Terbukti Langgar Undang-Undang CB , Pemasangan Lift Di Atas Jembatan Ampera Harus Dihentikan
Palembang, BP- Pemasangan lift di Jembatan Ampera ternyata terbukti melanggar Undang-Undang (UU) Cagar Budaya (CB) No 11 tahun 2010. Sejumlah pihak mendesak pemasangan lift diatas Jembatan Ampera di hentikan.
Anggota Komisi IV DPRD Sumsel Zulfikri Kadir menilai pihak BBPJN Sumsel tidak ada kerjaan dengan menambah lift di Jembatan Ampera yang punya nilai sejarah dan sudah berumur 50 tahun.
“ Ini (Jembatan Ampera) Heritage , nilai cagar budaya, kalau 60 tahun tidak boleh itu, apo inisiasi BBPJN Sumsel, kalau perlu batalkan pemasangan lift itu, masak inisiasi satker? tidak boleh ini,” katanya dengan nada tinggi dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang diinisiasi Komisi IV DPRD Sumsel diruang Banmus DPRD Sumsel bersama Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Sumatera Selatan (BBPJN) Sumsel terkait pemasangan lift diatas Jembatan Ampera bersama pihak terkait, Rabu (30/11).
Hadir diantaranya Ketua DPRD Sumsel Hj RA Anita Noeringhati, Ketua Komisi IV DPRD Sumsel Ir Holda Msi, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sumsel Hasbi Asadiki , Sekretaris Komisi IV DPRD Sumsel Nasrul Halim dan anggota Komisi IV DPRD Sumsel Zulfikri Kadir, Ketua Masyarakat Sejarawan (MSI) Kota Palembang Dr Dedi Irwanto MA, budayawan Sumsel Vebri Al Lintani, TACB Provinsi Sumsel dan TACB Kota Palembang, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Tata Ruang (PUBM-TR) Provinsi Sumsel, Muhammad Affandi.
Selain itu dia menilai dengan pemasangan lift apakah akan bertahan lama Jembatan Ampera.
“ Bagaimana studinya agar tiang bisa bertahan, “katanya.
Hal senada dikemukakan Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Provinsi Sumsel Aufa Syahrizal Sarkomi.
“ Banyak kreteria-kreteria , banyak hal-hal yang harus kita perhatikan didalam undang-undang, kalau kita membangun, kalau ini sudah ditetapkan cagar budaya , tiba-tiba kita melakukan perubahan tanpa mengindahkan undang-undang cagar budaya , maka ini suatu pelanggaran, padahal Jembatan Ampera sudah terdaftar sebagai cagar budaya,” kata Aufa.
Menurutnya jika terjadi kerusakan Jembatan Ampera akibat perbaikan ini maka Sumsel akan rugi besar, padahal untuk mendapatkan sertifikasi cagar budaya membutuhkan proses bertahun-tahun.
“Kami tidak menghalangi proses pembangunan , tapi akan mendukung sepenuhnya , tetapi saya bicara sebagai tim ahli cagar budaya, tadi dijelaskan dulu ada lift , itu zaman dulu dan kontruksinya untuk apa, sekarang kalau di pasang lift azaz manfaatnya dimana, kalau dulu lift untuk petugas naik turun ke Ampera, sekarang mesin diatas tidak berfungsi, sekarang kalau mau di pasang lift asas manfaatnya dimana dan urgensinya dimana, kami hanya takut pembangunan ini berpotensi akan merusak dari Ampera itu sendiri” kata Aufa yang juga menjabat sebagai Kadisbupar Sumsel.
Menurutnya kalau pemasangan lift untuk menara pandang atau dibuat restoran di atas Jembatan Ampera menurutnya lebih baik dipindahkan tempat lain.
“Kalau pemasangan lift untuk memberikan kemudahan petugas silahkan saja sepanjang itu tidak menambah beban bagi Ampera ,” katanya.
Hal senada dikemukakan anggota TACB Sumsel Yudi Syarofi menilai berapapaun kajian yang dibuat BBPJN sebelum ada rekomendasi hasil kajian dari TACB maka tidak bisa melaksanakan kegiatan pemasangan lift.
“ Dan itu ada ancaman pidananya ada di pasal 104 Undang-Undang Cagar Budaya jika pelakunya PNS , ASN maka ditambah 1/3 lagi hukuman, serendah-rendahnya 1 tahun , dan atau denda Rp500 juta setingginya 15 tahun dan atau denda Rp5 miliar, diundang-undang ini tidak ada penghalangan pembangunan tapi harus ada kajiannya dan cagar budaya,” katanya.
Menurut Yudi untuk apa lagi rapat dan seharusnya langsung mengambil tindakan hukum terkait pemasangan lift di Jembatan Ampera daripada rapat .
“ Begini saja izinkan kami membuat kajian tentang itu, dan sementara itu belum ada rekomendasi maka pemasangan lift tidak bisa dilaksanakan , jika tidak kita berhadapan dengan pasal 104 tadi,” katanya.
Penolakan juga disampaikan Ketua Masyarakat Sejarawan (MSI) Kota Palembang Dr Dedi Irwanto MA, budayawan Sumsel Vebri Al Lintani untuk menghentikan pemasangan lift di atas Jembatan Ampera karena melanggar undang-undang cagar budaya.
“ Menurut saya hentikan dulu pemasangan lift tersebut sebelum ada kajian lebih lanjut dan kesepakatan masyarakat budaya dengan pelaksana pembangunan,” kata Vebri.
Hal senada Dr Dedi Irwanto MA menilai pemasangan lift diatas Jembatan Ampera oleh BBPJN tidak ada kajian dan buta sejarah.
