
Palembang, BP- Kasus dugaan kredit macet yang disalurkan Bank Sumsel Babel (BSB) di PT Coffindo sebesar Rp50 miliar pada tahun 2022 berpotensi masuk tindak pidana korupsi.
“Dugaan korupsi sangat menyengat dalam kasus ini, karena kalau ditelisik dari profil PT Coffindo, sangat aneh kalau mendapat kredit puluhan miliar dari Bank Sumsel Babel,” ujar
Komjen Pol (Purn) Drs H Susno Duadji, SH, MSc, ketika di hubungi, Senin (27/1/2025).
Berdasarkan catatan Komunitas Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (K-MAKI), fasilitas Kredit Modal Kerja (KMK) sebesar Rp50 miliar kepada PT Coffindo, hanya dijamin oleh tanah seluas satu hektare di Medan dan rumah di Jakarta.
Selain itu, PT Coffindo sudah dinyatakan pailit berdasarkan putusan Mahkamah Agung dengan total utang lebih dari Rp241 miliar. Fasilitas kredit tersebut diduga digunakan untuk menutupi pembayaran bunga di bank lain, mengingat PT Coffindo memiliki pinjaman di empat bank lainnya.
“Perusahaan tersebut berkedudukan di Medan, barang yang dijadikan jaminan kredit sebidang tanah di Medan, Sumatera Utara (Sumut), dan rumah di Jakarta, usaha pun tidak jelas dilakukan di mana. Dari segi Company Profile PT Coffindo dan jaminan kredit sudah aneh kalau diberikan kredit, belum lagi profil direksi dan komisarisnya tidak diketahui,” papar Susno.
Susno mendesak aparat penegak hukum segera mengusut kasus kredit macet senilai Rp50 miliar tersebut.
“Harus diusut tuntas oleh Kejati Sumsel, Polda Sumsel dan KPK terkait kredit macet di Bank Sumsel Babel, untuk melihat apakah ada potensi pidana,” ujar Susno.
Bank Sumsel Babel, kata Susno, harusnya lebih mengutamakan pemberian kredit kepada warga dan perusahaan yang berdomisi di Provinsi Sumatera Selatan dan Bangka Belitung (Sumsel-Babel) untuk kesejahteraan masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi di Sumsel dan Babel.
“Mestinya seluruh direksi lama tidak patut diperpanjang masa jabatannya dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB). Tindakan Bank Sumsel Babel, sungguh mencederai perasaan warga Sumsel-Babel selaku pemilik bank,” katanya.
“Dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sumsel-Babel harus membatalkan perpanjangan masa jabatan direksi lama. Ingat, prinsip kehati-hatian adalah prinsip yang harus dipegang teguh dalam pengelolaan perbankan, salahsatu wujudnya dalam bentuk pemberian kredit,” ungkap Susno.
Sementara itu, Anggota DPRD Sumsel H Chairul S Matdiah, SH, MHKes, meminta Gubernur Sumsel dan Gubernur Babel Terpilih Herman Deru dan Hidayat Arsani menganulir atau membatalkan pengangkatan direksi yang terlibat dalam pencairan kredit macet BSB senilai Rp50 miliar.
“Pengangkatan direksi terpilih dalam RUPS LB harus dianulir dan dibatalkan untuk meningkatkan citra Bank Sumsel Babel sebagai Bank Pembangunan Daerah yang profesional,” kata Chairul.
Chairul menyayangkan sikap Direktur Utama BSB Achmad Syamsudin, yang tidak menginformasikan permasalahan kredit macet tersebut kepada OJK Sumsel-Babel dan pemegang saham untuk pencalonan dan pengangkatan direksi.
Pasalnya, bagaimana mungkin seorang yang bermasalah karena ketidakpatuhannya dalam menjalankan aturan perbankan, justru diangkat sebagai Direktur Kepatuhan dan Manajemen Risiko.
“Harusnya orang yang bermasalah jangan diangkat menjadi direksi karena akibat ketidakhati-hatiannya bank mengalami kerugian. Artinya, dia tidak memiliki kredibilitas, integritas dan kompetensi. Selain itu, dia juga memiliki catatan negatif reputasi keuangan karena mempunyai kredit macet,” tegas politisi asal Partai Demokrat itu.
Selain Gubernur Sumsel dan Gubernur Babel Terpilih, seluruh kepala daerah (Bupati-Walikota di Sumsel-Babel), selaku pemegang saham mendesak untuk menganulir pengangkatan direksi yang terlibat dalam kredit macet Rp50 miliar ke PT Coffindo.
“Semua pihak harus mengetahui riwayat dan rekam jejak direksi sebelum diangkat, termasuk pemegang saham. Jangan-jangan mereka tidak mengetahui kredit macet PT Coffindo. Kemudian, ada orang yang terlibat di dalam pencairan kredit tersebut justru diangkat menjadi direksi. Harusnya informasi yang diberikan jelas dan utuh,” kata Chairul.
