Atoeran Doesoen 11-17; Atoeran Berladang dan Ambil Ikan 1-13

16

Oleh FRIEDA AMRAN

  1. Di setiap doesoen, di depan rumah Kepala Doesoen, harus dibangun sebuah paseban (pendopo) tempat Kepala Doesoen menyelesaikan pekerjaannya sehari-hari;
  2. Setiap doesoen, yang penduduknya memeluk agama Islam, harus membangun sebuah masjid atau langgar; sedang di doesoen-doesoen yang penduduknya belum memeluk agama itu, didirikan sebuah rumah poejang;
  3. Di setiap doesoen harus tersedia dua pemandian: satu untuk lelaki, satu untuk perempuan. Keduanya harus terpisah satu sama lain. Jalan menuju pemandian itu harus bersih dan terawat dengan baik;
  4. Jika sebuah rumah tinggal berpenghuni di sebuah doesoen terbakar oleh suatu kecerobohan atau kelalaian, namun rumah-rumah lain tidak ikut terbakar karenanya, maka pemilik rumah itu dikenakan sanksi berupa denda sebesar 6 mat Spanyol;
  5. Jika oleh suatu kelalaian atau kecerobohan terjadi kebakaran dan rumah-rumah lain ikut terbakar, maka pemilik rumah tempat asal kebakaran itu terjadi dikenakan sanksi denda sebesar 6 mat Spanyol dan harus pula menyembelih seekor kerbau (tepoeng) untuk dimakan bersama-sama seluruh warga doesoen;
  6. Setiap orang wajib bertanggung jawab atas prilaku sesiapa yang tinggal di rumahnya dan wajib menjaga agar orang itu tidak berbuat onar;
  7. Orang(-orang) yang terjangkiti penyakit menulat seperti ‘woedoek’ (lepra), ‘sakit koelit sala’ (frambozia) dan sebagainya, tidak diperbolehkan datang atau tinggal di dalam doesoen. Mereka harus tinggal terpisah di ladang atau kebun mereka.

 

Atoeran berladang dan ambil ikan

  1. Setiap orang yang telah menikah atau hidup mandiri wajib membuat kebun atau lahan untuk menanam padi: di ladang atau di sawah;
  2. Setiap tahun, Kepala Doesoen membagi-bagi lahan untuk ladang dibagi secara merata untuk setiap warga doesoen. Lahan sawah, yang biasanya merupakan lahan milik pribadi, diolah sendiri oleh pemiliknya atau disewakan kepada orang lain;
  3. Tanah yang dibuka sebagai kebun atau ladang tetap menjadi milik orang yang membukanya, selama ia merawatnya dengan baik. Pepohonan buah yang ditanam di tanah itu, seperti doerian, mangga, manggis, ramboetan, ramanas, rambi dan pepohonan lain menjadi hak milik melalui pewarisan;
  4. Setiap orang yang membuka lahan untuk kebun atau ladang berhak memiliki 40 depa (ukuran panjang dari ujung jari tengah tangan kiri sampai ke ujung jari tengah tangan kanan) di sekeliling lahannya. Tanpa izinnya, orang lain tidak diperbolehkan membuat kebun atau ladang di dalam batas itu;
  5. Setiap orang yang membuka lahan untuk kebun dan kemudian hendak membakar hutan yang telah ditebangnya untuk lahan itu, wajib membersihkan tanah selebar 10,8 meter di sekeliling lahannya agar api di lahannya tidak menjalar ke hutan atau kebun-kebun yang berdekatan.
Baca Juga:  GJ Gersen dan Atoeran Boedjang Gadis

Bila ada kebun atau lahan lain dengan batang-batang pohon yang belum dibakar terletak di dekat lahan yang hendak dibakarnya, ia wajib menyampaikan maksudnya supaya pemilik lahan-lahan itu berhati-hati;

