Ekspedisi Cerito Kito: Belajar dari Jejak Sejarah dan Budaya Sumatera Selatan

102

Palembang BP- Artefak yang ditemukan di Desa Simpur, Kecamatan Gumay Ulu, Kabupaten Lahat, Provinsi Sumatera Selatan merupakan bagian penting dari warisan budaya yang mencerminkan sejarah panjang dan peradaban masyarakat setempat. Situs megalitik ini menyimpan jejak kehidupan manusia purba yang diperkirakan telah ada sejak 4.000 tahun lalu.

“Situs ini bukan hanya saksi bisu, tapi juga simbol kuat identitas budaya masyarakat Sumatera Selatan,” ujar Tedi Mulyadi, S.Pd, Kepala Sekolah SMA Al Falah Jakarta Timur usai mengunjungi situs megalitik Tinggihari I, Tinggihari III, dan Batu Tigas di Kecamatan Gumay Ulu.

Meski bernilai sejarah tinggi, keberadaan situs ini kini menghadapi tantangan serius, seperti minimnya promosi dan ancaman dari aktivitas penambangan serta perambahan hutan. Oleh karena itu, edukasi dan pelestarian menjadi hal yang sangat penting.

Sebagai bagian dari pendekatan pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning), SMA Al Falah mengadakan Ekspedisi Cerito Kito yang melibatkan siswa-siswi dalam perjalanan ilmiah ke Sumatera Selatan selama satu pekan.

Baca Juga:  SMB IV Kritik Sejarah Palembang yang Masih Terjadi Penyimpangan

“Kegiatan ini bertujuan agar siswa tidak hanya memahami sejarah dari buku, tapi melihat dan merasakan langsung keberadaan situs dan budaya di daerah-daerah seperti Prabumulih, Lahat, Pagar Alam, dan Palembang,” jelas Seva Liana, wali kelas XI yang pernah belajar metode PBL di G.C.C.S Rochester, New York.

Seva menambahkan, “Seluruh siswa sangat antusias dan memperoleh banyak pengetahuan baru saat belajar di situs megalitik, Pusat Latihan Gajah Bukit Serelo, pabrik teh, hingga museum dan pusat kebudayaan di Palembang.”

Khalila Putri Az Zahra, Ketua Ekspedisi Cerito Kito, menuturkan bahwa ekspedisi ini menjadi momen untuk mempraktikkan materi dan keterampilan yang dipelajari di sekolah. “Tujuan kami adalah mengaplikasikan pembelajaran seperti Critical Thinking, Problem Solving, hingga Communication dalam kehidupan nyata,” katanya.

Ia mengisahkan momen berkesan saat mempelajari situs Megalitik Batu Tigas dan Tinggihari. “Walau beberapa arca tak lagi utuh, penjelasan Pak Mario membuat kami lebih paham tentang kepercayaan masyarakat zaman dahulu. Saya berharap lebih banyak orang yang mau belajar sejarah agar bisa lebih bersyukur atas anugerah Allah,” ujarnya penuh semangat.

Baca Juga:  "Maafkan Kami...Sang Guru....:

Ranu, salah satu peserta ekspedisi, membandingkan pengalaman di berbagai provinsi. “Ini ekspedisi kelima saya, dan situs megalitik di Gumay Ulu ini sangat unik. Arca-arcanya bukan hanya ukiran, tapi juga pelajaran sejarah yang patut dikenal luas,” ujarnya.

Selain mengunjungi situs megalitik, peserta ekspedisi juga ke Pusat Latihan Gajah Bukit Serelo. Nafila mengatakan, “Gajah bukan sekadar hewan besar yang mengagumkan, tapi juga cerdas dan bisa dilatih membantu manusia. Kami belajar pentingnya menjaga harmoni antara manusia dan alam.”

Tim ekspedisi juga mengagumi keindahan Bukit Serelo. “Dilihat dari barat seperti jempol, dari timur seperti telunjuk. Bukit ini memang unik dan pantas disebut bukit terunik di dunia,” tutur Adid antusias.

Di Prabumulih, mereka mengunjungi PT Pertamina EP Asset 2. Fina menjelaskan, “Kami belajar proses hulu industri migas, dari eksplorasi geologi hingga pengeboran dan pemisahan minyak dan gas. Luar biasa bisa melihat langsung proses yang biasa kami pelajari di kelas.”

Baca Juga:  Anies Baswedan Unggul di Pemilih yang Suka SBY dan BJ Habibie

Sementara di Palembang, para peserta mendalami kebudayaan lokal. Mereka belajar membuat pempek, melihat proses pembuatan kain songket di Songket Fikri, dan menari di Sanggar Palembang Nian. Mereka juga menyusuri Sungai Musi dengan perahu ketek dan mengunjungi berbagai museum serta Kampung Arab Al Munawar.

“Kunjungan ini membuka wawasan kami bahwa seni dan budaya perlu dilestarikan melalui tangan pengrajin lokal,” ujar Fina. Alifah menambahkan, “Museum di Palembang ini tertata rapi dan memberikan wawasan yang berharga tentang pentingnya pelestarian sejarah.”

Javier menutup, “Tari Sambut atau Gending Sriwijaya menyambut kami dengan megah. Kami juga belajar tentang batik, kapur sirih, dan kerajinan dari tanah liat. Semuanya luar biasa.” katanya.#udi

 

Komentar Anda
Loading...