DPR Setuju Produksi UU Hanya 3-5 Setahun
Jakarta, BP Pernyataan Presiden Jokowi yang menyebutkan DPR RI tidak perlu memproduksi UU banyak-banyak, cukup 3-5 UU saja setahun ditanggapi serius pimpinan DPR.
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengemukakan, Presiden Jokowi terkesan tidak membaca surat yang ditandatangani sehingga kurang paham dengan apa yang disampaikan ke masyarakat.
“Yang membuat UU tidak hanya DPR RI, namun bersama-sama dengan pemerintah. Beberapa RUU yang diajukan pemerintah ke DPR RI bahkan cukup banyak dan mendadak. Seperti revisi UU KPK, Pilkada, dan RUU Tax Amnesty,” tegas Fadli Zon di Gedung DPR RI Jakarta, Kamis (31/3).
Menurut Fadli Zon, dari 46 RUU Prolegnas tahun 2016, usulan pemerintah 13 RUU, 25 DPR RI dan 2 DPD RI. Mestinya pemerintah jangan mengusulkan sebanyak itu bila hanya 3-5 UU setahun.
Dia menambahkan, pembahasan UU tidak semudah membalik telapak tangan. Misalkan UU Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) sejak 2004 dibahas dan baru disahkan 2015, RUU KUHP sejak 1960 dibahas namun sampai 2016 belum beres.
“ Itu akibat terjadi perbedaan pendapat dan kepentingan masyarakat harus sejalan dengan perkembangan zaman,” ujarnya.
Selama ini kata Fadli Zon, belum ada kesepakatan dengan pemerintah untuk pengurangan UU tersebut. Yang jelas, DPR mendukung pembuatan UU bukan dilihat dari kuantitas, tapi kualitas.
Dia juga mendukung pembuatan UU sesuai dengan kebutuhan, kepentingan dan kesejahteraan masyarakat, bukan kepentingan asing. Kalau sampai ada asing, berarti ada pembajakan hukum guna memuluskan kepentingan asing di Indonesia.
“Proses UU itu melibatkan perguruan tinggi (PT), dan sudah ada 10 PT yang terlibat menyusun naskah akedemiknya,” tambah Fadli.
Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Jakarta, Rachmat Bagdja menyatakan, kekuasaan diserahkan kepada DPR RI, DPD RI bersama-sama Presiden RI.
“Presiden Jokowi lupa bahwa RUU diajukan pemerintah. Kalau mau mengurangi UU, pemerintah cukup mengajukan 1,2,3,4 dan 5 RUU saja. Bukan 13 RUU,” tegas Rachmat Bagdja.
Bagdja khawatir, Presiden Jokowi tidak sepakat dengan menteri yang mengajukan sejumlah RUU dalam Prolegnas. Dan secara politik Presiden RI memiliki hak meneken terhadap RUU, tapi harus mengirimkan wakilnya ke DPR RI, bukan membuat pernyataan yang membingungkan masyarakat.
Diharapkan, sebelum membuat pernyataan tim presiden perlu mengkaji secara mendalam terhadap berbagai hal yang akan disampaikan ke publik.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi menyatakan salah satu fungsi DPR membuat undang-undang dan untuk membuat UU, DPR sangat selektif membahas. “Lho kok pemerintah membatasi DPR membahas UU?. Jika pemerintah tidak setuju ya gak apa-apa, dan itu artinya RUU yang dibahas tidak jadi UU,” paparnya. #duk