Mahasiswa Modnus Unsri Napak Tilas Peradaban Sungai Musi

167
Menyelusuri Peradaban Sungai Musi dilakukan oleh mahasiswa dan mahasiswi Modul Nusantara (Modnus) Universitas Sriwijaya (Unsri) yang mengikuti program pertukaran mahasiswa serta berasal dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.  Mereka menyusuri peradaban-peradaban tua disepanjang Musi mulai dari Rumah Tjik Mas di Kampung khas Palembang, Klenteng Ho Tjing Bio di Pulau Kemaro hingga Rumah Saudagar Hong Boe Tjit di Kampung 4 Ulu dibawah bimbingan dan koordinasi dosennya, Dr. Dedi Irwanto, M.A. Sabtu (14/10)(BP/IST)

Palembang, BP- Menyelusuri Peradaban Sungai Musi dilakukan oleh mahasiswa dan mahasiswi Modul Nusantara (Modnus) Universitas Sriwijaya (Unsri) yang mengikuti program pertukaran mahasiswa serta berasal dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Mereka menyusuri peradaban-peradaban tua disepanjang Musi mulai dari Rumah Tjik Mas di Kampung khas Palembang, Klenteng Ho Tjing Bio di Pulau Kemaro hingga Rumah Saudagar Hong Boe Tjit di Kampung 4 Ulu dibawah bimbingan dan koordinasi dosennya, Dr. Dedi Irwanto, M.A. Sabtu (14/10)

Jelajah peradaban musi diselenggarakan oleh Tour Jelajah Musi dengan perahu tongkang milik youtuber Palembang, Mang Dayat dengan narasumber Kholid Zaim dari Palembang Good Guide.

Mahasiswa Modnus Unsri ini dipimpin ketua kelompok M. Ali Sodiq dari Jurusan Teknik Informatika STMIK Widya Pratama Pekalongan menyusuri Sungai Musi menggunakan transportasi perahu tongkang dilengkapi lifejacket dan standar keselamatan lainnya. Selain menggelar dan menikmati wisata sungai mereka belajar memahami kehidupan etnis-etnis minoritas di Kota Palembang yang berdiam di sepanjang Musi.

Baca Juga:  Jokowi Perintahkan Panglima TNI-Kapolri Kejar dan Tangkap Seluruh Anggota KKB .

Di Pulau Kemaro,  mereka diajak berdiskusi oleh narasumber Kholid Zaim tentang sejarah dan tradisi lisan keberadaan pulau ini bagi Kota Palembang. “Saya baru pertama kali ini naik tongkat dan ke Pulau Kemaro.

“Berdasarkan  penjelasan narsum tadi saya baru mengerti bahwa tradisi lisan Tan Bun An dan Siti Fatimah. Selain legenda tentang cinta anak manusia. Sejatinya, narasi ini menandakan sudah ada hubungan kuat Palembang dan negeri China sejak masa lampau”, kata Ni Putu Dinda Mutiara Berliana Saridewi, salah seorang mahasiswi peserta Modnus Unsri dari Jurusan HI, Universitas Udayana Bali sambal menikmati keindahan alam Pulau Kemaro.

Harusnya Pulau Kemaro ini menurut Ni Putu Dinda Mutiara Berliana Saridewi sama terkenalnya dengan Tanah Lot Bali yang sudah mendunia.

“Bahkan sebenarnya Tanah Lot lebih kecil dari Pulau Kemaro ini. Kalau mau jujur Pulau Kemaro ini lebih kaya akan tradisi, budaya dan sejarah. Hanya saya lihat nilai jualnya masih rendah. Maaf kayaknya tidak ada atraksi-atraksi budaya untuk mendukung kunjungan ke pulau ini yang digagas oleh Dinas Kebudayaan Palembang,” katanya.

Baca Juga:  Bantu Kendaraan Operasional dan Laptop, Bentuk Kepedulian Bupati Heri Amalindo ke PKH dan TKSK

Mestinya Disbud menggandeng komunitas budaya untuk menghidupkan atraksi budaya wisata di pulau ini.

“Sehingga tiap hari ada  kegiatan seni  dilakukan di sini. Sehingga orang akan serta merta berkunjung ke Pulau Kemaro”, saran Dinda ketika melihat Pulau Kemaro.

Perjalanan di Pulau Kemaro dilanjutkan dengan menyusuri Kampung Aer Pulau Kemaro. Kampung ini merupakan kampung wisata yang dihuni lebih kurang 100 KK.

“Secara teknis Kampung Aer Kemaro ini landscape agak sama dengan Kampoeng Air Juwana di Pati. Beberapa fasilitasnya sudah oke ada hidroponik dan budidaya lele. Di sini pengunjung diajak merasakan nuansa khas Palembang. Di mana manusia beradaptasi dengan lingkungan budaya sungai khas Plembang di zaman lama. Sedikit saran saya seharusnya di Kampung Aer ini juga ada tempat makan khas Palembang. Di mana orang sambil makan bisa menikmati view kapal-kapal yang lalu lalang di Sungai Musi”, kata Dinka Ardantya Widayanti mahasiswi Psikologi peserta Modnus Unsri dari Universitas Muria Kudus.

Baca Juga:  Dua Kakak Beradik Jambret Ditembak

Siangnya jelajah mengunjungi rumah Saudagar Ong Boen Tjit. Mereka mengamati sisa kebesaran konglomerasi Palembang masa lalu yang merupakan keturunan Cina yang diberi tempat dengan baik dan dihormati oleh masyarakat Palembang. Selain berdiskusi ringan tentang harmonisasi kehidupan minoritas di tengah mayoritas asli Palembang.

Mereka juga menikmati kopi hangat khas Rumah Ong Boen Tjit di beranda. Sebagian sambil bergembira memainkan beberapa permainan tradisional Palembang seperti “orang kaya orang miskin” atau “cing keluing” di halaman luas rumah Baba Ong tersebut.

Menjelang sore mereka kembali ke Kampus Unsri Indralaya sambil membawa pengalaman dan pengetahuan dari peradaban sepanjang Sungai Musi.#udi

 

 

Komentar Anda
Loading...