Komisi II DPR Usulkan Revisi UU Pilkada
Jakarta, BP
Komisi II DPR mengusulkan revisi Undang-Undang Pilkada dan Undang-Undang (UU) Partai Politik (Parpol) ke pimpinan DPR RI agar Parpol yang sedang bertikai dan belum memiliki kekuatan hukum bisa ikut pilkada serentak tahun 2015 ini. Ini dimaksudkan dalam rangka mencari payung hukum, sehingga di masa sidang akan datang revisi Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada harus direvisi.
Juga revisi terbatas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Parpol. Semua fraksi di Komisi II DPR menginginkan dua undang-undang itu direvisi, khususnya mengenai kesertaan partai politik untuk mengikuti Pilkada 2015,” tegas Ketua Komisi II DPR RI, Rambe Kamarulzaman di Gedung DPR< Jakarta, Selasa (5/5).
Berbarengan dengan itu, lanjut Rambe, KPU menyiapkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), DPR RI menyiapkan payung hukum untuk menangkal masalah yang berpotensi terjadi di kemudian hari. “KPU setuju Undang-Undang Pilkada direvisi. Komisioner KPU Arief Budiman mengatakan UU Pilkada belum mengatur tentang kepesertaan partai politik yang bertikai dalam pilkada,” katanya.
Jelang tahapan pilkada serentak dimulai yang dimulai Juli mendatang, kata dia, Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan hingga sekarang masih terbagi pada dua kepengurusan.
Dikatakan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sudah mengeluarkan Surat Keputusan yang mengakui Golkar versi Agung Laksono dan PPP kubu Romahurmuziy. Tapi, Aburizal Bakrie menggugat ke pengadilan, dan Djan Faridz juga menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan dikabulkan sebagai pengurus sah. Selanjutnya Menkumham Yasonna Laoly banding atas keputusan PTUN itu. “Makanya perlu direvisi UU Pilkada,” papar Rambe.
Sementara itu Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan satu kelompok di DPR telah memaksakan kehendak terhadap peratuturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui Komisi II DPR RI. “Pemaksaan kehendak itu dengan merencanakan revisi UU Parpol dan UU Pilkada gara-gara KPU tidak tunduk.
Menurut Agun pemaksaan kehendak merupakan wujud arogansi DPR RI sejak beberapa bulan belakangan atau setelah periode 2014-2019. Misalkan dengan membuat UU MD3 agar sekelompok partai bisa menduduki jabatan strategis. Bahkan DPR mengatur agenda paripurna serta merotasi sejumlah anggota dewan tanpa menanyakan lebih dulu kedaulatan anggota yang dipiih rakyat.
Agun juga menegaskan DPR telah mengabaikan azas dan prinsip demokrasi dengan tidak mnghormati serta menerima perbedaan. “Mereka memaksakan kehendak berdasarkan suara terbanyak seperti dipertontonkan kepada publik selama ini. Arogansi semacam ini mesti dihentikan,” tegas politisi Partai Golkar ini.#duk
Komisi II DPR Usulkan Revisi UU Pilkada
Jakarta,BP
Komisi II DPR mengusulkan revisi Undang-Undang Pilkada dan Undang-Undang (UU) Partai Politik (Parpol) ke pimpinan DPR RI agar Parpol yang sedang bertikai dan belum memiliki kekuatan hukum bisa ikut pilkada serentak tahun 2015 ini. Ini dimaksudkan dalam rangka mencari payung hukum, sehingga di masa sidang akan datang revisi Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada harus direvisi.
Juga revisi terbatas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Parpol. Semua fraksi di Komisi II DPR menginginkan dua undang-undang itu direvisi, khususnya mengenai kesertaan partai politik untuk mengikuti Pilkada 2015,” tegas Ketua Komisi II DPR RI, Rambe Kamarulzaman di Gedung DPR< Jakarta, Selasa (5/5).
Berbarengan dengan itu, lanjut Rambe, KPU menyiapkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), DPR RI menyiapkan payung hukum untuk menangkal masalah yang berpotensi terjadi di kemudian hari. “KPU setuju Undang-Undang Pilkada direvisi. Komisioner KPU Arief Budiman mengatakan UU Pilkada belum mengatur tentang kepesertaan partai politik yang bertikai dalam pilkada,” katanya.
Jelang tahapan pilkada serentak dimulai yang dimulai Juli mendatang, kata dia, Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan hingga sekarang masih terbagi pada dua kepengurusan.
