Hukuman Romi Herton dan istri Diperberat
Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya, Masyito. Selain itu, PT DKI Jakarta juga mencabut hak politik Romi-Masyito.
“Masing-masing dijatuhi pidana 7 tahun penjara untuk Romi Herton dan 5 tahun penjara untuk Masyito,” kata humas PT DKI Jakarta M Hatta, Jumat (19/6).
Masing-masing didenda sebesar Rp 200 juta. Jika tidak membayar denda maka diganti 2 bulan kurungan. Vonis itu diketok pada Kamis (18/6) sore oleh ketua majelis Elang Prakoso Wibowo.
“Ditambah hukuman tambahan berupa pencabutan hak dipilih dan memilih selama 5 tahun,” ujar Hatta.
Sebelumnya Wali Kota Palembang nonaktif Romi Herton diganjar hukuman 6 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Vonis ini lebih rendah tiga tahun dari tuntutan jaksa.
Sementara Masyitoh, istri Romi, divonis empat tahun penjara atau lebih rendah dua tahun dari tuntutan jaksa. Vonis terhadap Romi dan Masyitoh dibacakan sekaligus oleh Ketua Majelis Hakim Muhammad Mukhlis.
Selain hukuman penjara, keduanya juga dihukum membayar pidana denda sebesar Rp200 juta yang apabila tak dipenuhi diganti pidana kurungan selama dua bulan.
“Mengadili, menjatuhkan pidana terhadap terdakwa satu Romi Herton dengan pidana penjara selama enam tahun dan terdakwa dua Masyito dengan pidana penjara selama empat tahun dan masing-masing terdakwa di pidana denda sebesar dua ratus juta rupiah dengan ketentuan denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selam dua bulan,” putus Hakim Muhamad Mukhlis dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Senin (9/3).
Majelis Hakim menolak tuntutan JPU yang meminta hakim untuk mencabut hak politik Romi, baik untuk memilih maupun dipilih dalam pemilu.
Majelis Hakim menolak tuntutan JPU yang meminta hakim untuk mencabut hak politik Romi, baik untuk memilih maupun dipilih dalam pemilu.
Dalam pertimbangan hakim, keduanya terbukti menyuap Ketua MK Akil Mochtar (kini juga terpidana) senilai Rp11,3 miliar dan USD316 ribu melalui perantaranya, Muhtar Efendy.
Suap itu untuk memuluskan penanganan perkara Pilkada di MK, Masyito menyerahkan uang Rp7 miliar kepada Muhtar, uang tersebut kemudian diberikan ke Akil. Sementara, pihak bank mencatat, transaksi yang dilakukan Masyitoh untuk penanganan perkara lebih dari Rp7 miliar.
Keduanya terbukti melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 junto pasal 55 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Hakim mempertimbangan beberapa hal yang memberatkan dan meringankan ke-dua terdakwa. Untuk hal yang memberatkan, Romi dan Masyitoh dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.
“Perbuatan ke dua terdakwa juga dapat mencederai lembaga peradilan, khususnya MK,” ujar Hakim Mukhlis.
Sementara hal yang meringankan, para terdakwa bersikap kooperatif dan memperlancar jalannya persidangan. Selain itu, para terdakwa mengakui dan menyesali perbuatannya
“Terdakwa satu selaku aparatur negara sudah banyak berjasa memajukan kota Palembang. Terdakwa dua sebagai ibu dan istri terdakwa satu masih memiliki anak yang masih perlu mendapat perhatian dan kedua terdakwa belum pernah dihukum,” lanjut Mukhlis.#osk