Rukun Tetangga (RT), oleh karenannya dalam hal ini jangan terkesan gegabah ingin memberlakukan kembali aturan tentang pengeras suara secara nasional, jika memang menggagu biarkan masing masing pemerintah daerah yang menentukan aturan tersebut” kata politisi Partai Demokrat ini.
Dilanjutkannya, persoalan pengaturan waktu pengeras suara dapat digunakan 15 menit sebelum waktu sholat subuh, seharusnya bukanlah juga menjadi subtansinya kementrian melainkan hal ini tergantung kembali dari masyarakat sekitarnya, misalkan di wilayah Pondok Pesantren sudah pasti akan selalu didengarkan suara pengajian-pengajian setiap saat, dan bagaimana dengan adanya senam pagi sekolah yang menggunakan pengeras suara, apakah juga akan mengikuti aturan tersebut.
“ Kaitan dengan adanya pengeras suara di masjid, langgar, mushala dianggap menggangu, bukalah menjadi subtansi dari kementrian Agama untuk mengaturnya, biarkan masyarakat melalui ketua RT mengaturnya jika dianggap menggagu, kemudia bagaimana dengan pengeras suara yang digunakan oleh sekolah-sekolah, dan adanya senam pagi yang juga menggunakan pengeras suara, apakah hal tersebut juga akan diatur kementrian agama, atau kementrian pendidikan, oleh sebab itulah tidak bisa aturan mengenai pengeras suara tersebut diberlakukan secara nasional” katanya.
Dirinya menambahakan bahwa apabila aturan pengeras suara tersebut benar adanya mengenai gangguan, maka yang berwenang dalam hal ini adalah pemerintah daerah sebagaimana ada izin gangguan yang dikeluarkan pemerintah daerah.
“ Kalau yang dimaksudkan dalam aturan tersebut agar tidak mengganggu, maka dalam hal ini kewenangan pemerintah daerah yang mengaturnya, karena pemerintah daerahlah yang memiliki kewenangan menerbitkan izin gangguan” katanya.#osk

Komentar Anda
Loading...