Ketua MPR: Nasionalisme Tumbuh dari Kesadaran dan Komitmen Kebangsaan
Jakarta, BP–Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan, rasa nasionalisme yang tumbuh dan berkembang di Indonesia, dibangun dari kesadaran dan komitmen kebangsaan untuk hidup bersama dalam satu negara. Sekalipun Indonesia memiliki keberagaman, heterogen, dengan kehidupan masyarakat dalam wilayah kepulauan, memiliki 733 bahasa, terdiri dari 1.340 suku, dan memiliki 6 agama serta puluhan aliran kepercayaan.
“Nasionalisme adalah manifestasi kebangsaan yang nyata. Di mana ketika bencana alam menimpa saudara-saudara kita di wilayah timur, secara spontan mendorong aksi solidaritas dari saudara-saudara kita di wilayah tengah dan barat. Dengan pemaknaan seperti ini, saya yakin nasionalisme akan menjadi jiwa bangsa yang tidak akan lekang oleh dinamika zaman,” ujar Bamsoet saat memberikan sambutan dalam acara ‘Nasional is Me: Indonesia Pasti Bisa’ yang diselenggarakan Yayasan Bentang Merah Putih dan Yayasan Pandu Pemimpin Cinta Bangsa secara virtual di Jakarta, Minggu (2/5).
Dikatakan, konsep nasionalisme bukan dapat begitu saja. Tetapi, harus diperjuangkan, diimplementasikan dalam realita, serta dirawat sebagai ikatan kebangsaan.
“Dalam masa perjuangan merebut kemerdekaan, nasionalisme kita terbentuk dari perasaan senasib sepenanggungan sebagai bangsa terjajah. Semangat itu kemudian mengkristal sebagai semangat kebangsaan, dan menjelma menjadi modal terbesar dalam memperjuangkan kemerdekaan,” kata Bamsoet.
Bamsoet mengingatkan, menumbuhkembangkan nasionalisme sangat penting bagi pembangunan karakter generasi muda bangsa. Terlebih saat ini bangsa Indonesia dihadapkan pada beragam tantangan kebangsaan yang muncul dalam berbagai dimensi. Semisal, melemahnya rasa toleransi dalam keberagaman, masih berkembangnya faham radikalisme, dekadensi moral generasi muda bangsa, memudarnya identitas dan jatidiri bangsa, dan masih ada kesenjangan sosial ekonomi.
“Melemahnya rasa toleransi dalam keberagaman dapat kita rujuk pada data yang diungkapkan SETARA Institut, yang mencatat terjadinya 846 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dalam kurun waktu 2014 hingga 2019. Contoh lain penyalahgunaan politik identitas dalam kontestasi politik, sehingga menyebabkan renggangnya ikatan kohesi sosial, dan polarisasi masyarakat pada dua kutub yang berseberangan, baik sebelum, selama, hingga pasca penyelenggaraan Pemilu,” jelas Bamsoet.
Dia menambahkan, nasionalisme pada kelompok sasaran generasi muda bangsa adalah strategi tepat. Karena, di tengah periode bonus demografi saat ini, dari 70,72 persen penduduk Indonesia merupakan usia produktif. Hampir 69 persen atau sekitar 131,6 juta jiwa sumberdaya manusia potensial yang berusia antara 15 hingga 44 tahun.
“Seiring perkembangan dan kemajuan zaman, tantangan yang kita hadapi semakin kompleks dan dinamis. Untuk menjawab tantangan tersebut, salah satu faktor adalah konsolidasi bangsa untuk memperkuat ikatan kebangsaan kita dalam mewujudkan Indonesia yang beradab. Indonesia yang beradab adalah yang memanusiakan manusia, di mana harkat dan martabat kemanusiaan dimuliakan, norma-norma sosial dijunjung tinggi, dihormati, dan dijadikan tuntunan dalam setiap laku sosial segenap anak bangsa, serta menjadi rujukan dalam setiap gerak langkah pembangunan,” papar mantan Ketua DPR tersebut.#duk