DPRD Sumsel Usulkan Dua Raperda Baru
Palembang, BP
DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) melalui badan pembentukan peraturan daerah (BP3) DPRD Sumsel mengajukan dua usulan rancangan peraturan daerah (Raperda) inisiatif DPRD Sumsel dalam rapat paripurna XXXIX DPRD Sumsel, Senin (22/1).
Rapat paripurna sendiri di pimpin Wakil Ketua DPRD Sumsel M Yansuri dan di damping jajaran Wakil Ketua DPRD Sumsel lainnya dan dihadiri Wakil Gubernur Sumsel H Ishak Mekki dan jajaran.
Menurut pelapor badan pembentukan badan pembentukan peraturan daerah (BP3) DPRD Sumsel HAskweni Spd mengatakan, berdasarkan Keputusan DPRD Provinsi Sumatera Selatan Nomor 121 Tahun 2018 tentang Penetapan Program Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2018, DPRD Provinsi Sumatera Selatan mengusulkan 3 (tiga) Raperda Inisiatif DPRD.
Pada kesempatan ini DPRD Provinsi Sumatera Selatan mengajukan 2 (dua) Raperda Inisiatif untuk dilakukan pembahasan. Dua Rancangan Peraturan Daerah tersebut adalah Raperda tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dan Raperda tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
Mengenai Raperda tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut menurutnya, provinsi Sumatera Selatan memiliki lahan gambut terluas kedua di Pulau Sumatera setelah Provinsi Riau. Luasnya meliputi 16,3 0/0 (enam belas koma tiga persen) dari luas wilayah Provinsi Sumatera Selatan.
Kawasan gambut tersebut tersebar di 5 (lima) Kabupaten yaitu Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan luas 768.501 ha, Musi Banyuasin dengan luas gambut 340.604,48 ha, Banyuasin dengan luas 252.706,52 ha, Musi Rawas seluas 34.126,00 ha dan Muara Enim seluas 24.104,00 ha.
Selain itu, kawasan gambut di Provinsi Sumatera Selatan memiliki ketebalan yang bervariasi yakni antara 50-400 cm yang termasuk pada kategori dangkal hingga dalam. Selanjutnya 98,6% termasuk kategori gambut dangkal hingga sedang dan 3,2°/o atau 45.009 ha merupakan gambut dalam yang terdapat di 3 (tiga) Kabupaten yaitu Kabupaten Musi Banyuasin, Banyuasin, dan Muara Enim.
Menurutnya, lahan gambut merupakan ekosistem yang mudah rusak dan apabila telah rusak, sulit untuk dapat kembali seperti kondisi semula (memiliki sifat irreversible). Kerusakan ekosistem gambut berdampak besar terhadap lingkungan setempat (in situ) maupun lingkungan sekelilingnya (ex situ).
“Kejadian banjir di hilir Daerah Aliran Sungai merupakan salah satu dampak dari rusaknya ekosistem gambut. Secara fungsional, hutan rawa gambut merupakan sumber daya aIam yang bersifat multifungsi. Hutan rawa gambut juga bersifat unik karena menjadi habitat bagi berbagai jenis flora dan fauna termasuk jenis-jenis endemik yang hanya ditemukan dan sangat bergantung pada hutan rawa gambut,” katanya.
Di Provinsi Sumatera Selatan menurutnya, pemanfaatan lahan gambut juga terjadi, dan saat ini lahan gambut tersebut makin terancam keberadaannya karena berbagai aktivitas manusia. Aktivitas manusia tersebut terutama disebabkan dari kegiatan alih guna lahan, penebangan hutan, perambahan, dan kebakaran hutan. dan lahan.
Akibat tekanan ini, lahan gambut di Provinsi Sumatera Selatan telah mengalami alih fungsi atau deforestasi sebesar 2.318.2 ha per tahun sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2005.
“Menyadari pentingnya peran dan fungsi lahan gambut, sebagai salah satu jenis lahan basah, maka pengelolaan lahan gambut perlu dilakukan secara tepat guna dan terpadu. Agar pernanfaatan lahan gambut di masa mandatang tidak menyebabkan kerusakan yang lebih parah, maka diperlukan pengaturan mengenai perlindungan dan pengadaan ekosistem gambut,” katanya.
Selain itu, tujuan dari Raperda ini yaitu memberikan legitimasi kepada Pemerintah daerah untuk segera bergerak secara aktif dan responsif untuk menanggulangi bencana kebakaran lahan dan hutan terutama di lahan gambut dengan cara merestorasi gambut dan dengan adanya Peraturan Daerah mengenal Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut dirasakan penting, perlu, dan mendesak untuk meiindungi ekosistem dan spesies yang ada di lahan gambut Sumatera Selatan.
Untuk Raperda tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah menurutnya pada saat ini Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, seiring jalan dan Berkembangannya Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang dilakukan oleh penyedia Bahan Bakar Kendaraan Bermotor mengalami beberapa kendala dan hambatan dalam pelaksanaan dilapangan baik perhitungan atas dasar pengenaan terhadap dengan memperhitungkan sektor usaha kegiatan ekonomi yaitu oleh sektor industri, usaha pertambangan, perkebunan, kehutanan, transportasi, kontraktor jalan dan sejenisnya, sehingga dalam pengaturannya dengan adanya dasar pengenaan pada sektor usaha.
Selain itu, kegiatan ekonomi ini akan lebih mudah dalam memperhitungkan tarif dasar serta meningkatkan pendapatan daerah dengan menggali potensi-potensi usaha ekonomi masyarakat.
Dalam pelaksanaan pengawasan dan rekonsiliasi terhadap pihak-pihak yang terkait dan para pemangku kepentingan mengalami hambatan mengingat regulasi yang sudah ada belum mengatur kewenangannya, untuk itu perlu pengaturan dalam pelaksanaan pengawasan dan monitoring.
“Berdasarkan uraian di atas maka sangat diperlukan suatu pengaturan regulasi terhadap Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang saat ini telah diatur melalui Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, dan perlunya beberapa pasal di atur dan diubah sebagaimana kewenangan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, mengingat keberhasilan pemungutan pajak merupakan buah sinergi dan proses dialektis antara otoritas perpajakan yang melakukan pembinaan, pengawasan, dan penegakan hukum yang adil, serta partisipasi aktif warga negara yang bertanggung jawab,” katanya.
Selanjutnya, Rancangan Peraturan Daerah ini memuat perubahan dan penambahan ketentuan. Untuk perubahan ketentuan terdapat dalam Pasal 1 ayat (4) dan (5), Pasal 31 menambah 1 ayat, Pasal 32 menambah 1 ayat, perubahan Pasal 36, Pasal 38 menambah dua ayat dan PasaI 76 merubah ayat (1) dan (3).
Sedangkan Wakil Ketua DPRD Sumsel M Yansuri mengatakan, perlu di berikan kesempatan kepada Gubernur Sumsel mengajukan pendapat atas penjelasan Badan pembentukan peraturan daerah Provinsi DPRD Sumsel terhadap raperda usulan inisiatif DPRD Sumsel maka rapat paripurna dilanjutkan Kamis (25/1).#osk