Pembangunan Kota Palembang Melupakan Aspek Sejarah Dan Budaya

36
BP/DUDY OSKANDAR
Suasana talk show “ Membangun kota Palembang dari perspektif sejarah dan kekinian, di Radio BP Trijaya, Selasa (6/2).

Palembang

Perkembangan pembangunan yang dilakukan di Palembang hingga ini terkadang lupa memperhatikan dampaknya, dan aspek sejarah dan budaya di kota Palembang adalah hal biasa namun dampak negatipnya timbul dikemudian hari.
Pengamat sejarah perkotaan yang juga Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Raden Fatah, Palembang, Dr. Nor Huda, M.Ag., M.A menilai kalau pembangunan yang dilakukan terkadang kurang matang dilakukan sehingga perlu ada kajian intidisipliner dalam pembangunan.
“Misalnya kota kita di Palembang banyak rawa, kita bisa membandingkan dengan sejarah kota-kota lain seperti kota Semarang, Jakarta lama bisa menjadi bahan pertimbangan kita, itulah dalam pembangunan terkadang tidak melibatkan unsur-unsur keilmuan yang lain, banyak lebih kefisik , seperti di Eropa banyak kita temui drainase yang luas , besar, itu memikirkan pembangunan jangka panjang, “ katanya saat menjadi nara sumber dalam talk show “ Membangun kota Palembang dari perspektif sejarah dan kekinian, di Radio BP Trijaya, Selasa (6/2).
Selain itu dia melihat kalau dari sisi pemeliharaan bangunan, terutama bangunan tua di Palembang juga terkadang diabaikan .
“Saya pernah ke dinas tata kota dan seharusnya disana ada pemetaan situs-situs di kota Palembang , tapi mereka tidak tahu,” katanya.
Menurutnya, pembangunan itu seharusnya memperhatikan identitas kelokalan.

Baca Juga:  Gudang Tempat Penampungan Minyak Jelantah di Tanjung Barangan Terbakar
BP/DUDY OSKANDAR
Suasana talk show “ Membangun kota Palembang dari perspektif sejarah dan kekinian, di Radio BP Trijaya, Selasa (6/2).

“ Apa sih yang kita banggakan kota Palembang yang merupakan kota Sriwijaya, tetapi ketika orang datang ke Palembang kesan Sriwijaya itu tidak ada di Palembang, kita kadang bangga pernah menjadi kerajaan terbesar di Asia Tenggara , tetapi ketika orang datang ke Palembang, mana kesan kesejarahan, kesan kebudayaan lokal itu dimana? , “ katanya.
Menurutnya, identitas bangsa itu perlu , karena wisatawan datang ke Palembang untuk mencari tempat yang berbeda dengan tempat yang lain .
“ Jadi saya kira sejarah dan budaya memiliki nilai-nilai yang ekonomi juga kalau di kemas dengan baik, apa salahnya kalau kita bisa mengangkat wisata sejarah , kekhasan Palembang kita munculkan dan kita bangun dan itu banyak dilakukan negara-negara eropa,” katanya.
Namun menurutnya, kita kadang hanya mewacanakan saja ke banggaan masa lalu kota Palembang tapi buktinya mana.
“Palembang sebagai kota tertua di Indonesia, buktinya apa ketuaan itu , kita hanya bangga ketuaan itu tetapi bukti –bukti dan warisan leluhur itu tidak tampak, kita bangga dalam wacana,” katanya.
Hal senada dikemukakan Pengamat sejarah kota Palembang Kemas Ari Panji yang juga menyayangkan pembangunan yang dilakukan Palembang saat ini.
“Artinya ketika membangun sebuah bangunan , tidak memikirkan kemana arinya mengalir sehingga tidak dipersiapkan, kalaupun ada pengairan itu seadanya, artinya hanya pelengkap, justru kalau pembangunan yang bagus itu yang harus dipikirkan , kalau ini terjadi banjir, ini larinya kemana, trus kalau ada sungai, sungainya bagus atau tidak , itu yang harus diperhatikan , baru naik pondasi dulu, kalau meningkat itu gampang,” katanya.
Menurut Panji , bayangkan kalau satu bangun tidak memiliki drainase, ketika banjir airnya lari kemana dan itu tidak di pikirkan orang lain.
Dia mencontohkan lagi,seperti pembangunan di luar Indonesia, ada istilahnya cetak biru atau master plan (maket), menurutnya maket itu memang berguna.
“Dari sisi bencana, ketika terjadi kebakaran mereka buka master plan, itu berguna, kalau kita master plan cuma sekadar pelengkap, dibuat tapi enggak di perhatikan, kadang bangunannya beda dengan master plan, “ katanya.
Menurutnya, pembangunan itu harus dilakukan untuk jangka panjang, artinya artinya ketika kita menyiapkan sesuatu serta drainase tadi bukan hanya berpikir hari ini dan besok tapi berpikir hari ini, esok dan masa yang akan datang .
“Misalnya segi amdal, kalau membangun sesuatu hanya lingkungannya melibatkan orang lingkungan saja tapi kalau termasuk dalam cagar budaya atau situs orang-orang sejarah tidak dilibatkan , harusnya diberikan masukan, ketika ada masukan kita bisa memberitahu ini konsepnya dan solusinya ada, jika tidak orang, membangun hantam kromo, baik hantam, hancur lalu menyesal, setelah kejadian mau melibatkan orang sejarah, ibaratnya itu nasi sudah menjadi bubur, ‘ katanya.#osk

Komentar Anda
Loading...