Dikatakan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sudah mengeluarkan Surat Keputusan yang mengakui Golkar versi Agung Laksono dan PPP kubu Romahurmuziy. Tapi, Aburizal Bakrie menggugat ke pengadilan, dan Djan Faridz juga menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan dikabulkan sebagai pengurus sah. Selanjutnya Menkumham Yasonna Laoly banding atas keputusan PTUN itu. “Makanya perlu direvisi UU Pilkada,” papar Rambe.
Sementara itu Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan satu kelompok di DPR telah memaksakan kehendak terhadap peratuturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui Komisi II DPR RI. “Pemaksaan kehendak itu dengan merencanakan revisi UU Parpol dan UU Pilkada gara-gara KPU tidak tunduk.
Menurut Agun pemaksaan kehendak merupakan wujud arogansi DPR RI sejak beberapa bulan belakangan atau setelah periode 2014-2019. Misalkan dengan membuat UU MD3 agar sekelompok partai bisa menduduki jabatan strategis. Bahkan DPR mengatur agenda paripurna serta merotasi sejumlah anggota dewan tanpa menanyakan lebih dulu kedaulatan anggota yang dipiih rakyat.
Agun juga menegaskan DPR telah mengabaikan azas dan prinsip demokrasi dengan tidak mnghormati serta menerima perbedaan. “Mereka memaksakan kehendak berdasarkan suara terbanyak seperti dipertontonkan kepada publik selama ini. Arogansi semacam ini mesti dihentikan,” tegas politisi Partai Golkar ini.du
Komisi II DPR Usulkan Revisi UU Pilkada
Jakarta,BP
Komisi II DPR mengusulkan revisi Undang-Undang Pilkada dan Undang-Undang (UU) Partai Politik (Parpol) ke pimpinan DPR RI agar Parpol yang sedang bertikai dan belum memiliki kekuatan hukum bisa ikut pilkada serentak tahun 2015 ini. Ini dimaksudkan dalam rangka mencari payung hukum, sehingga di masa sidang akan datang revisi Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada harus direvisi.
Juga revisi terbatas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Parpol. Semua fraksi di Komisi II DPR menginginkan dua undang-undang itu direvisi, khususnya mengenai kesertaan partai politik untuk mengikuti Pilkada 2015,” tegas Ketua Komisi II DPR RI, Rambe Kamarulzaman di Gedung DPR< Jakarta, Selasa (5/5).
Berbarengan dengan itu, lanjut Rambe, KPU menyiapkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), DPR RI menyiapkan payung hukum untuk menangkal masalah yang berpotensi terjadi di kemudian hari. “KPU setuju Undang-Undang Pilkada direvisi. Komisioner KPU Arief Budiman mengatakan UU Pilkada belum mengatur tentang kepesertaan partai politik yang bertikai dalam pilkada,” katanya.
Jelang tahapan pilkada serentak dimulai yang dimulai Juli mendatang, kata dia, Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan hingga sekarang masih terbagi pada dua kepengurusan.
Dikatakan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sudah mengeluarkan Surat Keputusan yang mengakui Golkar versi Agung Laksono dan PPP kubu Romahurmuziy. Tapi, Aburizal Bakrie menggugat ke pengadilan, dan Djan Faridz juga menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta dan dikabulkan sebagai pengurus sah. Selanjutnya Menkumham Yasonna Laoly banding atas keputusan PTUN itu. “Makanya perlu direvisi UU Pilkada,” papar Rambe.
Sementara itu Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan satu kelompok di DPR telah memaksakan kehendak terhadap peratuturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui Komisi II DPR RI. “Pemaksaan kehendak itu dengan merencanakan revisi UU Parpol dan UU Pilkada gara-gara KPU tidak tunduk.
Menurut Agun pemaksaan kehendak merupakan wujud arogansi DPR RI sejak beberapa bulan belakangan atau setelah periode 2014-2019. Misalkan dengan membuat UU MD3 agar sekelompok partai bisa menduduki jabatan strategis. Bahkan DPR mengatur agenda paripurna serta merotasi sejumlah anggota dewan tanpa menanyakan lebih dulu kedaulatan anggota yang dipiih rakyat.
Agun juga menegaskan DPR telah mengabaikan azas dan prinsip demokrasi dengan tidak mnghormati serta menerima perbedaan. “Mereka memaksakan kehendak berdasarkan suara terbanyak seperti dipertontonkan kepada publik selama ini. Arogansi semacam ini mesti dihentikan,” tegas politisi Partai Golkar ini.duk
k