DPD RI Tidak Dilibatkan Bahas Revisi UU MD3

8
Jakarta, BP
Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) Afnan Hadikusumo mengatakan,   DPD RI tidak dilibatkan dalam rencana pembahasan revisi UU MD3 (MPR, DPR, DPD dan DPRD) yang sedang digulirkan MPR RI. Padahal Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan agar DPR RI melibatkan DPD RI  setiap pembahasan Rancangan Undang-Undang  (RUU) dan putusan itu harus dilaksanakan  DPR RI.
“Kami mempertanyakan, kenapa perubahannya terbatas? Sementara tentang kewenangan DPD tidak dimasukkan. Keputusan MK itu kan harus dijalankan,” ujar Afnan di ruangan wartawan DPR RI, Rabu (1/3), dalam diskusi  bertajuk Mengapa Revisi UU MD3 Terbatas.
Afnan Hadikusumo mengakui revisi terbatas UU MD3 khususnya terkait penguatan kewenangan DPD RI sangat tergantung kepada Presiden RI dan DPR RI, kendati sudah ditetapkan tidak ada agenda penguatan DPD RI. Surat Presiden RI  sudah ada di meja pimpinan DPR RI dan hanya  5 pasal di luar kewenangan DPD RI.
“Meski revisi terbatas UU MD3  tidak ada penguatan kewenangan DPD RI, namun tergantung Presiden Joko Widodo dan DPR RI. Kalau Presiden  dan DPR  menyatakan mendukung revisi penguatan kewenangan DPD RI, itu akan dilakukan,” kata Afnan.Menurut  Afnan, DPD RI  kehilangan kewenangan  memutuskan APBN maupun UU. Yang tersisa  tinggal harga diri dan etika sebagai anggota DPD RI. “DPD RI sudah kehilangan semua, kecuali etika dan harga diri sebagai senator,” jelas Afnan.
Menyinggug masa jabatan pimpinan DPD RI selama 2,5 tahun sebagaimana Tatib yang diputuskan paripurna DPD RI,  Afnan menegaskan, itu tidak berlaku sekarang, melainkan untuk periode mendatang. Kalau langsung berlaku berarti sangat politis, dan melanggar sumpah jabatan saat dilantik  Mahkamah Agung (MA) selama lima tahun.
Anggota DPR Hendrawan sepakat peran DPD lebih fungsional dan instrumental, tidak seperti sekarang  tidak jelas. “DPD RI hanya sebagai aksesoris seolah-olah dibagi untuk masalah daerah, tapi nyatanya yang ditangani DPR RI lebih banyak. Jadi, peran DPD  harus diwujudkan,” tutur politisi PDIP itu.
 Hendrawan menambahkan,  produk UU MD3  merupakan  hasil persekongkolan DPR RI akibat pertarungan politik pasca Pilpres 2014. Ketika itu ada kubu  KMP dan KIH yang memutuskan pencalonan pimpinan MPR dan DPR RI  sistem paket, bukan proporsional.
“Makanya meski PDIP menang pemilu dan pilpres, namun gagal menjadi pimpinan MPR dan DPR RI, karena sistem persekongkolan ,” katanya.
Pengamat hukum tata negara, Refly Harun, mengaku heran melihat persoalan  dan  penegakan hukum. Karena, putusan MK saja tidak ditaati. Seharusnya  DPR RI menjalankan putusan MK terkait kewenangan DPD RI.
“Setiap pemilih yang mencoblos di bilik suara pada pemilihan umum legislatif tidak hanya memilih calon anggota DPR RI tapi juga memilih DPD. Jadi yang diwakili DPR 560 orang itu sama dengan yang diwakili  132 anggota DPD RI. Pemilih DPD itu sama dengan pemilih DPR secara keseluruhan,” tegas Refly. #duk
Baca Juga:  Manfaatkan Tehnologi, Tetap Junjung Nilai Kehidupan Berbudaya Berbangsa dan Bernegara
Komentar Anda
Loading...