Genta Keadilan Nusantara Gelar FGD,  Bahas Kriminalisasi dan Politisasi Hukum dalam Kasus Mardani H Maming

43
Focus Grup Discusion (FGD) dengan tema kriminalisasi Hukum dan Politisasi Hukum,  digelar oleh Genta Keadilan Nusantara, di Remington Café dan hotel Jalan Jendral Bambang Utoyo, Rabu  (6/11) sore .(BP/ist)

Palembang BP-Focus Grup Discusion (FGD) dengan tema kriminalisasi Hukum dan Politisasi Hukum,  digelar oleh Genta Keadilan Nusantara, di Remington Café dan hotel Jalan Jendral Bambang Utoyo, Rabu (6/11) sore .

FGD ini membahas tentang kriminalisasi hukum dan politisasi hukum terkait kasus dugaan korupsi yang menjerat mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming, yang berkaitan dengan izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Ia dituduh terlibat dalam praktik gratifikasi dan tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan pemberian izin usaha pertambangan di wilayah tersebut.
Pada tahun 2022, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Mardani H Maming sebagai tersangka. Kasus ini bermula dari dugaan penerimaan uang suap terkait izin pertambangan batu bara yang dikeluarkan selama masa jabatannya sebagai bupati. Mardani H Maming juga diduga menggunakan pengaruhnya untuk memperoleh keuntungan pribadi dari proses tersebut.
Seiring waktu, kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan pejabat daerah dengan latar belakang yang cukup kuat dalam politik dan pemerintahan.
Acara FGD tersebut menghadirkan tiga pakar hukum sebagai narasumber, yaitu Dr. Artha Febriansyah, SH, MH, dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (Unsri), Dr. H. Bambang Sugianto, SH, M.Hum., dosen Stipada, dan Dr. Heny Yuningsih, SH, MH, juga dosen dari Unsri. Diskusi dipandu oleh moderator oleh seorang pengacara dan advokat Sumsel Sapriadi Syamsudin, SH MH .
Dr Artha Febriansyah SH MH  menyebut perlu adanya ketegasan dalam upaya hukum dalam kasus ini.
“Harus dipisah antara tindak pidana pertambangan dengan tindak pidana korupsi disektor pertambangan. Jadi harus dipilah. Dan jika memang masuk dalam tindak pidana harus dibuktikan. Jadi jika melihat pendapat ahli seperti Prof Joko Santoso, mengatakan ini murni unsur bisnis tetapi mengapa bisa kearah tindak pidana,” katanya.
Kalau masalah bisnis ini menurut Artha, hukumnya privat bukan publik.
Apakah ada Upaya yang bisa dilakukan? Dijelaskan oleh Artha, judulnya hakim tetap manusia. Walaupun judulnya hakim adalah wakil Tuhan. Pasti ada tendensius objektif dan subjektifnya.
“Dan untuk putusan hakim masih bisa di challenge. Karena akan ada pengawasan dari MA. Ada juga KY untuk  mengkritisi atau mencerna bahwa putusan itu, apakah adil atau tidak tetap dapat dilakukan dengan upaya. Dan kalau kalau memang ini dianggap tidak adil bagi Mardani H Maming, bahwa ada Upaya hukum. Jadi bisa dimintakan pengampunan dari presiden Prabowo, seperti yang terjadi pada kasus Antasari Azhar. Memang putusan tidak dianulir, tetapi  beliau bisa bebas karena ada pengampunan dari presiden atau grasi,” katanya.
Sedangkan Dr  Heny Yuningsih, dalam pandangannya menjelaskan sebagaimana yang sudah diketahui ada tahapan dalam proses penegakkan hukum. “Mulai dari tahap pertama hingga PK.
“Dimana dari tahapan pertama hingga PK, ttap mempidanakan terdakwa Mardani H Maming. Disini kita akan lihat bagaimana proses hukum mulai dari Tingkat pertama hingga PK. Bagaimana prosesnya, bagaimana hakim dalam menjatuhkan pidana. Bagaimana prosedurnya itu akan menjadi catatan penting, bagi Sejarah peneggakkan hukum di Indonesia,” katanya.
Beberapa narasumber juga tadi, sambung Heny, sudah menyinggung apakah ini ada kriminalisasi apakah ada politisasi terhadap perbuatan dari terdakwa Maming.
“Kita bisa lihat bagaimana proses penegakkan hukum. Kenapa bisa dikenakan pasal B, kenapa bisa dikenakan pidana 10 tahun dengan kerugian keuangan negara tadi. Disini kita akan melihat apakah bisa dikatakan adil atau tidak. Bagaimana dengan proses hukum dengan adanya finalisasi Keputusan hakim berupa PK. Jadi bisa diajukan Upaya hukum Kembali apabila terdapat nofum atau alat bukti baru terhadap  proses penegakkan hukumnya,” kata Heny.
Sedangkan Dr Bambang Sugianto, dalam pandangannya mengatakan jika kasus ini tengah berjalan dan putusan yang disebut dengan peninjauan Kembali (PK).
Tapi ada beberapa hal yang saya lihat secara mata hukum, tentang penghukuman dari tingkat pertama dan PK. Ada Namanya hukuman uang pengganti. Kalau bicara gratifikasi tidak diterapkan uang pengganti kecuali proses izin sudah berjalan serta ada indikasi negara dirugikan terkait gratifikasi,” katanya.
Kedua berharap kepada penegak hukum dalam hal ini, sambung Bambang, hak majelis hakim pengawas dan KY untuk melakukan pemeriksaan dan sebuah penyelidikan kenapa kasus misalnya seketika penjatuhan hukum di PK ada tambahan hukuman 4 tahun dengan denda sekian.
“Ini kalau kita lihat sistem peradilan banyak alami kejanggalan. Misalnya ada Batasan peluang pra peradilan dipotong ada surat DPO. Saksi meringankan selalu banyak dikesampingkan. Ini jadi tanda tanya,” katanya.
Apakah memang ada kepentingan atau dalam rapat permusyawaratan tim memang ada temuan baru yang dapat menyimpulkan sebuah putusan PK-nya 10 tahun.#udi
Baca Juga:  Terlibat Tawuran Abdulrasid Ditangkap Polisi
Komentar Anda
Loading...