Kebijakan Tarif Impor AS 32 Persen Untuk Indonesia ,  Ini Respon  Kadin Sumsel

30
Ketua Kadin Sumsel H Affandi Udji SE MM (BP/IST)

Palembang, BP– Kebijakan Amerika Serikat (AS) yang memberlakukan kenaikan tarif impor sebesar 32 persen terhadap barang-barang dari Indonesia diprediksi akan membawa dampak signifikan bagi perekonomian nasional.

Kenaikan tarif ini diperkirakan akan meningkatkan harga barang impor dari AS, yang berpotensi memberatkan konsumen.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sumatera Selatan (Sumsel), Affandi Udji, menyatakan bahwa kebijakan ini memiliki sisi positif dan negatif yang perlu dicermati oleh pemerintah dan pelaku usaha.
“Kebijakan ini pasti berdampak terhadap perekonomian kita secara nasional,” ujar Affandi pada Sabtu, (5 /4).
Affandi memaparkan beberapa potensi dampak negatif dari kebijakan tarif impor ini. Pertama, kenaikan harga barang impor dari AS akan langsung dirasakan. Tarif yang lebih tinggi akan menyebabkan lonjakan harga produk AS ketika masuk ke Indonesia.
“Hal ini tentu berdampak pada konsumen dalam negeri yang selama ini bergantung pada produk-produk impor asal AS,” jelasnya.
Harga yang lebih mahal berpotensi menurunkan daya beli masyarakat terhadap barang-barang tersebut, yang pada akhirnya dapat mengurangi volume perdagangan antara kedua negara.
Kedua, kebijakan ini berpotensi menjadi preseden bagi negara lain untuk turut menaikkan tarif impor terhadap Indonesia.
Jika langkah AS diikuti, akses ekspor Indonesia ke pasar global akan semakin terbatas, yang dapat menurunkan daya saing produk dalam negeri dan semakin membebani konsumen akibat potensi kenaikan harga barang impor dari berbagai negara.
Ketiga, kebutuhan devisa untuk kegiatan impor diperkirakan akan meningkat. Dengan tarif yang lebih tinggi, nilai transaksi impor akan semakin besar, sehingga Indonesia perlu mengalokasikan lebih banyak cadangan devisa untuk membayar barang impor dari AS.
 Pengelolaan devisa yang tidak tepat dapat menguras cadangan negara dan melemahkan stabilitas ekonomi.
Dampak negatif keempat adalah potensi bertambahnya jumlah pengangguran.
 Terganggunya aktivitas impor dan menurunnya pasokan barang impor dapat menyulitkan sektor industri yang bergantung pada bahan baku atau produk dari AS.
“Akibatnya, ada kemungkinan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang bisa memperburuk kondisi ketenagakerjaan di Indonesia,” kata  Affandi.
Kelima, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berpotensi melemah. Tekanan terhadap devisa yang meningkat dan neraca perdagangan yang terganggu dapat menyebabkan penurunan nilai rupiah.
 “Melemahnya rupiah dapat memperparah kondisi ekonomi karena harga barang impor akan semakin mahal, dan biaya produksi bagi industri yang masih mengandalkan bahan baku impor juga meningkat,” katanya.
Meskipun demikian, Kadin Sumsel melihat adanya sisi positif dari kebijakan AS ini.
Salah satunya adalah meningkatnya gairah produksi dalam negeri. Harga barang impor yang semakin mahal dapat mendorong masyarakat dan pelaku usaha untuk lebih memilih dan memproduksi barang-barang lokal.
“Hal ini bisa menjadi peluang bagi industri dalam negeri untuk berkembang dan mengisi pasar yang sebelumnya didominasi oleh produk impor,” imbuh Affandi.
Selain itu, daya saing produk Indonesia berpotensi meningkat. Hambatan impor dari AS dapat memicu pelaku usaha dalam negeri untuk lebih fokus pada peningkatan kualitas produk agar mampu bersaing di pasar domestik maupun global.
“Hal ini juga bisa mendorong inovasi dan efisiensi dalam proses produksi sehingga produk-produk lokal semakin kompetitif di kancah internasional,” kata Affandi.
Kebijakan ini juga memberikan percepatan hilirisasi dan industrialisasi di Indonesia.
 Terbatasnya akses terhadap produk impor memberikan peluang lebih besar bagi Indonesia untuk mengembangkan industri manufaktur dan pengolahan sendiri.
 “Ini sejalan dengan visi pemerintah untuk mendorong hilirisasi sumber daya alam dan mengurangi ketergantungan pada produk luar negeri,” jelasnya.
Dampak positif keempat adalah diversifikasi pasar bagi pelaku impor. Tarif impor AS yang tinggi dapat mendorong pengusaha Indonesia untuk mencari alternatif pasar di negara lain dengan kebijakan perdagangan yang lebih menguntungkan, sehingga mengurangi ketergantungan pada satu negara tertentu.
Pemerintah dan Pelaku Usaha Harus Bersiap
Affandi menegaskan bahwa pemerintah dan dunia usaha harus bersiap menghadapi dampak dari kebijakan ini. Strategi yang tepat perlu disusun untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif demi kepentingan ekonomi nasional.
“Kenaikan tarif impor ini bisa menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Indonesia dalam mengembangkan industri dalam negeri dan memperkuat daya saingnya di pasar global,” katanya.#udi

Baca Juga:  Lebaran, Penyelenggara PilkadaTetap Lakukan Pendataan Pemilih
Komentar Anda
Loading...