Dua Arkeolog Dari Balar Sumsel Tampil Di Kongres ke -21 IPPA, Vietnam

18
BP/IST
Arkeolog dari Balar Sumsel Retno Purwati dan Sondang M. Siregar tampil di Kongres ke-21 _the Indo-Pacific Prehistory Association_ (IPPA) di Hue, Vietnam, pada tanggal 23-28 September 2018.

Palembang, BP
Para peneliti arkeologi Asia Pasifik bertemu di Kongres ke-21 _the Indo-Pacific Prehistory Association_ (IPPA) di Hue, Vietnam, pada tanggal 23-28 September 2018.

Termasuk arkeolog dari Balar Arkeologi (Balar) Sumatera Selatan (Sumsel).
Arkeolog dari Balar Sumsel Retno Purwati mengaku ikut serta dalam pemaparan hasil penelitian di Vietnam tersebut.
“Ya.. pertemuan tiap tiga tahun sekali. Bagi kami dari Indonesia, ini merupakan salah satu ajang untuk mempresentasikan hasil-hasil penelitian ke dunia luar,” katanya, Selasa (25/9).
Retno mengatakan, Indonesia hanya dikenal di dunia untuk masa plestosen-holosene, karena memang gudangnya bukti – bukti, keberadaaan manusia di masa itu. Selain masa itu, Indonesia tidak dikenal, termasuk soal Sriwijaya.
“Karena ini ajang para pakar prasejarah, jadi kami mempresentasikan hasil penelitian masa Proto histori di Sumsel,” katanya.
Untuk Sumatera, Retno mengatakan diwakili oleh Sondang M. Siregar dan dirinya dari Balar Sumsel serta Taufiqurrahman dari Balai Arkeologi Sumatera Utara (Sumut).
“Kebetulan, Saya dan Ibu Sondang menulis tentang Protohistoric traces of settlement ini the Inland of South Sumatera,”ungkapnya.
Arkeolog Asal Sumsel ini menjelaskan bahwa Protohistoric traces of settlement ini the Inland of South Sumatera, adalah mengrnai bicara tentang masa Proto sejarah di Sumsel. Masa transisi antara masa prasejarah dan sejarah. Masa ini di Sumsel rentangnya panjang sekali, dari masa neolitik 3.500 th yang lalu, sampai abad ke-19 saat Islam mulai dikenal di Sumsel.
“Masa sejarah di Sumsel saat masyarakat sudah mengembangkan aksara lokal, yaitu aksara katanya atau aksara ulu. Sebelum itu, meski ada Sriwijaya, tapi aksaranya Pallawa, aksara dari India, yang hanya bisa dibaca dan dimengerti oleh elit politik dan Agamawan,”jelasnya.
Harapan Retno, Diajang seperti ini, janganlah Pemerintah, menganggap penelitian dan pengembangan selama ini dianggap hanya sekedar menghabiskan anggaran negara,” katanya.
Dan dana itu menurutnya, tidak hanya dari pemerintah, tapi juga dari para pengusaha, perseorangan yang peduli, selain lembaga penelitian, karena di sebagian besar negara maju peserta kongres ini, milyaran dollar dana digelontorkan untuk penelitian.
“Kalau pemerintah mau maju, kedepankan penelitian dan pengembangannya, dan sebarkan hasil penelitian itu ke dunia luas,” katanya.
Adhi Agus Oktaviana, peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Balitbang Kemendikbud menjelaskan IPPA merupakan wadah bagi para peneliti Asia Pasifik dalam bidang kajian prasejarah dan ilmu-ilmu pendukungnya, seperti geologi, paleogenetik, paleoantropologi, paleontologi, dan arkeologi maritim. Kongres ini dilaksanakan setiap empat tahun sekali.
“Sebanyak 500 penelitian dipaparkan dalam kongres kali ini,” ujar Adhi Agus Oktaviana, peneliti Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Balitbang Kemendikbud.
Selain itu, Indonesia memegang peranan penting dalam empat sesi dalam kongres tersebut, yaitu: _New Developments in Humans, Culture, and Environment During Pleistocene -Holocene of Insular Southeast Asia; Connecting The Dots: The Past of the Maluku Archipelago in a Multidisciplinary Perspective; Proto-History of Indonesian Archipelago and New Evidences of Its Interaction to Mainland of Asia And Southeast Asia; dan Southeast Asian Rock Art Beyond Images_.

Baca Juga:  Bawaslu Sumsel Petakan Potensi Disabilitas di Sumsel

“Dibandingkan dengan kongres IPPA tahun 2014 di Kamboja, kali ini delegasi Indonesia yang mempresentasikan penelitian meningkat. Kongres ini juga dimanfaatkan para peneliti arkeologi Indonesia untuk menambah ilmu dan memperluas jejaring pada tingkat internasional,” katanya.#osk

Komentar Anda
Loading...