Orang Laut

Oleh FRIEDA AMRAN
Perpindahan begitu banyak keluarga di Minto karena kekejaman perlakuan terhadap Abang Tawi terjadi pada tahun 1792; pelarian Raden Japhar dari Palembang terjadi pada tahun 1797; penyerangan Jebus oleh orang Lanons pada tahun 1790 dan Raden Japhar meninggal dunia pada tahun 1804.
PADA tahun 1803, Sultan Mahmud Badoor-Udin (yang kedua) menggantikan ayahandanya di tahta Kesultanan Palembang. Di Banka, suasana terasa tenang dan aman. Akan tetapi hal ini tidak terjadi karena upaya sultan baru itu karena menurut penduduk, sultan baru itu justeru lebih tidak peduli pada nasib Banka daripada sultan yang digantikannya.
Pertanyaan-pertanyaan Horsfield mengenai rentetan malapetaka yang melanda Banka dijawab dengan sederhana oleh penduduk Banka: efek fatal penyakit cacar, kematian penduduk di belantara karena kelaparan, nasib orang-orang yang terpaksa menyerahkan diri sebagai budak untuk menghindari bahaya kelaparan serta kekejaman-kekejaman orang Lanon. Kesederhanaan jawaban-jawaban itu memberikan keyakinan akan kejujurannya.
Ketika menceritakan kegiatannya membangun benteng pertahanan di Mampang, Seorang lelaki yang amat dihormati di lingkungannya, Demang Satjo Truni, menceritakan bahwa setiap daun yang gugur, setiap ranting yang patah membangunkannya setiap malam. Kepada Horsfield, ia menambahkan bahwa setelah Banka menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Inggris, ia dapat tidur lelap karena merasa tenang. Hal yang sama didengarnya dari orang lainnya, warga Banka yang berbangsa Melayu, Cina maupun penduduk asli.
Barangkali sikap penduduk menerima kehadiran orang Inggris di Banka dapat dimengerti mengingat bahwa sultan-sultan Palembang selama ini lebih banyak menunjukkan sikap tidak peduli terhadap duka-lara kehidupan di Banka. Pergantian kekuasaan dari Palembang ke Inggris disambut baik (setidaknya, itu yang disampaikan kepada Horsfield). Para pekerja tambang yang seringkali ditindas oleh pengawas-pengawas pertambangan dari Palembang tampaknya meyakini sikap netral dan adil penguasa-penguasa baru dari Inggris. Pun, dengan kehadiran pemerintahan Inggris, mereka tidak lagi disergap di ladang dan dibegal atau diculik oleh para perompak. Orang Inggris merencanakan untuk membuka kembali pertambangan-pertambangan di daerah-daerah selatan pulau. Banyak orang yang tadinya mengungsi ke tempat yang dianggap lebih aman, kembali atau menunggu saat untuk pindah lagi ke daerah asalnya. Pada bulan April 1812, bendera Inggris dikibarkan di Pulau Banka. Sejak saat itu, segala hak Sultan Palembang atas Banka diserahkan kepada Inggris.
Di Pulau Banka, penduduk pendatang adalah orang Cina dan orang Melayu. Yang datang lebih dulu adalah kelompok masyarakat yang tinggal di gunung dan kelompok masyarakat yang tinggal di laut. Banyak masyarakat yang tinggal dan hidup di atas laut. Hal ini juga tampak di berbagai daerah di India. Di banyak tempat, membuat permukiman di atas laut merupakan keharusan (misalnya, oleh kendala lingkungan alam). Orang Rayad di Pulau Banka dan di perairan sekitarnya memilih untuk tinggal di atas laut. Oleh orang Melayu—yang memiliki kehidupan yang lain sama sekali—mereka dinamakan ‘orang laut’.
Berapa luas persebaran orang laut di Samudera Hindia tidak diketahui oleh Horsfield. Kemungkinan besar permukiman dan masyarakat orang laut tersebar di seluruh wilayah yang berbahasa Melayu. Ketika tulisan ini diterbitkan, orang laut terutama terdapat di daerah Linga, Rhio dan pulau-pulau di sekitar kedua daerah ini. Sejak dahulu, orang laut menjadi bagian dari rakyat sultan-sultan Melayu ketika mereka berjaya di Malakka dan kemudian, juga di Johor.
Orang Rayad, yang mempertahankan tradisinya, tinggal di perahu-perahu kecil bersama seluruh keluarga dan segala harta-benda mereka. Di kalangan orang Melayu, perahu-perahu seperti itu dinamakan ‘perahu kakap’ karena bentuk dan geraknya di laut dianggap mirip dengan ikan kakap. Perahu-perahu itu dapat digunakan dengan dayung maupun dengan layar.
Pembagian ruang di atas perahu-perahu itu kira-kira serupa: bagian buritan digunakan sebagai dapur dengan sebuah kompor. Bagian tengah digunakan untuk kegiatan di siang hari dan untuk beristirahat di malam hari. Perabotan di ruang tengah ini terdiri dari beberapa lembar tikar yang siang hari, biasanya disimpan dengan menggulungnya. Selain itu, biasanya juga ada sebuah peti kecil untuk menyimpan benda-benda berharga. Pada malam hari dan ketika cuaca buruk, perahu itu ditutupi dengan sebuah tikar kajang. Bila tidak digunakan, tikar ini pun disampirkan di bagian buritan perahu.
Perlengkapan perahu itu sederhana saja: sebuah harpoon dan sebuah alat serupa tombak untuk mencari kepiting di pasir, beberapa buah batok kelapa dan dayung-dayung ukurannya sesuai dengan perahu itu. Selain itu juga tersedia gentong. Tak ketinggalan: seekor kucing kesayangan. Beberapa buah tombak kayu—alat pembela diri yang paling disukai—siap di tempat-tempat strategis. Orang laut sangat handal menggunakan tombak-tombak itu. Perahu-perahu besar (yang tampaknya biasa digunakan untuk tujuan perang atau penyerangan) dilengkapi dengan ‘rantakka’ (senjata api kecil), senjata-senjata api lainnya, aneka tombak dan pedang-pedang Melayu.#
Pustaka Acuan:
Thomas Horsfield, M.D. “Report on the Island of Banka,” dalam The Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia. Vol. 2. Tempat-tahun (hal. 299 – ..)