“ Saya melihat koservasi yang dilakukan BBPJN menyimpang sekali sama sekali,”katanya sembari mendukung upaya mempidanakan pihak yang telah melakukan upaya pemasangan lift diatas Jembatan Ampera sesuai undang-undang cagar budaya.
Hal senada dikemukakan Ketua DPRD Sumsel Hj RA Anita Noeringhati menilai karena tidak ada koordinasi pihak BBPJN dengan DPRD Sumsel terkait pemasangan lift di Jembatan Ampera.
“ Kalau ada komunikasi dengan DPRD Sumsel tidak ada polemik di media dan masyarakat , kami tidak menghalangi pemerintah pusat untuk membangun di Sumsel tapi saya berharap mari berkoordinasi dengan baik agar hal ini tidak terjadi lagi apabila ada dibahas dengan masyarakat luas , kami pertama kali menyampaikan,” katanya.
Kepala Bidang Jalan dan Jembatan , Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Sumatera Selatan (BBPJN) Sumsel, Ryandra Narlan ST MT mengaku, kalau pihaknya sudah berkontrak , artinya kedua belah pihak harus melaksanakan apa yang ada dalam kontrak.
“ Untuk menghentikan ada prosedurnya , kami tahunya kontrak berjalan,” katanya.
Ryandra mengaku tidak tahu kalau dalam pemasangan lift di Jembatan Ampera melanggar undang-undang cagar budaya.
Termasuk dia mengaku tidak tahu kalau Jembatan Ampera adalah benda cagar budaya.
“ Kita akan konsultasi dengan pimpinan bahwa ada permintaan untuk menghentikan tapi secara kontrak kita jalan terus, “ katanya.
Dia mengaku setiap tahun pihaknya selalu melakukan pemerliharaan untuk Jembatan Ampera.
“ Kebetulan ini menyangkut benda cagar budaya (Jembatan Ampera) tapi dari sisi tehnis , kita melakukan terus pemeliharaan , misalnya tahun 1992 kita melakukan injeksi ke Jembatan Ampera, kemudian masalah orisinal plat jembatan harus diganti, kalau enggak di ganti akan roboh,” katanya.
Untuk pemasangan lift akan dipasang di bagian dalam tiang Jembatan Ampera.
“Itu ada ruangan dalam itu, ruangan lift yang dulu, kita memanfaatkan ruangan itu , lift itu akan digunakan untuk pemeliharaan naik keatas, “ katanya.
Untuk wacana wisata di atas Jembatan Ampera menurutnya dalam kontrak tidak ada .
“ Lift itu dipakai untuk pemerliharaan jembatan,” katanya.
Menurutnya anggaran lift termasuk perbaikan dan pemeliharaan di Jembatan Ampera bukan hanya satu paket pekerjaan saja tapi untuk semua paket yang totalnya Rp 31 miliar tapi banyak untuk perbaikan dan pemeliharaan jembatan di Sumsel.
“ Kalau anggaran pemasangan lift di Jembatan Ampera , enggak tahu kita, karena dia ada volumenya, harga satunya , enggak tahu kita,” katanya.
Sementara itu, Husairi Kabid Freservasi 1 Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Sumatera Selatan (BBPJN) Sumsel mengatakan, sejak awal pihaknya tidak tahu kalau Ampera masuk dalam Cagar Budaya.
Meski demikian, pihaknya tidak bisa menghentikan proyek pembangunan lift Ampera ini.
Karena ini merupakan progam kementrian PU, maka mereka tinggal melaksanakannya.
Terkait ancaman hukuman bila tetap melakukan pembangunan, Husairi mengatakan kalau pihaknya sedang berada diposisi serba salah.
“Kami ini seperti buah simalakama. Kalau diteruskan kena masalah hukum dan bila tak dilaksanakan juga terkena masalah hukum,” ujarnya.
Oleh sebab itu, bila memang proyek ini harus di setop. Dia minta agar ada pernyataan tertulis dari pihak terkait, ke kementrian, agar masalah ini bisa ditindaklanjuti.
Sedangkan Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Provinsi Sumsel Aufa Syahrizal Sarkomi mengatakan, kedepan pihaknya akan mendorong BBPJN Sumsel untuk melakukan perbaikan dan pemerliharaan Jembatan Ampera dengan kaedah-kaedah cagar budaya bersama TACB Sumsel dan TACB kota Palembang.
“ Misalnya kalau ada besi kropos, besinya diambil lalu dipoto diganti yang baru tapi besi lama tetap disimpan,” katanya.
Pihaknya mendorong agar pihak BBPJN Sumsel melakukan kajianlain selain kajian tehnis seperti kajian sejarah agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Sedangkan Ketua Komisi IV DPRD Sumsel Ir Holda Msi mengatakan, Sumsel memiliki Perda No 4 tahun 2017 tentang pelestarian cagar budaya.
“ Apakah ini juga sudah dikaji dengan melihat Perda No 4 tahun 2017 tentang pelestarian cagar budaya, inilah yang diinginkan TACB, sejarawan dan budayawan, tidak menghalangi pembangunan tapi harus sesuai aturan,” katanya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Tata Ruang (PUBM-TR) Provinsi Sumsel, Muhammad Affandi mendukung pembangunan harus memperhatikan cagar budaya.
“Bagaimanapun juga aset heritage ini harus sama-sama kita hargai dan aset heritage ini dalam prosesnya harus mendapatkan perlakuan khusus agar umur layanan Jembatan Ampera tetap terjaga dan nanti untuk generasi yang ada tahu ini aset yang dulu pernah berdiri dan pada zamannya merupakan salah satu jembatan terpanjang dan moderen di Indonesia dan Asia Tenggara,” katanya.#udi