Hary Tanoe: Materi Industri 4.0 Harus Ada di Kurikulum Sekolah

Ketua Umum DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Hary Tanoesoedibjo di salah satu acara
Jakarta, BP
Industri kini telah berevolusi menjadi generasi ke-empat atau lebih dikenal sebagai Industri 4.0. Industri ini dipahami sebagai era aktivitas ekonomi dan mesin-mesin produksi terintegrasi dengan teknologi internet yang mengubah sistem produksi global dan berdampak luas.
Evolusi ini diakui pula bisa berdampak positif maupun negatif. Dampak positifnya adalah segala sesuatu bisa lebih efisien. Selain itu, dengan ditopang teknologi internet, sebaran distribusi dan pemasaran pun tak lagi terbatas.
Mencermati hal itu maka industri 4.0 mesti dihadapi, disiasati dan untuk itu maka kemampuan dan kualitas sumber daya manusia Indonesia perlu ditingkatkan. Industri 4.0 pun mesti dimasukkan dalam kurikulum pendidikan guna mempersiapkan generasi milenial.
“Karena perkembangan industri 4.0 merupakan hal baru, maka perlu dikembangkan dan dihadirkan kurikulum industri 4.0 di semua bidang studi di dunia pendidikan,” kata Ketua Umum DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Hary Tanoesoedibjo, di Jakarta (2/10).
Lebih lanjut, masuknya materi tersebut dalam kurikulum merupakan strategi penguatan bagi generasi milenial agar mampu ikut ambil bagian aktif sebagai obyek atau pelaku didalam perkembangan industri 4.0.
Langkah berikutnya yang mesti dilakukan ialah memberikan pelatihan pemahaman dan pemanfaatan teknologi yang diaplikasikan di era Industri 4.0. Industri-industri kreatif yang tengah gencar dilakukan oleh generasi milenial menjadi sasaran utama pelatihan.
“Begitu pula bagi UMKM, Industri 4.0 sangat diharapkan dapat memberikan manfaat jika kita melibatkan mereka sebagai obyek atau pelakunya. Misalnya produk-produk mereka diperjual belikan melalui e-commerce,” ujar HT.
Kebijakan dan Regulasi
Selain dipandang sebagai peluang, Industri 4.0 juga mesti diakui sebagai suatu tantangan. Ini lantaran era industri ini merupakan suatu disruptive technology. Disebut disruptive karena mengganggu tatanan industri konvensional.
Saat ini, industri 4.0 yang sudah mulai marak masuk ke Indonesia namun hampir mayoritas dikendalikan pihak asing. Para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah diminta untuk memperhatikan hal ini agar pelaku ekonomi dari semua lini baik UMKM, usaha skala besar, rintisan maupun entitas bisnis lainnya tetap menjadi pelaku utama di Tanah Air.
“Sangat perlu dibuat perangkat regulasi yang membatasi pelaku asing dan sekaligus memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada para anak bangsa,” tegas Hary Tanoe. Dengan demikian, pengusaha muda dari generasi milenial misalnya, menjadi generasi produktif dan bukan sebagai konsumen semata.
Regulasi tersebut diharapkan mengatur keberadaan perusahaan online asing untuk melindungi ekonomi nasional. Termasuk investasi dan kepemilikan mereka di Indonesia. “Saya sangat mendorong foreign direct investment, tapi harus seiring dengan membangun ekonomi nasional. Jangan sampai asing jadi operatornya, kita yang jadi pasarnya,” katanya.
Regulasi tersebut harus menghadirkan situasi “win-win solution”, artinya perusahaan online asing dapat meraih untung dalam berinvestasi di Indonesia, tetapi tetap dalam konteks membangun ekonomi nasional untuk kepentingan rakyat Indonesia, termasuk penciptaan lapangan kerja.
Membangun negara, lanjutnya, harus melihat perspektif kepentingan nasional secara ekonomi maupun secara keamanan. “Kita sebagai anak-anak bangsa harus menjadi tuan rumah di negeri sendiri di era Industri 4.0 ini,” tandas HT.#osk