Komitmen dan Risiko Pemindahan IKN

181

Oleh: Nico Reynaldi Hutabarat

Indonesia sebagai negara hukum tentunya memiliki tanggungjawab untuk
mensejahtrakan rakyatnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam
paradigma hukum dikenal istilah Das Sollen dan Das Sein yang memberikan gambaran
bahwa bagaimana tujuan dari pembentukan suatu peraturan perundang-undangan dan
bagaimana realita penerapan hukum di tengah masyarakat.

Jika mengacu pada pendekatan
hukum terhadap masyarakat tentunya pemerintah memiliki kewajiban untuk memberikan
sosialisasi terhadap semua produk hukum yang diterbitkan. Pembangunan hukum yang
relevan dengan kehidupan masyarakat harus didahului oleh politik hukum yang objektif dan
akademis. Politik hukum di negri ini sering kali terbentuk dengan sistem top-down yakni
pembentukan produk hukum hasil dari kesepakatan politik penguasa baik eksekutif maupun
legislatif sehingga produk hukum tersebut tidak mampu mengakomodir kebutuhan
masyarakat secara umum.

Aristoteles menyebutkan manusia sebagai Zoon Politicon keinginan manusia untuk
berinteraksi dengan manusia lain dan cenderung akan membentuk suatu kelompok yang
menjadi permulaan lahirnya suatu negara. Pemerintah dan parlemen yang memiliki
kewenangan membentuk peraturan perundang-undangan harus mampu memberikan
penceradasan hukum terhadap pranata sosial yang mengalami perubahan yang dinamis.
Kebijakan yang dilahirkan pemerintah memiliki interpretasi berbeda ditengah masyarakat dan
bahkan di lingkungan masyarakat yang jauh dari pusat kota terkadang tidak mengetahui
adanya kebijakan dan produk hukum yang baru sehingga menimbulkan pelanggaran hukum
akibat minimnya sosialisasi oleh pihak berwenang.

Baca Juga:  Eftiyani: Kami Tidak Terima Dengan Putusan Hakim.

Tinjauan Yuridis Pemindahan Ibu Kota Negara

Presiden Joko Widodo pada 26 Agustus 2019 melalui konfrensi pers menyampaikan
keputusan untuk memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur. Pemindahan
ibu kota negara sebagai simbol sekaligus titik sentral pemerintahan negara tentunya akan
menggunakan anggaran yang sangat banyak sehingga akan mempengaruhi sistem ekonomi,
politik dan sosilogis masyarakat.

 

Pembahasan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara yang
hanya berlangsung selama 42 hari melahirkan presepsi yang berbeda di tengah masyarakat,
ada yang menganggap bahwa hal tersebut adalah capaian yang baik dalam etos kerja DPR
dan Presiden namun ada yang beranggapan bahwa produk hukum tersebut cenderung
dipaksakan untuk dikebut. Tentunya pemindahan ibu kota negara belum sepenuhnya
memberikan ketenangan masyarakat mulai dari status wilayah khusus seperti DKI Jakarta,
DIY atau NAD. Di sisi lain belum terdapat kajian akademis terkait daerah penyangga di
sekitar wilayah ibu kota negara karena mayoritas wilayah Kalimantan Timur adalah
perkebunan dan lahan yang dimiliki oleh beberapa pengusaha. Aspek lingkungan seperti alih
fungsi lahan dan jumlah lubang bekas tambang nampaknya belum diperhatikan dengan serius
oleh pembuat kebijakan pemindahan tersebut.

Undang-Undang IKN yang diharapkan mampu melahirkan ibu kota yang modern dan
berkelanjutan nyatanya memiliki sejumlah pasal kontroversial mulai dari Pasal 5 UU IKN
yang menyatakan bahwa daerah IKN hanya menyelenggarakan pemilihan umum tingkat
nasional yang artinya menghapus hak politik masyarakat untuk mengikuti pemilihan umum
tingkat daerah bahkan pada pasal 8 UU IKN menyatakan bahwa tidak ada pemilihan kepala
otorita di daerah yang diperkuat oleh pernyataan Kepala Bappenas yang menyatakan bahwa
nantinya ibu kota akan disebut daerah Otorita yang akan dipimpin oleh seorang kepala yang
ditunjuk presiden dan untuk periode berikutnya akan dipilih oleh presiden dengan persetujuan
DPR. Jika mengacu pada pasal tersebut maka UU IKN tersebut berpotensi untuk diajukan uji
materil ke Mahkamah Konstitusi.

Baca Juga:  Antarkan Puluhan Paket Ramadhan, Kapal Ramadhan ACT berlabuh ke Pulau Salah Nama

Pembiayaan dan Polemik Pemilik Lahan

Pembiayaan pembangunan IKN yang relatif besar tentunya tidak mampu ditopang
oleh APBN saja karena akan mempengaruhi stabilitas dan suistainabilitas anggaran negara
dan dapat berdampak serius pada laju perkonomian Indonesia secara keseluruhan. Sri
Mulyani selaku Kementerian Keuangan menyebutkan bahwa pembiayaan pembangunan ibu
kota negara baru yang berasal dari APBN hanya mampu membantu biaya sekitar 19,2 % atau
sekitar Rp. 89,4 Triliun, kemudian 54,4% pembiayaan tersebut berasal dari kerjasama
pemerintah dan badan usaha yang berkisar Rp. 253,4 Triliun dan didukung oleh pendaan
yang berasal dari sektor swasta sebesar 26,4% pembiayaan yang berkisar Rp. 123,2 Triliun.
Meskipun Presiden Joko Widodo menyatakan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan
karena pemerintah memiliki lahan di daerah tersebut seluas 180.000 hektar serta didukung
letak geografis yang berada di tengah Indonesia dan merupakan daerah yang memiliki risiko
bencana alam relatif rendah namun justru diperhadapkan dengan risiko lahan yang dikuasai
pemilik modal hingga galian bekas tambang.

Baca Juga:  Anna Kumari, Penjaga Dan Pelestari Seni Dan Budaya Terakhir Di Kota Palembang

Pemerintah harus memperhatikan serius terkait tanggungjawab perusahaan terhadap
reklamasi lahan bekas tambang yang menimbulkan lubang bekas tambang yang justru
menimbulkan kerusakan lingkungan dan berpotensi memakan korban jiwa. Disamping itu
pemerintahn juga harus mampu melakukan penertiban terhadap perusahan konsensi tambang,
kehutanan hingga perkebunan sehingga perambahan lahan dan dampak lingkungan akibat
konsensi dapat diminamilisir.

Meskipun wilayah ibu kota negara baru didominasi oleh
perusahaan konsensi namun pemerintah melalui kementerian agraria harus mampu mendata
kepemilikan lahan disekitar ibu kota negara baru yang berpotensi akan dikuasai oleh para
pemilik modal.

Ancaman serius akan dihadapi Kalimantan timur adalah defortasi yang cukup
besar karena akan terjadi pembangunan yang masif disekitar ibu kota negara baru baik
sebagai tempat tinggal maupun sebagai wilayah penyandang ibu kota negara yang justru
berpotensi mengalami ancaman kerusakan lingkungan seperti yang terjadi di ibu kota negara
sebelumnya yang memiliki tingkat polusi yang tinggi dan daratannya yang terus mengalami
penurunan permukaan tanah. Harapannya ibu kota negara yang baru mampu menciptakan
stabilitas perekonomian, menjaga kebudayaan asli daerah serta menjaga keadaan
lingkunganyang tetap sehat.#

Komentar Anda
Loading...