2018, Penyelamatan Cagar Budaya Dan Sejarah Di Palembang Masih Jadi Masalah

25
Bp/IST
Kemas Ari Panji

Palembang, BP

Upaya penyelamatan cagar budaya dan sejarah di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) terutama kota Palembang di prediksi masih menjadi permasalahan di tahun 2018.
Pengamat sejarah kota Palembang Kemas Ari Panji menilai, kalau berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya kalau pemerintah daerah belum serius dalam melakukan upaya penyelamatan cagar budaya da sejarah di Sumsel terutama kota Palembang.
“Kalau saya pribadi menilai pemerintah kurang tegas dan setengah hati selalu alasan dana dan lain-lain… Kalah tegas dgn action komunitas pecinta ziarah dan sejarah Palembang yang langsung kerja nyata,” katanya, Senin (1/1).
Dia berharap, di tahun 2018 ini pemerintah daerah terutama Pemkot kota Palembang dan Provinsi Sumsel membuka mata untuk melakukan upaya penyelamatan cagar budaya .
Dan mau bersama rakyat pemerintah menurutnya bisa melakukan upaya penyelamatan cagar budaya dan sejarah di Sumsel dan kota Palembang.
Apalagi katanya hilangnya cagar budaya dan artefak sejarah di Sumsel dan kota Palembang akan menghilangkan jati diri suatu bangsa .
Menurutnya Palembang adalah kota tua yang memiliki sejarah panjang dari zaman Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Palembang, Kesultanan Palembang Darussalam hingga masa kemerdekaan yang harus menjadi prioritas utama pembangunan di Palembang.
“Intinya harus ada kerjasama semua unsur untuk membangun kebudayaan dan kesadaran sejarah, sejarah adalah cermin, sejarah membuat kita bijak “History make Man Wise”,” kata Ari.
Menurut Ari jangan sampai Palembang yang kaya akan peninggalan sejarah menjadi hilang dan lenyap.
Hal senada dikemukakan Ketua Dewan Kesenian Palembang, Vebri Alintani menurutnya, Palembang perlu peraturan daerah (Perda) untuk payung dalam melindungi, mempromosikan dan menata sejarah Palembang agar dapat bermanfaat bagi kepentingan identitas dan kepariwisataan.
Kedua perlu giat melakukan penelitian dan pengembangan sejarah Palembang yang secara berkesinambungan dikelola dan dibiayai oleh pemerintah
“Ketiga, perlu perguruan tinggi atau paling tidak fakultas sejarah untuk melakukan studi dan pendidikan kesejarahan dan keempat perlu kurikulum sejarah lokal yang diwajibkan bagi setiap sekolah di Palembang,” katanya.
Kelima menurutnya perlu Sumber Daya Manusia (SDM) yang tepat dan kapabel dalam bidang sejarah di Dinas Kebudayaan.
“Perlu diniatkan pula penulisan sejarah Palembang dengan cara dilombakan atau diserahkan pada lembaga atau orang yang tepat. Bukan justru pejabat yang menulis sejarah, padahal dia tidak mengerti. Pemerintah hendaknya menempatkan diri sebaga fasilitator bukan pelaksana kegiatan,” katanya. #osk

Komentar Anda
Loading...