DPD RI Tidak Dilibatkan Bahas Revisi UU MD3
Jakarta, BP
Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) Afnan Hadikusumo mengatakan, DPD RI tidak dilibatkan dalam rencana pembahasan revisi UU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD) yang sedang digulirkan MPR RI. Padahal Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan agar DPR RI melibatkan DPD RI setiap pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) dan putusan itu harus dilaksanakan DPR RI.
“Kami mempertanyakan, kenapa perubahannya terbatas? Sementara tentang kewenangan DPD tidak dimasukkan. Keputusan MK itu kan harus dijalankan,” ujar Afnan di ruangan wartawan DPR RI, Rabu (1/3), dalam diskusi bertajuk Mengapa Revisi UU MD3 Terbatas.
Afnan Hadikusumo mengakui revisi terbatas UU MD3 khususnya terkait penguatan kewenangan DPD RI sangat tergantung kepada Presiden RI dan DPR RI, kendati sudah ditetapkan tidak ada agenda penguatan DPD RI. Surat Presiden RI sudah ada di meja pimpinan DPR RI dan hanya 5 pasal di luar kewenangan DPD RI.
“Meski revisi terbatas UU MD3 tidak ada penguatan kewenangan DPD RI, namun tergantung Presiden Joko Widodo dan DPR RI. Kalau Presiden dan DPR menyatakan mendukung revisi penguatan kewenangan DPD RI, itu akan dilakukan,” kata Afnan.Menurut Afnan, DPD RI kehilangan kewenangan memutuskan APBN maupun UU. Yang tersisa tinggal harga diri dan etika sebagai anggota DPD RI. “DPD RI sudah kehilangan semua, kecuali etika dan harga diri sebagai senator,” jelas Afnan.
Menyinggug masa jabatan pimpinan DPD RI selama 2,5 tahun sebagaimana Tatib yang diputuskan paripurna DPD RI, Afnan menegaskan, itu tidak berlaku sekarang, melainkan untuk periode mendatang. Kalau langsung berlaku berarti sangat politis, dan melanggar sumpah jabatan saat dilantik Mahkamah Agung (MA) selama lima tahun.
Anggota DPR Hendrawan sepakat peran DPD lebih fungsional dan instrumental, tidak seperti sekarang tidak jelas. “DPD RI hanya sebagai aksesoris seolah-olah dibagi untuk masalah daerah, tapi nyatanya yang ditangani DPR RI lebih banyak. Jadi, peran DPD harus diwujudkan,” tutur politisi PDIP itu.
Hendrawan menambahkan, produk UU MD3 merupakan hasil persekongkolan DPR RI akibat pertarungan politik pasca Pilpres 2014. Ketika itu ada kubu KMP dan KIH yang memutuskan pencalonan pimpinan MPR dan DPR RI sistem paket, bukan proporsional.
“Kami mempertanyakan, kenapa perubahannya terbatas? Sementara tentang kewenangan DPD tidak dimasukkan. Keputusan MK itu kan harus dijalankan,” ujar Afnan di ruangan wartawan DPR RI, Rabu (1/3), dalam diskusi bertajuk Mengapa Revisi UU MD3 Terbatas.
Afnan Hadikusumo mengakui revisi terbatas UU MD3 khususnya terkait penguatan kewenangan DPD RI sangat tergantung kepada Presiden RI dan DPR RI, kendati sudah ditetapkan tidak ada agenda penguatan DPD RI. Surat Presiden RI sudah ada di meja pimpinan DPR RI dan hanya 5 pasal di luar kewenangan DPD RI.
“Meski revisi terbatas UU MD3 tidak ada penguatan kewenangan DPD RI, namun tergantung Presiden Joko Widodo dan DPR RI. Kalau Presiden dan DPR menyatakan mendukung revisi penguatan kewenangan DPD RI, itu akan dilakukan,” kata Afnan.Menurut Afnan, DPD RI kehilangan kewenangan memutuskan APBN maupun UU. Yang tersisa tinggal harga diri dan etika sebagai anggota DPD RI. “DPD RI sudah kehilangan semua, kecuali etika dan harga diri sebagai senator,” jelas Afnan.
Menyinggug masa jabatan pimpinan DPD RI selama 2,5 tahun sebagaimana Tatib yang diputuskan paripurna DPD RI, Afnan menegaskan, itu tidak berlaku sekarang, melainkan untuk periode mendatang. Kalau langsung berlaku berarti sangat politis, dan melanggar sumpah jabatan saat dilantik Mahkamah Agung (MA) selama lima tahun.
Anggota DPR Hendrawan sepakat peran DPD lebih fungsional dan instrumental, tidak seperti sekarang tidak jelas. “DPD RI hanya sebagai aksesoris seolah-olah dibagi untuk masalah daerah, tapi nyatanya yang ditangani DPR RI lebih banyak. Jadi, peran DPD harus diwujudkan,” tutur politisi PDIP itu.
Hendrawan menambahkan, produk UU MD3 merupakan hasil persekongkolan DPR RI akibat pertarungan politik pasca Pilpres 2014. Ketika itu ada kubu KMP dan KIH yang memutuskan pencalonan pimpinan MPR dan DPR RI sistem paket, bukan proporsional.
“Makanya meski PDIP menang pemilu dan pilpres, namun gagal menjadi pimpinan MPR dan DPR RI, karena sistem persekongkolan ,” katanya.
Pengamat hukum tata negara, Refly Harun, mengaku heran melihat persoalan dan penegakan hukum. Karena, putusan MK saja tidak ditaati. Seharusnya DPR RI menjalankan putusan MK terkait kewenangan DPD RI.
“Setiap pemilih yang mencoblos di bilik suara pada pemilihan umum legislatif tidak hanya memilih calon anggota DPR RI tapi juga memilih DPD. Jadi yang diwakili DPR 560 orang itu sama dengan yang diwakili 132 anggota DPD RI. Pemilih DPD itu sama dengan pemilih DPR secara keseluruhan,” tegas Refly. #duk
Pengamat hukum tata negara, Refly Harun, mengaku heran melihat persoalan dan penegakan hukum. Karena, putusan MK saja tidak ditaati. Seharusnya DPR RI menjalankan putusan MK terkait kewenangan DPD RI.
“Setiap pemilih yang mencoblos di bilik suara pada pemilihan umum legislatif tidak hanya memilih calon anggota DPR RI tapi juga memilih DPD. Jadi yang diwakili DPR 560 orang itu sama dengan yang diwakili 132 anggota DPD RI. Pemilih DPD itu sama dengan pemilih DPR secara keseluruhan,” tegas Refly. #duk