Koperasi Didorong Melakukan Hilirisasi Produk Kelapa Sawit
Palembang, BP
Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) mensponsori Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC), Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (LPPM), Institut Pertanian Bogor (IPB), mengadakan Workshop dengan judul Hilirisasi Produk Kelapa Sawit untuk Mendukung Daya Saing UKM/Koperasi/Gapoktan Sawit di dibeberapa propinsi, Untuk Angkatan pertamadilakukan di Palembang Provinsi Sumatera Selatan, pada tanggal 25-29 Oktober 2019.
Kegiatan yang diikuti oleh 40 orang wakil dari 25 koperasi petani kelapa sawit tersebut dibuka oleh Kepala Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Selatan , diwakili oleh Kabid P2HP, Rudi Arpian, SP, MSi dan Kepala Pusat SBRC Prof. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng.
Dalam pembukaannya Kepala Dinas Perkebunan Sumsel menyambut baik kegiatan tersebut, terutama untuk meningkatkan nilai tambah sehingga dapat mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. “Program peningkatan nilai tambah bahan baku dalam negeri telah menghasilkan kinerja gemilang, yang terlihat dari indicator rasio ekspor produk hulu-hilir yang semula (tahun 2010) hanya 60:40 maka pada tahun 2017 telah bergeser menjadi 22:72.”
Dalam sambutannya, disebutkan bahwa dalam negeri masih potensial untuk mengembangkan tiga jalur hilirisasi, yaitu hilirisasi oleopangan (oleofood complex), hilirisasi oleokimia (oleochemical complex), dan hilirisasi biofuel (biofuel complex). Akan tetapi hilirisasi produk kelapa sawit di Sumatera Selatan masih sangat terbatas. Di Sumatera Selatan hilirisasi yang telah ada baru berupa minyak goreng oleh PT Sinar Alam Permai (SAP) dan PT Tunas Baru Lampung (TBL).
Kepala Dinas Perkebunan Sumsel mengharapkan dengan adanya workshop ini dapat menciptakan lebih banyak industry hilir, khususnya bagi UKM/Koperasi/Gapoktan. Terlebih kebun kelapa sawit di Sumatera Selatan yang mencapai 1.183.334 Ha, 25% milik petani plasma dan 16% milik petani swadaya. Sudah selayaknya petani mendapat kesempatan ikut berperan dalam meningkatkan nilai tambah, baik untuk meningkatkan kesejahteraannya maupun pendapatan propinsi dan nasional.
Sementaraitu Prof Yandra dalam sambutannya menekankan bahwa pada era globalisasi, petani melalui koperasinya sudah seharusnya dikondisikan agar dapat mengikuti perkembangan yang terjadi. Khususnya petani swadaya, produktivitasnya yang masih sangat rendah perlu ditingkatkan.
Untuk meningkatkan produktivitas kebun petani, harus ditingkatkan mutunya mulai dari bibit, pemeliharaan, maupun pengolahan hasil. Dimasa lalu bibit yang digunakan adalah bibit yang tidak jelas asalnya, pemeliharaan tanamannya.
Dengan mutu tersebut, harga yang diterima pun rendah. Selanjutnya, dengan mutu buah yang rendah, tidak dapat menghasilkan minyak dengan mutu optimal.
Prof. Yandra mengharapkan dengan adanya program replanting dari BPDPKS peningkatan mutu dapat terjadi, khususnya dengan penggantian bibit dengan yang lebih bermutu dan perbaikan pemeliharaan. Dengan demikian diharapkan produktivitas akan meningkat dan mutu buah yang lebih baik, sehingga akan mendapat harga yang lebih tinggi.
Lebih dari itu, dalam rangka mendukung program pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah, hilirisasi merupakan jawabannya. Selain meningkatkan peran perusahaan besar melakukan pengolahan crude palm oil (CPO) menjadi turunan yang lebih bervariasi, koperasi/UKM/Gapoktan sebagai wadah petani diharapkan juga ikut berperan. Petani dengan luas kebun kelapa sawitnya yang cenderung tidak berubah, melakukan hilirisasi merupakan cara terbaik untuk meningkatkan pendapatan mereka. Dalam hal ini, hilirisasi bagi koperasi/UKM/Gapoktan dapat berupa pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi CPO maupun pengolahan CPO menjadi produk turunannya. Hal ini tentu perlu dukungan dari berbagai pihak, diinisiasi oleh pemerintah daerah.
