Pilkada Diharapkan Tidak Meniupkan Isu SARA

10
jazilul-fawaid_20160922_190923
Wasekjen DPP PKB Jazilul Fawaid

Jakarta, BP

 Wasekjen DPP PKB Jazilul Fawaid berharap Pilkada DKI Jakarta pada Februari 2017  tidak meniupkan  isu suku, aliran,  ras dan agama (SARA) karena masyarakat  sudah cerdas.
“PKB, PPP, Demokrat dan PAN ingin mempunyai cagub dan cawagub yang bisa kalahkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Sikap PKB ini diputuskan setelah melihat warga DKI Jakarta, menginginkan gubernur baru. Tapi, Ahok  mampu menyatukan lawan-lawan politiknya di Pilkada DKI ini,” tegas Jazilul Fawaid dalam dialektika demokrasi bertajuk Dinamika Politik Menjelang Pilkada 2017.
Jazil  mengakui posisi parpol Islam dalam setiap pemilu mengalami kesulitan dalam keuangan, namun mempunyai modal sosial yang kuat. Dan beberapa kali Pilkada di Jakarta, calon gubernur yang tidak diunggulkan sering menjadi pemenang seperti pasangan Joko widodo- Ahok melawan Fauzi Bowo (petahana). “Kita buktikan di Pilkada  DKI  nanti, apakah ditentukan oleh suara bumi atau suara  langit,” kata Jazil.
Waketum PPP Hal  Arwani menjelaskan,  dinamika Pilkada DKI  menarik dan setiap parpol mempunyai kebebasan  menentukan cagub – cawagub. Baik parpol pendukung maupun  tidak terhadap pemerintah. “Kita berharap Pilkada berjalan lancar, bersih dan jurdil. Pilkada bukan masalah kalah atau menang, namun sejauh mana demokrasi berjalan dengan sehat. Jadi, tidak ada dikotomi parpol antara parpol pemerintah, dan bukan pemerintah. Kita apresiasi pemerintah karena dalam Pilkada ini cair,” tutur Arwani.
Arwani menambahkan, PPP,  PKS, dan Gerindra  sepakat untuk tidak mendukung Ahok.  PPP, PKB, PAN, dan Demokrat juga sepakat  mengusung satu pasangan. Sehingga, kemungkinan ada 2 atau 3 pasangan cagub dan cawagub. Soal nama yang sedang digodok lanjut dia,  ada nama  Sandiaga Uno, Yusril Ihza Mahendra, Anies Baswedan, Agus Harimurti SBY, Saefullah (Sekda DKI) dan  Syilviana Murni.
Dikatakan, Parpol  penantang Ahok sepakat  melaksanakan Pilkada berlangsung fair,  adil, demokratis dan tidak terjebak isu SARA dalam menegakkan demokrasi Pancasila.
Alasan mereka tidak mendukung Ahok sambung Arwani, karena dalam survei,  prosentase Ahok tidak beranjak dari 40 -an %, sehingga masih ada peluang  mengalahkan Ahok.
Ketua DPP Nasdem Syarif Saifullah menjelaskan, sejak awal Nasdem mendukung Ahok karena  melihat kinerja Ahok  baik, tegas dan masyarakat Jakarta mayoritas masih menginginkan Ahok.
 Untuk itu, kata Syarif, NasDem berterima kasih kepada Golkar, Hanura, dan PDIP yang ikut bergabung mengusung Ahok – Djarot. Nasdem   berharap parpol pendukung tidak menonjolkan ego masing-masing jangan seolah-olah paling berjasa mengajukan Ahok.
Direktur Eksekutif Indo Barometer Mohamad  Qodari, menilai  Ahok diibaratkan banteng liar yang  masuk ke kandang banteng. Sebab, sebelum memutuskan Ahok, PDIP sudah menghadirkan beberapa cagub lain dari daerah, seperti Rano Karno dan  Anna Latuconsina, akan tetapi  akhirnya memilih Ahok.
Qodari menambahkan pasangan Ahok-Djarot kemungkinan akan keluar sebagai pemenang dalam Pilkada DKI, karena popularitas  dan kinerja Ahok dianggap berhasil membangun Jakarta dua tahun terakhir.
Mengenai sikap Ahok yang dinilai kasar dan tidak santun, Qodari menganggap hal itu sebagai gaya kepemimpinan seseorang. Toh masyarakat menganggap sikap Ahok yang demikian merupakan sikap tegas. “Penelitian kami sikap Ahok merupakan sikap tegas, jadi masyarakat menyukai. Dan Walikota Surabaya Risma juga begitu, toh disenangi warganya dan ratingnya tinggi di Surabaya,” paparnya. #duk
Baca Juga:  PKB Sumsel Dukung Pilkada Serentak Dilaksanakan Usai Covid-19
Komentar Anda
Loading...