  1. Setiap orang yang membakar ladangnya tanpa memperhatikan syarat-syarat keamanan di atas, wajib mengganti segala kerugian yang terjadi karena api di lahannya menjalar ke kebun-kebun atau ladang-ladang di sekitarnya dan merusak pepohonan buah.
Baca Juga:  SMB IV Jenguk  Seniman Palembang Yai Beck

Selain itu, orang yang lalai itu dikenakan sanksi berupa denda sebesar 12 mat Spanyol karena melanggar adat. Denda itu diperuntukkan bagi para kepala doesoen yang menyelesaikan perkara itu;

  1. Setiap orang yang membakar ladang, sementara di dekat ladangnya banyak ladang yang belum dibakar, tanpa pemberitahuan lebih dahulu kepada pemilik ladang-ladang itu dan tanpa memperhatikan syarat-syarat keamanan sesuai adat, sehingga api dari ladangnya menjalar dan membakar ladang-ladang tanpa pengawasan oleh pemiliknya, wajib membantu pemilik-pemilik ladang-ladang untuk membersihkan kayu-kayu yang tidak terbakar (‘mandoe’) selama tiga hari;
  2. Tanah yang muncul karena pengendapan (‘tanah njoeroeng’) menjadi hak pemilik lahan tempat endapan itu bertumpuk. Bila tanah endapan itu bertumpuk di dekat tanah yang belum dibuka untuk lahan, maka endapan itu menjadi milik bersama warga doesoen tempat endapan itu diketemukan;
  3. Setiap orang, yang menggadaikan sawah atau kebun, wajib memberitahukan hal itu kepada Kepala Doesoen. Pemberitahuan itu dilakukan lagi bila Kepala Doesoen berganti;
  4. Bila sebidang sawah atau kebun digadaikan tanpa kesepakatan jelas mengenai jatuh tanggal pelunasannya, maka lahan itu tak dapat diambil kembali sebelum orang yang menerimanya sebagai lahan gadaian telah memperoleh satu kali hasil panen;
  5. Jika seseorang ingin membuka lahan untuk kebun/ladang di marga lain, maka ia wajib meminta izin dari Pasirah marga itu dan membayar uang ‘sewa boemi’ sebesar ƒ 1,- untuk setiap lahan ladang. Uang ‘sewa boemi’ itu diperuntukkan bagi pemilik tanah itu.
Baca Juga:  Masa Awal Persebaran Pertambangan Timah di Banka

Setiap orang yang membuka ladang atau kebun tanpa izin (‘maling hoetan’) dikenakan sanksi berupa denda sebesar 6 mat Spanyol;

  1. Setiap orang yang membuka ladang untuk padi atau kebun berhak atas hasil panennya, selama ia tetap mengolah dan merawat ladang dan kebun itu.

Akan tetapi, jika ia kembali (pindah) ke doesoennya, haknya menjadi hilang dan ladang atau kebun itu—beserta pepohonan buah di atasnya, kembali kepada pemilik lahan itu;

  1. Setiap orang yang menemukan pohon tempat lebah bersarang di hutan milik doesoennya, wajib memberitahukan hal itu dan letak pohon tadi kepada Kepala Doesoen yang akan mengumumkannya kepada seluruh warga.

Orang itu wajib membersihkan tanah, semak-semak dan pepohonan lain di bawah dan di sekitar pohon ‘sialang’ itu; ia harus pula memberi tanda yang jelas pada pohon itu dengan memotong atau menggurat batangnya.

Setelah syarat-syarat ini dipenuhi, barulah pohon itu diakui sebagai pohon ‘sialang.’

 

Pustaka Acuan:

GJ Gersen. “Oendang-oendang of Verzameling van Voorschriften in de Lamatang-Oeloe En Ilir en Pasemah Landen:van oudsher gevolgd, en door langdurig gebruik hadat of wet geworden” dalam Tijdschrift voor Indische Taal-, Land- en Volkenkunde. Vol 18. Batavia: Koninklijke Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. 1868. Hal 108- …

 

 

 

 

 

 

 

 

Komentar Anda
Loading...