Di lain pihak, ketua pelaksana workshop Dr. Ir. Mimin Aminah, MM menyatakan bahwa petani sebagai penguasa bahan baku (TBS) yang sangat besar sudah saatnya ditempatkan sebagai penguasa dalam bidang pengolahan, sejajar dengan perusahaan-perusahaan besar yang ada. Asal ada keinginan bersama, baik dari petani maupun dari pihak lainnya, khususnya pemerintah, petani bisa menjadi jauh lebih sejahtera dari sekarang. Terlebih dalam kondisi seperti saat ini dimana CPO Indonesia mengalami hambatan dalam pemasarannya di luar negeri. Dampaknya, TBS petani tersendat pula pemasarannya, karena pabrik kelapa sawit (PKS) cenderung membatasi pengolahan. Akibatnya TBS petani tertahan dan membusuk.
Permasalahan yang dihadapi petani lainnya adalah jalan untuk mengangkut TBS dalam kondisi buruk, terlebih pada musim hujan. Hal ini mengakibatkan pengangkutan TBS tersendat dalam mencapai PKS. Akibatnya kandungan asam lemak bebas (ALB) TBS meningkat, sehingga menurunkan harga penjualan. Dilihat dari kondisi tersebut, pengolahan TBS di tingkat petani dengan PKS skala kecil menjadi sangat mendesak, untuk mencegah penurunan mutu yang menurunkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Aminah juga menyampaikan bahwa workshop tersebut menjadi sarana mempromosikan pengembangan ekonomi sirkular (circular economy) di kebun kelapa sawit.
Ekonomi sirkular secara sederhana merujuk pada model ekonomi yang tujuannya memproduksi barang dan jasa dengan cara berkelanjutan, dengan membatasi konsumsi dan limbah dari sumber daya (bahan mentah, air, dan energi). Ekonomi sirkular mengacu pada Reduce, Reuse, Recycle, and Repair..
Aminah mencontohkan, ekonomi sirkular di perkebunan kelapa sawit masyarakat sebuah PKS mini, CPO dihasilkan dijual, sludge yang dihasilkan dijadikan media produksi belatung (maggot) yang dapat dijual atau untuk pakan pembesaran ikan atau unggas.
Palm Oil Mill Effluent (POME) digunakan sebagai pupuk atau pembangkit listrik. Biomassa dari janjang kosong, pelepah, dan batang pohon (untuk yang replanting) dijadikan biochar sebagai sumber pupuk dan bahan perbaikan tanah. Biomassa yang dijadikan biochar merupakan bentuk upaya mengurangi emisi karbon. Kebun kelapa sawit akan tampak lebih bersih dan rapi, sehingga dapat menjadi tempat rekreasi atau dapat dikembangkan juga tanaman yang tahan naungan yang memiliki nilai ekonomis.
Dalam rangka member wawasan luas kepada peserta workshop, berbagai pakar termasuk praktisi dihadirkan pada acara yang memakan waktu lima hari tersebut. Dalam acara tersebut Dr. Aminah mendatangkan ahli pengolahan biodiesel, minyak merah, lilin aroma therapi, pembuat mesin pengolah high acid CPO skala UKM, eksportir high acid CPO, perwakilan dari Bank Sumsel-Babel, pengolahan biomassa pohon kelapa sawit, ahli manajemen pemasaran, serta ahli bidang pemberdayaan masyarakat.
Para peserta yang merupakan pengurus koperasi begitu antusias mengikuti workshop dan bertekad untuk segera melakukan hilirisasi secara bersama sama untuk meningkatkan efisiensi skala usaha. Agar cita-cita hilirisasi ini segera terwujud sangat diperlukan dukungan berbagai stake holder terutama pemerintah daerah, Perbankan serta Institusi Pendidikan. #ren