Jaga Kerugian Uang Negara, Disdik Arahkan Pembelian Buku di Sekolah Pakai Aplikasi SIPLA
Palembang, BP–Guna menjaga kerugian uang negara dalam proses belanja pembelian buku di sekolah, pihak Dinas Pendidikan Kota Palembang kini menerapkan aturan baru yang sudah mulai diterapkan secara bertahap sejak 2017 yakni Perwali tahun 2017.
Dalam aturan tersebut, pada tahun 2017 sudah dilakukan sample empat dekolah bahwa belanja buku di sekolah tak lagi menggunakan tunai tapi non tunai menggunakan sistem aplikasi system informasi pengadaan sekolah (Sipla).
Sehingga Kepala Dinas Pendidikan Kota Palembang H Ahmad Zulinto membantah terjadinya polemik yang terjadi mengenai kabar tentang Dinas Pendidikan Kota Palembang yang dinilai memonopoli tentang pembelian buku pelajaran di sekolah menggunakan Dana Operasional Sekolah (BOS) yang dilaporkan penerbit ke Ombudsman.
“Kalau bicara monopoli, nanti dulu. Karena ini bicara tentang aturan. Ini demi menjaga kerugian uang negara. Sejak 2017 sebagaimana Perwali Kota Palembang mengenai dana BOS kondisi sudah berubah non tunai. Jadi semua sesuai dengan Rencana Kegiatan Anggaran Sekolah (RKAS),” ujar Zulinto.
Ia menambahkan, atas aturan ini, menurutnya, kepala sekolah mulai kebakaran jenggot, karena dengan non tunai, semua tidak bisa diubah. Misalnya, belanja lain, rencana lain, laporan lain, semua tidak bisa itu.
“Tapi kepala sekolah keberatan, alasannya apa? Bapak/ibu yang bisa nilai. Kalau saya yang mengatakan, nanti saya dikira menuduh,” tegasnya.
Pasalnya, dalam penjualan buku pihak Dinas Pendidikan Kota Palembang mengarahkan pembelian buku sesuai zona II dan sesuai HET dari Kemendikbud dengan hanya Rp256.400, dan siswa mendapatkan 13 buku mata pelajaran. Sementara di penerbit yang bukan HET bisa mencapai Rp113.834.000.
“Kalau masyarakat pasti setuju, yang tidak setuju itu kemungkinan kepala sekolah dan penerbit tertentu,” tegasnya
Sementara itu dikatakan Sumiatul, Ketua BOS Dinas Pendidikan Kota Palembang mengatakan bahwa tentang penyelenggaraan pembelian buku dengan dana BOS melalui non tunai sudah sejak 2017.
Dan dari tahun 2017 sudah dilakukan bertahap yakni empat sekolah sebagai sample dan ditahun ini pihak Dinas Pendidikan Kota Palembang berupaya menerapkan belanja BOS menggunakan sistem SIPLA.
“Sudah dilakukan sosialisasi ke kepala sekolah dan operator. Jadi di SIPLA itu seperti kalau kita belanja di Shoopie. Yang ibarat mall dengan ada toko A, B dan C dan kita bisa memilih mana yang baik dan berkualitas dengan kualitas pelanggan yang sudah pernah memakai,” jelasnya.
Untuk diketahui, Ketua Ombudsman RI Perwakilan Sumsel Muhammad Adrian Agustiyansyah mengaku, belum lama ini menerima konsultasi asosiasi penerbit yang mengeluhkan adanya pembelian buku pelajaran sekolah tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) dari dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) sebesar 20 persen, pada penerbit tertentu. “Tapi mereka baru sebatas konsultasi,” ungkap Adrian.
Menurutnya, pembelian buku mata pelajaran dari 20 persen dana BOS, seharusnya pihak sekolah tidak harus berpindah pindah pembelian buku pelajaran berpindah ke penerbit, ini bertujuan untuk melengkapi buku yang ada untuk digunakan, pada tahun ketiga ajaran.
“Kami meminta agar mencari dulu fakta di lapangan, jika memang ada upaya dari Dinas Pendidikan dan sebagainya, untuk mengarahkan ke satu penerbit, ini ada apa?,”terangnya
Dia mencontohkan, kejadian hampir serupa ini, juga pernah terjadi di NTB, dari Kantor Kementrian Agama mengarahkan langsung untuk memesan buku di satu tempat tertentu. “Kami akan melihat terlebih dahulu, persoalan apa yamg terjadi. Karena, yang mengetahui persis persoalan ini dan data di lapangan adalah pihak penerbit,” tegasnya.
Tidak menutup kemungkinan, kata Adrian, pihaknya akan memanggil pihak terkait, jika laporan konsultasi ini ada indikasi kebenarannya. “Kalau ada praktek seperti ini, maka silakan laporkan ke kami agar kami dapat segera melakukan investigasi ke lapangan,” imbuhnya.
Adrian menerangkan, terkait penggunaan aplikasi Siplah, menjadi salah satu langkah Kementrian Pendidikan, agar tidak ada permainan yang dilakukan pihak sekolah.
“Mungkin dulu banyak yang melihat dana BOS ini, terkesan diragukan pembelian barang yang dilakukan. Saya juga melihat, ini juga dilakukan agar harga-harga tersebut bisa bersaing,” pungkasnya. #sug