DPRD Sumsel Minta Gubernur Sumsel Tinjau Ulang Kebijakan 29 SMA di Sumsel Boleh Melakukan Pungutan

2
BP/DUDY OSKANDAR
kata Wakil Ketua DPRD Sumsel H Chairul S Matdiah saat berdialog dengan perwakilan Aliansi Untuk Indonesia Cerdas (AUIC) usai menggelar aksi ke kantor DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) di ruang rapat pimpinan DPRD Sumsel, Kamis (2/5)

Palembang, BP
Kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) telah menetapkan sebanyak 29 Sekolah Menengah Atas (SMAN) yang diperbolehkan melakukan pungutan maksimal Rp 1 juta perbulan biaya kepada siswa di pertanyakan kalangan DPRD Sumsel .
“ Dan dipertanyakan lagi untuk apa dan itu kalau 1 orang 1 juta kalau masuk 1000 orang bisa Rp1000 juta , dana itu buat apa? Ini harus diperjelas juga oleh pak Gubernur,” kata Wakil Ketua DPRD Sumsel H Chairul S Matdiah saat berdialog dengan perwakilan Aliansi Untuk Indonesia Cerdas (AUIC) usai menggelar aksi ke kantor DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) di ruang rapat pimpinan DPRD Sumsel, Kamis (2/5) yang juga mempertanyakan hal yang serupa.
Selain itu pimpinan DPRD Sumsel meminta Gubernur Sumsel meninjau ulang kebijakan Gubernur Sumsel yang membolehkan 29 SMA di Sumsel mengambil pungutan .
“ Ingat meninjau ulang ,” kata Chairul .
Chairul mengusulkan sebaiknya dibuat forum wali murid guna membahas mengenai pungutan tersebut.
“Kalau bicara sekolah unggulan harus benar benar unggulan jangan sekolah tidak unggulan masuk sekolah unggulan, ini disampaikan ke DPRD Sumsel,” katanya.
Menurut politisi Partai Demokrat ini apa yang disampaikan AUIC ke DPRD Sumsel akan pihaknya teliti , akan dikaji dan disampaikan ke Gubernur Sumsel .
“ Dan kita harapkan pak Gubernur harus menempati janji dalam kampanyenya dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumsel yang lalu, dan pimpinan DPRD Sumsel Chairul S Matdiah sependapat kalau dibuat forum wali murid yang memberikan kredibilitas, idialisme dan tidak mementingkan diri sendiri, kalau forum ini nak masukkan orang pulo percuma, jadi forum ini harus mempunyai kredibilitas, idialisme dan tidak mementingkan dirinya sendiri,” katanya.
Pungutan ini menurutnya ditakutkan bagi siswa yang tidak mampu membayar dana tersebut jadi tidak bisa masuk sekolah itu karena Gubernur Sumsel sendiri sudah memberikan informasi boleh sedangkan dana pendidikan Sumsel besar.
Sedangkan Perwakilan Aliansi Untuk Indonesia Cerdas (AUIC) menggelar aksi ke kantor DPRD Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Kamis (2/5).
Mereka yang terdiri dari Charma Afrianto, Achmad Sazali, Arya Laksana dan Ade Indra Chaniago diterima oleh Wakil Ketua DPRD Sumsel di ruang pertemuan pimpinan DPRD Sumsel.
Mereka mengatakan, pemerintah wajib mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem yang mengatur pendidikan nasional yang mampu menjamin tiap-tiap warganegara memperoleh pemerataan kesempatan dan mutu pendidikan. Sebagai upaya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, maka Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah harus memfasilitasi hak pendidikan bagi tiap warganya.
“Karenanya, pada saat pencalonan sebagai Calon Gubernur Sumsel periode 2018-2023, Herman Deru Berjanji akan menghidupkan sekolah gratis. Artinya sekolah benar benar gratis/tidak ada pungutan apapun. Faktanya, apa yang dilakukan oleh Gubernur Provinsi Sumatera Selatan dengan menetapkan , sebanyak 29 SMA di Sumsel boleh melakukan pungutan ke siswa adalah bentuk penghianatan terhadap UUD 45,” katanya.
Mereka menilai Sekolah adalah Tempat Belajar, Bukan Pasar Tempat Mencari Untung dan menolak segala macam bentuk pungutan bertopeng komite dengan alasan apapun.
Sementara itu di Hari Pedidikan Nasional, Cipayung Plus Kota Palembang yang merupakan gabungan LMND, HMI, PMKRI, GMKI, PMII dan KMHDI melakukan aksi di Halaman Kantor Gubernur Sumsel.
Kordinator Aksi Edho Rizki menyampaikan tuntutan aksinya, diantaranya yaitu wujudkan pendidikan gratis, ilmiah dan demokratis. Lalu gratiskan 27 sekolah yang berbayar.
Puluhan aksi dari Cilayung Plus Kota Palembang ini diterima langsung oleh Gubernur Sumsel Herman Deru.
“Perlu saya jelaskan, di kepemimpinan sebelumnya ada keterlambatan transfer. Sehingga komite dan sekolah mengambil kebijakan untuk memungut,” kata Deru, Kamis (2/5).
Lebih lanjut ia mengatakan, untuk tahun ajaran baru 2019 ini akan ada sistem clusster.
Dimana ada sekolah yang gratis dan berbayar. Dari 437 sekolah SMA dan SMK yang ada di Sumsel ada 27 sekolah di Kabupaten/Kota yang mandiri.
“Sekolah yang mandiri itu ada fasilitas seperti AC, ada asrama, makan siang dan lain-lain. Bagiaman mau gratis, kan mau bayar listrik dan lain-lain. Kalau sekolah yang mandiri ini digratiskan juga nanti akan ada yang tidak balance,” katanya.
Namun meskipun begitu sekolah tersebut tetap diusulkan untuk diberikan dana sekolah Rp 58 ribu per siswa, sisanya harus kesepakatan antara komite, orang tua dan guru untuk menentukan besaran biaya sekolah yang diketahui Disdik, karena akan dilihat dulu sesuai atau tidaknya. Kalau ketinggian tidak boleh juga.
“Tapi di sekolah mandiri tersebut juga ada kuota 20 persen untuk siswa yang orang tuanya tidak mampu. Jadi sekolah gratis itu tetap jalan, tapi kita tidak boleh tutup mata. Kalau kita paksakan dengan uang Rp 58 ribu itu untuk 27 sekolah tersebut maka kegiatan belajar mengajarnya akan tergangu,” kata Deru.
Deru pun mengakui, bahwa jumlah guru yang ada di Sumsel juga masih kurang. Bahkan terkadang untuk bayar guru-guru honorer itu pakai uang program sekolag gratis dari Pemprov dan lain-lain.
Sementara itu di tempat yang sama Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumsel, Widodo didampinggi Kabid SMA Dinas Pendidikan (Disdik) Sumsel, Bonny Safrian menambahkan, bahwa ada 27 sekolah dari Kabupaten/Kota yang mandiri dan tiga sekolah yang bentukan Provinsi Sumsel. Namun untuk SMA Sumsel memang dari awal gratis.
“Jadi totalnya ada 29 sekolah yang mandiri. Untuk di sini yaitu SMA Negeri 17 dan SMA Negeri I. Artinya dari 437 sekolah tak sampai 10 persen yang berbayar,” katanya.#osk

Komentar Anda
Loading...