Lebih lanjut Chairul menuturkan, menurut informasi yang dia dapat dari sumber yang dapat dipercaya adalah Direktur Utama Achmad Syamsudin jarang berada dikantor.
“Dirut BSB harusnya ada dikantor. Jangan Dinas Luar (DL) terus ke Jakarta dan Bandung. Kalau ada undangan-undangan acara kecil cukup diwakilkan saja,” ucapnya.
Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Sumsel Vany Yulia Eka Sari, SH, MH, ketika dikonfirmasi terkait kasus kredit macet PT Coffindo senilai Rp50 miliar mengatakan, akan mencari data tentang kasus tersebut.
“Kalau ada laporannya mudah bagi kami membuka data tersebut, sebab peristiwa terjadi ketika saya belum bertugas di Kejati Sumsel,” katanya.
Sebelumnya Komisi III DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) pada Senin (13/1/2025) melakukan rapat tertutup dengan manajemen Bank Sumsel Babel (BSB).
Ini dilakukan untuk memberikan peryataan resmi terkait kredit macet senilai Rp 50 miliar yang digelontorkan kepada PT Coffindo.
Rapat yang diketuai Ketua Komisi III DPRD Sumsel Tamtama Tanjung ini selain dihadiri langsung Direktur Utama BSB, Syamsuddin yang didampingi beberapa pejabat setingkat di bawahnya.
Sementara Komisi III DPRD Sumsel dihadiri sejumlah pimpinan dan anggota.
“Kami tadi secara resmi memanggil manajemen BSB, untuk memberikan keterangan resmi terkait sejumlah isu dintaranya kredit macet PT Coffindo sebesar Rp 50 miliar yang digelontorkan BSB,” kata Anggota Komisi III DPRD Sumsel, Abdullah Taufik.
Menurut politisi Gerindra ini, dari hasil keterangan pihak BSB yang dijawab langsung oleh Direktur Utama BSB Syamsuddin diperoleh keterangan, bahwa BSB dalam memberikan kredit kepada perusahaan PT Coffindo sudah memenuhi prosedural yang berlaku.
“Dari hasil pendalaman kami, BSB nyatakan bahwa PT tersebut mengajukan kredit sesuai dengan kaidah-kaidahnya, yang sudah disepakai komite sehingga keluarlah dana kredit sebesar Rp 50 miliar. Namun dalam perjalanannya perusahaan ini dinyatakan pailit pada tahun 2019 sehingga kreditnya macet, ” katanya.
Selain kredit macet BSB yang saat ini dikatakan masih aman diangkat 3,5 persen NPLnya, pihaknya juga meminta penjelasan dari manajemen BSB terkait RUPS LB yang selama ini jadi isu.
“Masih berdasarkan keterangan tadi yang kami peroleh bahwa pada saat itu, salah satu pimpinan yang mengeluarkan kebijakan pemberian kredit kepada perusahaan ini, yaitu manajer risiko sekarang terpilih kembali menjadi pejabat berdasarkan hasil RUPS LB yang digelar beberapa waktu lalu. Ini pun kami pertanyakan,” katanya.
Sebagai tindak lanjut dari pemanggilan ini disebutkan Abdullah Taufik bahwa pihaknya menekankan BSB, untuk jemput bola berkoordinasi dengan curator dalam hal penyitaan asset-aset PT. Coffindo.
“Hasil rapat tadi Komisi 3 dapatkan hasil bahwa PT itu pailit dinyatakan pada tahun 2019,dan sekarang pihak curator yang siap untuk melakukan lelang terhadap asset yang ada,” katanya.
Mantan anggota DPRD Palembang ini menambahkan, bahwa pihaknya juga mendapat penjelasan hasil RUPS LB BSB yang masih memilih pejabat yang terkait dengan permasalahan kredit macet ini, karena memang yang bersangkutan kompeten.
“Jawaban dari Direktur BSB tadi bahwa pihaknya memilik pejabat itu karena orang yang terpilih sekarang adalah orang yang berkompeten di bidangnya,” tambahnya.
Taufik juga menegaskan bahwa tindakan selanjutnya, pihaknya akan berkoordinasi unsur pimpinan dan anggota untuk terus memantau.
“Terkait beberapa poin yang kami tanyakan tadi maka kami simpulkan bahwa hasil dari RUPS ini akan bekerja dan ke depan akan membawa Bank Sumsel Babel lebih baik. Fungsi pengawasan kami tetap awasi kinerja Bank Sumsel Babel,” katanya.
Sementara itu, salah seorang pejabat di lingkungan BSB yang dijumpai usai pertemuan enggan memberikan komentar.#udi