Gugatan Mantan Bupati OI Kandas Di MK
Palembang, BP
Gugatan Mantan Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Noviadi atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) kandas di Mahkamah Konstitusi (MK). Noviadi mengajukan permohonan pengujian penjelasan Pasal 7 ayat 2 huruf i UU Pilkada terkait frasa ‘pemakai narkotika’.
“Amar putusan, mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman saat sidang pembacaan putusan di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (18/12).
Bawaslu Sumsel hingga kini belum menerima salinan putusan MK tersebut.
“ Kita belum terima salinan putusan MKnya, , kita lihat dulu konsiderannya apa,” “kata Anggota Bawaslu Sumsel, Junaidi SE Msi, Rabu (18/12).
Setelah itu barulah pihaknya bersama KPU Sumsel menyikapi putusan MK tersebut lebih lanjut.
Diketahui Noviadi merupakan Bupati Ogan Ilir (OI) periode 2016-2021 yang dilantik dan diambil sumpah jabatan pada 17 Februari 2016. Akan tetapi, baru genap satu bulan menjadi bupati, Noviadi ditangkap petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) saat mengadakan pesta narkoba di rumahnya pada 13 Maret 2016.
Kemudian pada 21 Maret 2016, Noviadi diberhentikan secara tetap berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.16-3030 tentang Pemberhentian Bupati Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan karena berstatus sebagai tersangka penyalahgunaan narkotika.
Selama enam bulan, Noviadi yang juga anak Wakil Gubernur Sumsel H Mawardi Yahya ini, selesai menjalani proses rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang dimulai dari 18 Maret 2016 sampai dengan 13 September 2016. Ia menjalani rehabilitasi di Pusat Rehabilitasi Narkoba Badan Narkotika Nasional Lido, Bogor, Jawa Barat dan Rumah Sakit Ernaldi Bahar, Palembang.
Dalam berkas permohonannya, Noviadi mengatakan, dengan selesainya menjalani proses rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial tersebut, maka dia telah terbebas dari ketergantungan narkotika, baik secara fisik, mental, maupun sosial. Sehingga dapat kembali melakukan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.
Menurut dia, hal ini sejalan dengan tujuan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial berdasarkan Pasal 1 angka 16 dan angka 17 UU Nomor 35 Tahun 2008 tentang Narkotika. Dengan demikian, ia pun mengajukan gugatan karena menilai frasa ‘pemakai narkotika’ dalam penjelasan di UU Pilkada menghalangi haknya maju dalam Pilkada 2020.
Namun, Anggota Majelis Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menuturkan, penjelasan Pasal 7 ayat 2 huruf i UU Nomor 10 Tahun 2016, telah tepat memasukkan pemakai narkotika terhadap perbuatan tercela. Sehingga frasa pemakai narkotika dalam penjelasan Pasal 7 ayat 2 huruf i UU tersebut adalah konstitusional.
Kendati demikian, dalam penerapannya untuk menghindari kemungkinan terjadinya multitafsir dan penyalahgunaan wewenang abuse of power, maka frasa ‘pemakai narkotika’ harus dimaknai tidak mencakup tiga hal ini. Satu, pemakai narkotika yang karena alasan kesehatan yang dibuktikan dengan keterangan dokter yang merawat yang bersangkutan.
“Atau dua, mantan pemakai narkotika yang karena kesadarannya sendiri melaporkan diri dan telah selesai menjalani masa rehabilitasi,” kata Palguna.
Tiga, mantan pemakai narkotika yang terbukti sebagai korban yang berdasarkan penetapan putusan pengadilan diperintahkan untuk menjalani rehabilitasi dan telah dinyatakan selesai menjalani proses rehabilitasi, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi negara yang memiliki otoritas untuk menyatakan seseorang telah selesai menjalani proses rehabilitasi.
Untuk diketahui Pasal 7 ayat 2 huruf i dalak UU Pilkada berbunyi, “Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Wakil Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (i) tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian.”
Kemudian dalam lembaran penjelasan untuk pasal tersebut, bahwa yang dimaksud dengan “perbuatan tercela” antara lain judi, mabuk, pemakai/pengedar narkotika, dan berzina, serta perbuatan melanggar kesusilaan lainnya.#osk